ART THERAPY CENTER WIDYATAMA menjadi Wadah Sharing Orang Tua

0
594 views
Sharing Orang Tua Dan Masyarakat Peduli Disabilitas

ART THERAPY CENTER WIDYATAMA menjadi Wadah Sharing Orang Tua Dan Masyarakat Peduli Disabilitas

Di latar belakangi oleh kebutuhan sekelompok orang tua guna mempersatukan diri dalam menghadapi masalah disabilitas yang disandang oleh anak mereka dan upaya pemerintah untuk mengimplementasikan amanah perundang-undangan tentang Kecacatan dan Perlindungan anak dalam memberikan kesamaan kesempatan pada penyandang disabilitas, hal ini pula yang telah menjadi dasar pemikiran Dr. Anne Nurfarina, S.Sn., M.Sn untuk membentuk pendidikan alternatif yang mengacu pada sistem pelatihan kerja bagi penyandag disabilitas berbasis desain grafis. Lembaga ini didirikan oleh Yayasan Widyatama sesuai dengan amanah pendiri yayasan Prof. Koesbandijah untuk selalu peduli pada pendidikan anak bangsa termasuk penyandang disabilitas.

Sharing Orang Tua Dan Masyarakat Peduli Disabilitas

Para Orang tua anak penyandang disabilitas menghadapi persoalan tersendiri dalam mendidik dan membesarkan anak-anak mereka jika pola asuhnya salah maka masa depan anak-anak mereka tidak akan terarah. Penyandang disabilitas tidak hanya akan menjadi masalah bagi dirinya sendiri, namun merupakan permasalah bagi orang tua dan masyarakat, yakni ketidak berfungsian sosial keluraga dan lingkungan, serta perlakuan yang salah terhadap penyandang disabilitas tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari penyandang disabilitas mengalami hambatan dalam fungsi sosialnya, maka perlu dibangun kemandirian behavior atau kebiasaan sehari-hari. Dalam hal ini orang tua atau keluarga mempunyai peranan yang sangat penting, oleh karenanya perlu dimiliki pemahaman bagaimana mengatasi permasalahan sosial, sikap dan prilaku yang mendukung tercapainya kemandirian dan kesejahteraan sosial penyandang disabilitas.

 

Masalah lain yang muncul di masyarakat terkait penyandang disabilitas khususnya di Jawa Barat adalah banyaknya komunitas yang didirikan oleh Orang tua penyandang disabilitas dengan status sosial ekonomi yang beragam ini membuat gap seluruh penyandang disabilitas yang seharusnya bergerak bersama-sama untuk mengusung hak atas kesamaan dan kesetaraan. Pemicu gap ini diantaranya adalah krisis ekonomi sehingga bagi keluarga yang tidak mampu persoalan anak disabilitas cenderung diabaikan hal ini berdampak terhadap pola rehabilitasi sosial penyandang disabilitas. Karena itu perlu upaya untuk menumbuh kembangkan rasa kepedulian dan kesadaran keluaraga serta masyarakat agar masyarakat senantiasa memperhatikann hak-hak penyandang disabilitas sebagai mana manusia pada umumnya melalui pembinaan kemandirian hidup mereka. Adapula Deskriminasi masyarakat berdasarkan disabilitas berarti setiap perbedaan, pengecualian, atau pembatasan atas dasar disabilitas yang dimaksud atau berdampak membatasi atau meniadakan pengakuan, penikmatan, pelaksanaan, atas dasar kesetaraan terhadap semua hak asasi manusia dalam bidang politik, sosial, ekonomi, kebudayaan, sipil dll. Hal ini mencakup semua bentuk deskriminasi masyarakat termasuk penolakan atas pemberian akomodasi yang beralasan dimana para orang tua penyandang disabilitas sangat sensitif akan deskriminasi atas putra-putrinya dengan para masyarakat pada umumnya.

 

Pemerintah telah berupaya dalam meningkatkan kesejahteraan sosial penyandang disabilitas adalah merupakan bagian dari pembangunan bidang kesejahteraan sosial sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang disabilitas, Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang disabilitas, Konvensi Penyandang disabilitas dan Peraturan-Peraturan terkait lainnya. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa penyandang disabilitas mempunyai hak dan kedudukan yang sama seperti warga Indonesia lainnya. Hak-hak dimaksud antara lain adalah hak hidup dan berpartisipasi dalam pembangunan secara layak sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dan hak untuk mendapatkan perlindungan dari adanya perlakuan diskriminasi.

 

Ketika mendapatkan kecaman dan deskriminasi dari masyarakat luas pada pertama kali orang tua mengetahui bahwa buah hati mereka cacat pun, tidak sedikit orang tua yang merasa tidak dapat menerima kenyataan serta tidak siap untuk membesarkan dan membimbing anaknya. Namun hal ini dapat dihindari apabila orang tua menyadari dan mau merubah pandangan bahwa memiliki anak penyandang disabilitas adalah bukan merupakan aib bagi keluarga, tetapi merupakan titipan dari Tuhan yang sangat berharga dan senantiasa perlu dijaga, dibimbing serta diberdayakan. Para orang tua yang mempunyai anak penyandang disabilitas perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap kondisi anaknya sehingga mereka dapat bertindak dan berbuat dengan tepat terhadap anaknya dalam keluarga dan lingkungan sosialnya, serta dapat mendorong / memotifasi putra-putrinya yang menyandang disabilitas untuk meningkatkan kemauan, kemampuan dan keterampilan yang memadai baik secara individu, berkelompok maupun bersama unsur masyarakat yang lain.

 

Berdasarkan hal tersebut bahwa penyandang cacat mental sesungguhnya dapat berprestasi bila dilatih dan dididik serta di bimbing dengan penuh kesabaran dan ketelatenan. Oleh sebab itu, diharapkan para orangtua dan keluarga yang mempunyai anak penyandang disabilitas janganlah merasa sebagai anggota masyarakat yang termarjinalkan dan menutup diri dari pergaulan. Begitu juga masyarakat diharapkan bersama-sama peduli dan memberikan perhatian yang serius terhadap permasalahan sosial yang dialami oleh para penyandang cacat mental saat ini. Peran orang tua dan keluarga yang mempunyai anak cacat mental akan memiliki makna dan manfaat yang penting apabila ada komitmen bersama dengan sektor terkait baik dari pihak pemerintah maupun swasta untuk memberdayakan.

 

Lembaga pelatihan kerja yang didirikan oleh Dr. Anne Nurfarina, S.Sn., M.Sn dibawah Yayasan Widyatama menjadi wadah dan tempat pembinaan pendidikan alternatif berbasis seni dan desain bagi penyandang disabilitas. Upaya ini dilakukan untuk membangun kemampuan spiritual, budaya, sosial, yang dikemas dengan pemahaman bisnis yakni menjadi creativepreneur siswa dilatih untuk bisa menjadi pribadi yang siap untuk mandiri secara finansial. Disamping anak penyandang disabilitas lembaga ini memfasilitasi komunikasi antar orang tua penyandang disabilitas dengan pemerintah dan masyarakat umum dipayungi oleh Persatuan Orang Tua Dan Pemerhati Penyandang Disabilitas Indonesia DPW Jawa Barat (PORTADIN) dimana Dr. Anne Nurfarina, S.Sn., M.Sn menjadi ketuanya.