Akuntansi Pemerintahan, PT, dan Mentalitas Koruptif

0
861 views

Wawancara dengan Prof. Karhi Nisjar Sarjudin, SE.,MM., Ak. Ketua Program MAKSI Universitas Widyatama

Akuntansi Pemerintahan memang sedang menjadi perhatian sehubungan dengan laporan kinerja keuangan pemerintah yang 67 % diantaranya dianggap tidak layak. Sepanjang Indonesia berdiri baru di era reformasi pemerintah memberi perhatian lebih dalam laporan kinerja keuangan. Bagaimana penerapan akuntansi pemerintahan dalam menghadapi mentalitas koruptif. Untuk itu, tim redaksi majalah komunita melakukan audiensi langsung seputar perkembanganAkuntansi Pemerintahan dan Pencegahan Mentalitas Koruptif dengan Prof. Karhi Nisjar Sirajudin ditengah kesibukannya sebagai dosen, praktisi, sekaligus anggota komisi audit perguruan tinggi negeri. Berikut petikan wawancaranya:

Komunita: Bagaimana pandangan bapak mengenai permasalahan akuntansi pemerintahan dari sudut pandang porsi APBN 2015 yang meningkat, laporan keuangan pemerintah daerah yang mencerminkan telah terjadi penyimpangan dalam pengelolaan keuangannya?

Karhi Nisjar: Saya kira pertanyaan ini baik sekali bagi pemerintah selaku pengambil kebijakan dan keputusan penting dalam kehidupan bernegara. Memang segala informasi yang berkenaan dengan data porsi APBN 2015 dan penyimpangan dalam pengelolaan keuangan daerah masih bernuansa politik. Contohnya dengan meningkatnya jumlah APBN di tahun 2015 di satu sisi menjadi harapan besar akan kemajuan pada sektor pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Di sisi lain disebutkan bahwa pertanggungjawaban (akuntabilitas) dari pemerintah, hasilnya masih belum menggembirakan sebagaimana yang diharapkan bersama. Menurut bapak Tjahyo Kumolo selaku Mendagri menyatakan bahwa sebagian besar pertanggungjawaban keuangan daerah itu masih mengecewakan,?kemudian dari BPK menyebutkan sekalipun terlihat adanya kemajuan namun sangat lamban dan kurang berkualitas.
Dulu banyak opini berkembang mengenai laporan hasil keuangan pemerintah yang masih terjadi disclaimer kemudian lambat laun meningkat menjadi wajar dengan syarat, lalu harapan terakhir mestinya menjadi wajar tanpa syarat (WTP) ? entah sampai kapan posisi harapan yang terakhir ini mampu tercapai.
Kemudian adanya keinginan untuk maju (political will) dari pemerintah guna pemerataan pembangunan hingga ke berbagai daerah merupakan suatu tujuan sangat bagus hanya kembali lagi kepada aparat ?memiliki suatu peningkatan pengetahuan pada bidang akuntansi pemerintahan. Adapun bukti perhatian pemerintah terhadap kondisi ini yaitu dengan mengeluarkan kebijakan melalui UU No.17 tahun 2003, PP No.71 tahun 2010, kemudian Permendari yang baru keluar tentang keharusan menuju sistem akrual dalam pengelolaan keuangan negara. Sementara, dari lingkungan akademik masih menanggapinya dengan biasa saja, tidak secara khusus. Perhatian menonjol diberikan oleh Kemendagri, Kemenkeu, dan BPK meskipun semuanya belum optimal.

Memang segala informasi yang berkenaan dengan data porsi APBN 2015 dan penyimpangan dalam pengelolaan keuangan daerah masih bernuansa politik.

Komunita: Jika memang demikian kondisinya, Apa yang bisa dilakukan perguruan tinggi atau praktisi bidang akuntansi agar secara bertahap dapat menimbulkan kepercayaan masyarakat?

Karhi Nisjar: Idealnya memang demikian yakni diharapkan dapat bersikap peduli terhadap keadaan khawatir tersebut. Pengamatan saya secara pribadi terhadap respon yang berkembang masih mengkhawatirkan. Contohnya pada dunia perguruan tinggi, jika menginginkan perubahan mindset tentang pengelolaan/ pertanggungjawaban keuangan negara mestinya ada suatu perhatian terhadap bagaimana mutu lulusannya (SDM)

Komunita: Hal ini sebenarnya menjadi peluang bagi kalangan perguruan tinggi dalam rangka mencetak SDM yang memiliki kemampuan tersebut, di sisi lain akan memberikan pemahaman juga kepada masyarakat. Namun, mengapa respon ini seolaholah menjadi lambat? Apakah terdapat problematika di luar institusi pemerintah seperti dari Kemendagri, Kemenkeu dan BPK?

Karhi Nisjar: Problem ini mempunyai historis panjang berkenaan akuntansi pemerintahan sejak jaman kolonial dengan berpedoman kepada UU perbendaharaan negara yang merupakan bukti pertanggungjawaban keuangan secara patut. Pada saat ini, Indonesia menganut sistem keuangan secara cash basis dengan pola sederhana ? menggunakan buku kas umum dan?pembantu, lalu setiap akhir tahun anggaran dilakukan penutupan. Kemudian hasil akhir penutupan anggaran pada periode tersebut secara otomatis tidak dikumulatifkan ke periode berikutnya sehingga tidak dibuatkan pencatatan neraca tiap tahunnya. Nah, hal ini telah berjalan selama puluhan tahun yang berakibat pada lambatnya sistem informasi keuangan negara. Artinya tak ada kejelasan informasi serta kemajuan mengenai laporan keuangan negara yang dipertanggungjawabkan pada rakyat Indonesia, khususnya pada bidang kinerja keuangan negara. Sejak kejadian tersebut, pemerintah mulai berbenah, ada perhatian dan melakukan reformasi besar-besaran di bidang pengelolaan keuangan negara dengan mengeluarkan kebijakan UU No.17 tahun 2003 di atas. Jadi, waktu dan peristiwanya bukan hanya lamban akan tetapi terlalu lama dari proses panjang sejak jaman penjajahan. Akibat pemerintah mengeluarkan kebijakan undang-undang tersebut, maka terjadilah perubahan-perubahan dalam berbagai jenis kegiatan yang dipelopori oleh Kemenkeu dan BPK (pusat) dan Kemendagri (daerah). Syukur alhamdulillah yang paling jelas dampaknya yaitu setelah lahirnya PP No.71 tahun 2010 berkenaan dengan adanya standar akuntansi pemerintahan yang lebih mendekati lengkap, sekalipun hingga kini terus dilakukan perbaikan. Terdapat perbedaan antara standar akuntansi pemerintah dengan standar akuntansi bisnis. Kebanyakan dari para insan akuntansi di Indonesia sangat memperhatikan bidang bisnisnya saja daripada akuntansi pemerintah yang hanya terfokus pada kegiatan-kegiatan bersifat pemerintahan. Padahal bila diamati lebih dalam bahwa pengelolaan keuangan melalui akuntansi pemerintah mencakup jumlah kekayaan negara yang luar biasa besarnya bagi kepentingan bangsa & negara. Oleh karena itu seharusnya dilakukan perubahan mindset di kalangan pegiat akuntan dan masyarakat agar lebih memperhatikan penerapan standar akuntansi di bidang pemerintahan atau jika tidak minimal harus seimbang (antara pegiat akuntansi pemerintahan dan akuntansi bisnis) secara konkret.