Wawancara Drs. Indarsyah T , tentang Desain Komunikasi Visual

0
2,083 views
Wawancara Drs. Indarsyah T , tentang Desain Komunikasi Visual

Desain Komunikasi Visual adalah ILMU MASA DEPAN

Komunita : “Bagaimana pandangan bapak mengenai Desain Komunikasi Visual (dari awal keberadaannya

hingga muncul sebagai sebuah keilmuan tersendiri) ?”.

Drs. Indarsyah : “Perkembangan keilmuan Desain Komunikasi Visual (DKV) telah hampir 40 tahun yang lalu dan hal ini tentunya masih terlalu muda dibandingkan dengan keilmuan lainnya seperti ekonomi, sipil, kimia, biologi, matematika. Adapun cikal bakal desain merupakan keilmuan dari barat ‘follow function’ yang berarti memiliki bentuk-bentuk fungsi seperti interior, produk, komunikasi dan lainnya terkait dengan kegunaannya. Oleh karenanya DKV bisa dikategorikan pada cabang ilmu dasar komunikasi yang merupakan salah satu turunan dari anaknya komunikasi visual. Di Indonesia sendiri, DKV didirikan berkat ilmu yang dibawa oleh Prof. A.D Pirous dari ITB sepulangnya sekolah dari Amerika tahun 1972 dengan berbasis pada keilmuan seni rupa. Sementara subsistem dari rupa adalah desain yang dikaitkan dengan masalah-masalah tertentu, contohnya: masalah arsitektur & sipil yaitu desain interior, masalah industri yaitu desain produk, masalah komunikasi yaitu desain komunikasi visual. Walaupun sebenarnya desain ini sudah hampir 40 tahun didirikan, jadi memang dapat digolongkan ilmu yang cukup tua juga. Hanya saja baru dikembangkan dan ditelaah untuk menjadi sebuah ilmu pertama kalinya di ITB (Institut Teknologi Bandung). Nama atau istilah communication visual design (DKV) berbasis pada graphic design (DG) yang berkaitan dengan seni grafis (gambar) pada efek cukilan kayu, contohnya Lino”.

 

Komunita : “Perkembangan Desain Komunikasi Visual (DKV) di masa sekarang telah menghilangkan batas antar negara, bagaimana hal ini bila dikaitkan dengan era informasi & teknologi ?”.
Drs. Indarsyah : “Pada era informasi dan digitalisasi, seni grafis (graphic art) ini sangat terbantu oleh adanya berbagai perangkat lunak yang semakin canggih sebagai alat perang dagang dan komunikasi, begitu juga dengan berbagai teknologi hardwarenya. Misalnya, pengembangan komputasi, printer, interface, internet dan programmingnya sangat mendukung terjadinya era informasi terkait dengan visual. DKV mempelajari hal-hal yang bersifat iconic & semiotic, yakni mengenalkan ikon-ikon dan tanda-tanda sehingga semua orang dengan mudahnya – mampu mengetahui dan menggunakan fungsi-fungsi tombol tertentu sesuai tujuan dan keinginannya. Widyatama saja memerlukan logo sebagai lambang pada pemakaian katanya yang memiliki ciri khas tertentu agar mudah diingat orang lain, contohnya : pemakaian kata ‘UTama’ sebagai ikon Universitas Widyatama. Hingga saat ini belum ada era yang dapat menggantikan peranan informasi dan digitalisasi, bahkan pengembangan berbagai fitur dan dunia gadget malah semakin canggih. Oleh karenanya berbagai media komunikasi yang dibutuhkan manusia sangat berimplikasi pada realitas informasi yang dikemas sedemikian rupa agar dengan mudah dipahami. Berbagai pengembangan dunia komunikasi mampu diciptakan para teknolog guna menghasilkan variasi gadget tertentu. Misal : variasi handphone, variasi smartphone, variasi tab, dan lain sebagainya”.
Komunita : “Trend DKV bagi sebuah kemajuan bangsa di bidang teknologi seperti sekarang ini seperti apa menurut bapak ?”.

 

Drs. Indarsyah : “Seni maupun desain dibutuhkan apabila sebuah negara telah melangkah maju, seiring dengan semakin berkembangnya teknologi dasar. Jika kebutuhan akan mengkonsumsi makanan semakin tinggi maka bidang pertanian yang harus menjawabnya sesuai dengan ilmu dasar pertanian dan keteknikannya. Contoh, penerapan teknologi dasar lainnya adalah menghasilkan energi yang berasal dari sumber aliran air. Hal ini telah ditemukan para ahli melalui penciptaan alat teknik penerangan rumah dengan pengembangan energi listrik dari sumber air yang sedang mengalir”.

 

Komunita : “Indonesia adalah negara kaya akan budaya dan potensi sumber dayanya. Bagaimana peran dan

peluang keprofesian DKV bagi peningkatan seluruh potensi yang ada agar Indonesia dapat berkembang maju?”.

Drs. Indarsyah : “Negara ini butuh pemikiran orang-orang yang konsen di bidang DKV dengan proyeksi pencapaian 50 kali lipat percepatannya. Hingga saat ini, perkembangan keilmuannya telah menghasilkan 300 sekolah yang tersebar pada berbagai daerah. Contohnya, Prodi DKV hadir di Universitas Trisakti, Institut Kesenian Jakarta, Universitas Gunadarma, Universitas Borobudur, Universitas Widyatama, STISI Telkom, Itenas, Unpas, ITHB, Unikom, dan lain sebagainya. Seiring dengan tingginya kebutuhan akan seni & desain pada dunia kerja, maka hal ini tentunya akan menjadi daya tarik tersendiri bagi setiap orang yang mendalami serta menekuni agar senantiasa mampu berkembang dalam segala bidang. Dalam konteks era industri kreatif saat ini, sebagaimana yang terdapat pada 14 item pembahasan, 8 butir diantaranya membahas mengenai DKV baik dari sisi desainnya maupun sisi interaksi komunikasi secara visual. Imbasnya yakni mutu lulusan dan peluang dari program studi/fakultas ini hampir semuanya langsung diterima bekerja tanpa ada yang menganggur. Hingga saat ini perusahaan masih membutuhkan tenaga di bidang animasi mencapai 25.000 orang”.

 

Komunita : “Bagaimana fakultas/program studi DKV ini mampu menjadi daya tarik tersendiri bagi bapak, apakah ada visi & misi pribadi di dalam pengembangan keilmuan ini ?”.
Drs. Indarsyah : “Visi maupun misi yang belum tercapai hingga saat ini adalah membuat pemerintah paham tentang DKV. Belum satu pun usaha dari pihak pemerintah dan pihak lainnya yang mampu menempatkan profesi orang-orang DKV di instansi pendidikan nasional karena merasa belum memiliki keyakinan yang pasti. Hal inilah yang selalu menjadi hambatan sehingga didalam konteks penataan program pendidikannya pun menjadi terbata-bata dan salah kaprah. Contoh : persyaratan dalam memasuki atau mendaftar pada sekolah desain masih belum jelas dibandingkan dengan jurusan lainnya. Di masa mendatang, seiring dengan era informasi & digitalisasi – bidang DKV sangat prospektif kemajuannya. Namun karena kita berada di wilayah Indonesia yang merupakan negara berkembang maka tingkat kebutuhan akan bidang ini menjadi sekedar tambahan saja (bisa ditingkat ke-10 diantara bidang penting lainnya). Ilmu desain sebenarnya suatu bidang keilmuan yang memiliki tingkat kreatifitas tinggi, sehingga bisa dikatakan ilmu desain ini berada pada posisi disamping penguasa/raja sebagai pengambil keputusannya. Beberapa pakar di bidangnya menyebutkan bahwa ilmu ini merupakan ilmu elite bagi kalangan yang memahami secara mendalam dan mengerti akan makna sebuah seni”.

 

Komunita : “Bagaimana tantangan & mutu lulusan keprofesian DKV dibandingkan dengan jurusan lainnya yang notabene lebih spesifik dan menjanjikan dalam meraih peluang untuk bekerja ?”.

 

Drs. Indarsyah : “Terdapat dua tantangan atau perjuangan yang harus dijalankan bagi keprofesian di bidang DKV, yaitu pertama, dengan melakukan pengembangan ilmunya secara berkesinambungan dan kedua, denganmembuat orang lain menjadi paham akan keilmuan ini. Hal ini sebenarnya telah diterapkan dan dilakukan oleh pendiri Widyatama, yaitu Prof. Koesbandijah (almh.) dalam rangka mewujudkan pengembangan keilmuan DKV serta membidani keberadaanya di lingkungan Universitas Widyatama. Saya sangat mengapresiasi ibu Prof.Koesbandijah (almh.) yang dengan semangat dan kegigihannya mampu mendorong, mendukung dan menyediakan berbagai fasilitas yang dibutuhkan guna lahirnya cikal bakal keberadaan Fakultas Desain Komunikasi Visual”.

 

Komunita : “DKV merupakan cabang keilmuan yang dikatakan elite. Bagaimana prospek bidang ilmu desain ini di masa mendatang sehubungan dengan telah diadakannya studi banding (pembelajaran desain masa depan) ke negeri Belanda ?”.
Drs. Indarsyah : “studi banding ke negeri Belanda dengan mempelajari metode kurasi yakni tentang sebuah negara yang awalnya tidak memiliki apa-apa kemudian menjadi sesuatu hal baru yang memiliki segala macamnya. Contohnya, Belanda memiliki semua lukisan Raden Saleh, kemudian ribuan anting dari NTT dikoleksi dan dicatat dalam berbagai museum mereka. Kami semua beruntung sekali dapat mempelajari dan memahami makna penting dari kemewahan desain yang merupakan aset berharga tinggi atau dengan kata lain yakni aset masa depan adalah asetnya orang lain. Beragam perlengkapan dan alat transportasi kuno milik bangsa Indonesia telah berpindah ke negara lain sehingga jika ada orang Indonesia yang ingin melihat asal muasal aset kita, maka harus pergi ke negara lain. Contohnya : sepeda motor Vespa dan Norton sudah hilang dari Indonesia dan pindah ke negara Australia (beragam motor kuno yang dahulunya ada di Indonesia – sekarang telah berpindah di museum Australia). Kemudian museumnya orang Indonesia, mulai dari potongan kursi Schumacher yang merupakan desain arsiteknya Gedung Sate terdapat di museum negeri Belanda. Memang menurut saya antara science – art – technology (IPTEK) tidak dapat dipisahkan dan masing-masing diharapkan untuk saling menghargai karena saling berkesinambungan”.

 

Komunita : “Bagaimana peran DKV di Indonesia dalam rangka mendorong industri kreatif ?”.

 

Drs. Indarsyah : “Baru-baru ini saya bersama beberapa kawan lainnya mendesain sejumlah pasar di Kotamadya Bandung, baik di Cihapit, di Cihaurgeulis, di Cicadas, kemudian di Pasar Baru dengan sebutan Pasar Sae konsep pasar yang sehat – aman – endah. Pasar tradisional yang ditingkatkan kualitasnya sehingga terkesan bersih, aman dan nyaman untuk dimasuki masyarakat. Contoh lainnya, yaitu pasar tradisional Depok yang terkesan modern dengan pola interaksi tawar-menawar harga relatif terjangkau. Adapun konsep Pasar Sae yang ingin diterapkan oleh Walikota Bandung – kang Ridwan Kamil – adalah suatu pasar yang modern, nyaman dan aman dengan pembagian tingkatnya sebagai berikut : untuk lantai dasar digunakan sebagai basement lahan parkir, lantai 1 adalah pasar tradisional semi modern yang mampu dilewati kendaraan umum, lantai 2 digunakan sebagai pasar untuk kebutuhan sekunder, seperti toko batik dan perlengkapan lain. Kemudian lantai berikutnya bisa dipakai sebagai tempat tinggal (rusunawa). Sehingga konsep pasar tersebut memiliki konsumen yang tetap (captive market) tanpa harus keluar dari area tempat tinggal. Industri kreatif itu – permasalahannya – sangat kontradiktif dengan industrialisasi, jika pengertian dari industrialisasi yaitu proses penciptaan/produksi barang berdasarkan pada jumlah inputnya (1 produksi menghasilkan 1 barang) sementara kalo industri kreatif yakni dengan jumlah input tertentu mampu menghasilkan beragam output yang bersifat unik (1 produksi menghasilkan banyak barang). Oleh karenanya kita harus mulai berfikir kreatif dengan mencari hal-hal baru yang ada di sekeliling guna memberikan kemaslahatan bagi masyarakat”.

Komunita : “Berdasarkan penjelasan bapak mengenai kemajuan bidang desain serta semakin bertambahnya
minat dan kebutuhan akan DKV, apakah kira-kira Indonesia yang kaya budaya ini memiliki potensi untuk berkembang dan dijadikan kiblat DKV ?”.

 

Drs. Indarsyah : “Dikarenakan graphic itu memiliki subsistem yang lumayan banyak, maka tentunya sangat kompleks dan mendalam untuk dipahami. Di antara subsistem dari DKV itu sendiri ada 3 pilihan, yakni : iklan, multimedia dan desain grafis. Sementara awal mula keilmuan graphic ini berasal dari luar negeri yang notabene sudah sangat advanced (ahli) di bidangnya, maka masih jauh sekali kalau Indonesia dikatakan sebagai kiblatnya DKV. Dari sisi teknologi pun banyak diciptakan dan dihasilkan negara barat, contoh: Amerika, Jepang, cina, dan lain sebagainya. Paling tidak Indonesia dapat menciptakan industri kreatif di bidang DKV ini dengan cara mengantisipasi semua kebutuhan rakyat guna meningkatkan nilai kekreatifitasannya”.

 

Komunita : “Dalam bidang desain terdapat sarana komunikasi yang merupakan audience setempat. Bagaimana pandangan bapak terhadap produk dari para desainer dengan mengkombinasikan sisi komunikasi agar mampu memahami audience dan hasilnya laku di pasaran?”.

 

Dr. Indarsyah : “Seni graphic itu memang harus melalui riset yang telah diteliti secara mendalam, jadi tanpa riset pun belum tentu hasil desainnya dapat diterima masyarakat. Teorinya Prof. Primadi Tabrani menyebutkan bahwa terdapat 3(tiga) kutub yang mendasari proses riset dari desain, yakni : Goodness – Correctness – Fitness. Artinya sesuatu yang bagus itu harus benar, kemudian yang benar dan bagus harus memiliki keserasian. Berdasarkan pemahaman teori tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa segala sesuatu yang benar itu belum tentu bagus, dan yang bagus itu pula belum tentu memiliki kebenaran. Jadi jangan memaksakan pula jika terdapat barang yang hebat dan istimewa dapat diterima produknya di mata masyarakat. Dalam konteks mengelola keilmuan desain dan seni rupa, semua pihak yang berkepentingan dan konsen di bidangnya harus lebih strategis lagi dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakannya, meskipun hingga saat ini negara belum memfasilitasi secara maksimal”.

 

Komunita : “Perjalanan panjang dari sebuah keilmuan desain dan komunikasi yang telah dilalui selama 40 tahun tentunya memiliki lika-liku tersendiri. Bagaimana harapan bapak terhadap perkembangan pendidikan DKV di Indonesia ?”.

Drs. Indarsyah : “Saya berharap agar kurikulum yang diajarkannya bisa dirubah sehingga memiliki spesifikasi dan spesialisasi tersendiri guna mempersiapkan mutu lulusan yang kompeten dan profesional. Beberapa pengalaman riset yang pernah saya lakukan bersama dosen manajemen Universitas Widyatama mengenai pentingnya ilmu manajemen dalam rangka mensinergikan hasil-hasil produk desain untuk dikelola secara efisien agar memiliki nilai guna ekonomis di masyarakat. Statement terakhir saya menyatakan bahwa ilmu masa depan berada pada bidang DKV, hal ini tentunya didukung juga oleh sarana ilmu pengetahuan dan teknologi yang handal”. (abdrjk).
Drs. Indarsyah – Pakar dan Praktisi DKV, dosen FDKV – ITB dan Universitas Widyatama.

 

Indarsjah Tirtawidjaja

Visual Communication Designer, As a Lecturer at VCD program in ITB, and starting to be an entrepreneur right now. Anggota KK.KVMM – FSRD ITB.

1976: Kini Perancang Grafis/Logo/Corporate Identity/Branding

1985: Perancang Grafis Paviliun Indonesia – Tsukuba Expo

1987: Job Training di Belanda (Dumbar & Staatsdruken)

1989: Sekretaris Jurusan Desain FSRD ITB

1992: Ketua Jurusan Desain FSRD ITB

1992: Koordinator Pembina PTS Desain (Trisakti/Itenas/Unpas/STISI/STDI/Asesor UNS Solo)

1992: Tim Pendiri FSRD – Itenas (ex officio)

1995: Pendiri Sekolah Desain Grafis Nice – Bandung

1995: Wakil Dekan III FSRD ITB

1998: Ketua Program Studi DKV FSRD ITB

1999: Pendiri Sekolah Tinggi DKV – Universitas Widyatama 1994: Comparative Study di 4 PT di Belanda – atas undangan WVC Netherlands – Jan van Thom (Jan van Eijk/Utrect/Minerva/Scan Design)

2000: Pendiri FSRD – Universitas ARS – Bandung

2001: Penggagas Sekolah Poliseni Yogyakarta

2001: Tim Grafis – Riset Public Building – Singapore

2001: Wakil Dekan II FSRD ITB

2001: Ketua Promosi Ipteks – ITB

2002: Pendiri Graphic Course Shortcut – Bandung 2005: Dekan Fakultas DKV – Universitas Widyatama

2008: Tim Penyusun Kurikulum UPJ – Jakarta

(http://dgi-indonesia.com/indarsjah-tirtawidjaja/).