Di tengah kesibukannya selaku Dekan FDKV dan Ketua Art Therapy Center Widyatama, Dr. Anne Nurfarina meluangkan waktu berbincang dengan majalah Komunita seputar bidang studi dan praktis desain komunikasi visual/DKV. Dikatakannya, perkembangan DKV seiring dengan perkembangan teknologi. Sehingga trendnya sering berubah, khususnya dalam rana teknis. Namun, yang selalu menjadi isue adalah local value, karena persaingan yang ketat secara global mendorong para kreatif untuk memunculkan kekhasan budaya bangsanya baik dari aspek sosial, budaya, dll.
Indonesia adalah negara multi kultur, kekayaan budayanya menjadi satu kelebihan yang sudah seharusnya dijaga dan dipublikasikan di level internasional. Sayangnya, kreator kita khususnya generasi muda lebih tertarik pada budaya bangsa lain yang sedang trend pada masanya. Budaya Jepang, Korea dan negara Eropa paling dominan pengaruhnya. Sehingga pernah ada masa film kartun Upin Ipin cukup mengagetkan para kreatif Indonesia karena kesuksesannya, menembus pasar nasional dan diminati penonton Indonesia. Yang diangkat adalah budaya lokal Melayu khas Malaysia, baik karakter, logat dan cara berpakaian. Sederhana namun menyentuh simpati
Dan yang lebih mengagetkan adalah salah satu tim kreatifnya adalah siswa dari Indonesia yang belajar di sana. Begitu juga film sukses bertaraf internasional lainnya, seperti Tintin dan Avatar yang menembus box office.
Ternyata, salah satu tim kreatifnya adalah putera puteri dari Indonesia. Hal ini menunjukkan, potensi anak bangsa tidak kalah bersaing, hanya kesadaran potensi kelokalannya yang masih minim dan tidak menjadikannya sebagai peluang di industri kreatif Indonesia. Perlu menjadi pertimbangan mendasar karena Indonesia di tahun 2015 mendatang akan menghadapi ASEAN Free Trade Area (AFTA), sehingga dapat dibayangkan persaingan tidak hanya sesama warga Indonesia, namun juga pendatang dari luar negeri seperti India, Thailand dll.
JENJANG PENDIDIKAN
Menyinggung jenjang pendidikan tinggi DKV, Dr. Anne menggambarkan bahwa: dalam sistem pendidikan nasional sudah jelas ada pendidikan professional stream dan academic stream (meminjam istilah A.D. Pirous) atau istilah mudahnya pendidikan berbasis industri dan pendidikan berbasis wacana. Penyeleng- gara pendidikan tinggi DKV dalam memasarkan produknya menjanjikan lulusan sarjana S-1 yang siap pakai di industri. Sehingga mentalitas teknisi memang mendominasi pola pikir siswanya. Padahal untuk level D4 setara S1 seharusnya wajib pula dibangun kekuatan seorang konseptor berbasis analisis baik data atau teotritik. D4 khususnya, mahasiswa harus mempunyai kekuatan tersebut. Tidak hanya menitikberatkan pada kemampuan penguasaan software dan hardware saja, juga harusmenguasai konsep ide kreatif dan mampu menjelaskannya secara argumentatif. Itulah sasaran yang disiapkan FDKV Universitas Widyatama.
Pertumbuhan Pendidikan DKV tersebut tidak lepas dari perkembangan teknologi, media informasi, maupun gaya hidup. Hampir semua sektor seperti : konsumsi, hiburan, media, infrastruktur, properti, keuangan pendidikan dan sebagainya membutuhkan sentuhan desainer komunikasi visual. Fenomena ini yang membuka peluang tumbuhnya profesi-profesi baru terkait dengan DKV yang pada akhirnya meningkatkan permintaan akan jasa pendidikan DKV. Bahkan, Drs. Indarsah T. pakar DKV baru-baru ini menyebutkan: perkembangan keilmuan DKV telah
menghasilkan 300 sekolah yang tersebar pada berbagai daerah. Contohnya, Prodi DKV hadir di Universitas Trisakti, Institut Kesenian Jakarta, Universitas Gunadarma, Universitas Borobudur, Universitas Widyatama, STISI Telkom, Itenas, Unpas, ITHB, Unikom, dan lain sebagainya. Seiring dengan tingginya kebutuhan akan seni & desain pada
dunia kerja, maka hal ini tentunya akan menjadi daya tarik tersendiri bagi setiap orang yang mendalami serta menekuni agar senantiasa mampu berkembang dalam segala bidang.
Dalam konteks era industri kreatif saat ini, sebagaimana yang terdapat pada 14 item pembahasan, 8 butir diantaranya membahas mengenai DKV baik dari sisi desainnya maupun sisi interaksi komunikasi secara visual. Imbasnya yakni mutu lulusan dan peluang dari program studi/fakultas ini hampir semuanya langsung diterima bekerja tanpa ada yang menganggur. Hingga saat ini perusahaan masih membutuhkan tenaga di bidang animasi mencapai 25.000 orang. Negara ini butuh pemikiran orang-orang yang konsen di bidang DKV dengan proyeksi pencapaian 50 kali lipat percepatannya.
Menurut Dr. Anne, kondisi ini belum sepenuhnya dipahami masyarakat, sehingga banyak kasus calon mahasiswa yang dilarang kuliah pada jurusan ini karena ketidak pahaman orang tua mereka. Padahal, job opportunity industri di bidang ini luar biasa besar, media cetak dan media eletronikberkembang sangat pesat dalam skala nasional atau internasional.