MENCARI AKUNTABILITAS DAN INOVASI DI PERGURUAN TINGGI

0
814 views

Kewirausahaan atau entrepreneurship merupakan tujuan dari beberapa negara untuk memakmurkan negaranya. Jiwa-jiwa kewirausahaan banyak dimiliki oleh negara yang sudah maju, bahkan Amerika Serikat telah memberikan materi kuliah kewirausahaan sejak tahun 1945, pasca Perang Dunia II. Sedangkan sebagai bandingan negara kita baru beberapa tahun ini membuka mata kuliah kewirausahaan untuk mahasiswanya. Padahal Indonesia belum mencapai 2% jumlah wirausahawan, sedangkan negara lain telah mencapai lebih dari 25%.
Banyak yayasan atau institusi yang berusaha memberi bantuan beasiswa dan dukungan pada perguruan tingginya. Bahkan banyak karya di perguruan tinggi yang membantu perkembangan sebuah masyarakat kewirausahaan, dari menawarkan mahasiswa kesempatan mempelajari kewirausahaan untuk meluruskan proses dimana penelitian di kampus dikomersialisasikan.
Tetapi yayasan atau institusi juga percaya akan pentingnya melihat perspektif lebih luas pada pendekatan inovasi di perguruan tinggi. Terutama sekali untuk gagasan baru tentang potensi menaikkan kemampuan mahasiswa dalam rangka meningkatkan sumberdaya manusia yang sangat kuat dihubungkan dengan kewirausahaan serta pertumbuhan ekonomi.
Untuk itu, kita perlu menggali secara mendalam sebuah pertanyaan mendasar: Bagaimana mengukur berapa banyak perolehan sebenarnya mahasiswa belajar di perguruan tinggi? Kedengarannya ini seperti pertanyaan sederhana, tetapi jawaban yang keluar secara mengejutkan sukar untuk dipahami. Bagi orangtua pada umumnya mencari pendidikan berkualitas tinggi?untuk anak-anaknya, menyaring dengan menuntut kompetisi yang dibuat oleh institusi pendidikan berbeda tidak selalu mencerahkan mereka.
Panduan konsumen yang dalam beberapa tahun ini telah membocorkan atau lebih sering memberikan data dasar yang bermanfaat bagi mahasiswa dan keluarga. Tetapi justifikasi mereka tentang kualitas pendidikan masih saja sangat kontroversial. Utamanya mereka terhambat oleh keterbatasan informasi berkualitas tinggi pada hasil pembelajaran mahasiswa di perguruan tinggi.

kita perlu menggali secara mendalam sebuah pertanyaan mendasar: Bagaimana mengukur berapa banyak perolehan sebenarnya mahasiswa belajar di perguruan tinggi?

Baru seperempat abad setelah kemerdekaan ada pembaruan perhatian di sektor pendidikan dasar dan menengah Indonesia. Sekarang era Kurikulum 2013 (K-13) digalakkan tapi di-pending lagi walau belum tuntas dalam terapan.
Di pendidikan tinggi, sebaiknya pemerintah tidak pernah membiarkan peserta didik tertinggal jauh. Sebagaimana kita ketahui bahwa era di perguruan tinggi saat ini memasuki usia akuntabilitas. Tetapi bagaimana hal itu seharusnya terjadi? Pemimpin universitas menunjukkan sangat benar, bahwa sistim pendidikan tinggi kita berhasil dengan banyak ukuran.
Perguruan-perguruan tinggi waspada dari intervensi pemerintah ? terutama pembuat kebijakan. Jika tidak ada kenaikan interest dalam menggerakkan informasi akurat dan bermanfaat pada jenis pembelajaran apa yang terjadi di kampus, serta jumlah pertumbuhan perguruan tinggi yang menatap masa depan dengan mengambil percobaan sendiri terhadap pendekatan baru untuk mengukur pembelajaran mahasiswa.
Database pemerintah yang memilah gambaran dari kelulusan perguruan tinggi juga mempunyai banyak kekurangan. Mereka tidak ramah konsumen, dan mereka kurang informasi tentang luas katagori mahasiswa, membiarkan mahasiswa sendiri belajar berapa banyak sebelum sarjana.
Tidak heran pembuat keputusan dan konsumen seperti lapar akan informasi di mana sekolah tinggi dan universitas yang efektif dalam pengelolaan kualitas pendidikan tinggi. Hampir setiap satu atau dua minggu, nampak artikel berita dan laporan pemikir menggambarkan inisiatif baru tertuju kepada Dirjen Dikti untuk lebih transparan dan akuntabel. Pemerintah memang perlu memberikan usaha tambahan pembaruan untuk wilayah akses, usaha, kualitas dan akuntabilitas pendidikan.

Pencarian Ukuran yang Tepat
Dalam tahun-tahun terakhir ini, beberapa inovasi pendekatan mulai sebagai pilihan keberadaan peringkat perguruan tinggi yang benar-benar menjadi industri global. Tidak hanya peringkat khusus negara yang lebih dari lusinan suku bangsa, tetapi juga perbandingan antar negara.