Sarjana sebagai keluaran perguruan tinggi alih-alih bisa bersaing mengisi dan menciptakan lapangan kerja, sebaliknya justru cenderung meningkatkan jumlah penganggur terdidik. Jumlah penganggur saat ini mencapai 7,17 juta orang. Sebuah ironi bagi daya saing lulusan perguruan tinggi, bila dalam tahun 2015 ketika dimulai perdagangan bebas ASEAN/ ASEAN Economic Communities yang membuka secara luas perdagangan dan lalu lintas orang tanpa pembatasan. Maka tenaga kerja asing dengan berbagai profesi yang dimiliki bakal meramaikan pasar kerja di Indonesia. Bahkan dalam beberapa bidang pekerjaan bakal terancam didominasi tenaga kerja asing. Pasalnya, Indonesia kekurangan tenaga kerja berkeahlian khusus. Sejak 20 tahun lalu bidang studi favorit di kalangan pelajar masih belum berubah. Empat bidang studi yang menjadi favorit ialah bisnis manajemen, kedokteran, arsitektur dan Informasi Teknologi (IT). Kondisi ini menyebabkan, langkanya tenaga ahli di bidang lain sehingga tenaga kerja Indonesia kurang kompetitif. Jika lulusan Indonesia masih berkutat di empat bidang studi tersebut maka posisi-posisi unik dan strategis akan dikuasai oleh pekerja asing. Banyak bidang-bidang studi strategis yang belum diminati kalangan pelajar. Misalnya, farmasi sains, tehnik farmasi, kuliner, agrikultur dan lifestyle. (Trobe University – Ina Liem). Ilustrasi di atas menunjukkan kekurang jelian kita. Atau pertanyaannya Ada apa dengan perguruan tinggi kita yang merupakan terminal terakhir pendidikan mahasiswa sebelum terjun ke dunia kerja ? Selanjutnya ada apa dengan pengambil kebijakan pendidikan tinggi ? Perguruan tinggi seharusnya cerdas dalam mengembangkan ragam bidang studi strategis sejalan dengan dinamika perkembangan masyarakat, sekaligus meningkatkan kualitas lulusannya sehingga menghasilkan tenaga kerja yang mampu bersaing, baik di dalam negeri maupun intra-ASEAN. Demikian pula para pengambil kebijakan pendidikan tinggi. Pekerjaan ini memang bukan sesuatu yang mudah, karena memerlukan cetak biru sistem pendidikan secara menyeluruh serta sertifikasi berbagai profesi terkait. Sehingga mampu menciptakan Linking Education to Economy. PTS dengan jumlah 3.019 dan 2.2 juta mahasiswa, didera keterbatasan sumber daya, serta kurangnya pembinaan dari pemerintah tentunya menghadapi permasalahan besar dalam meningkatkan kualitas diri dan lulusan. Untuk itu, kami mencoba menggali informasi kebijakan, pemikiran dan upaya yang dilakukan pemerintah (via Kopertis), APTISI dan AB PTSI sebagai lembaga yang selayaknya mengambil peran di area masing-masing. Tulisan ini kami sajikan dalam KOMUNITA edisi #9 dengan tema Kualitas (=Akreditasi) PTS. KOMUNITA juga menyajikan rubrik lain seputar pendidikan tinggi, perbankan, info kualitas & akreditasi yang merupakan olah pikir civitas academica terkait dengan profesi masing-masing menyikapi masalah dari pandangan akademis dan kemasyarakatan. Selain itu kami sajikan tulisan rehat berupa aktivitas Widyatama, profil, lifestyle yang bisa kita simak bersama. Semoga upaya kami dapat mendorongkan etos kerja kita sebagai insan-insan yang kreatif dan inovatif. Vivat Widyatama, Vivat Civitas Academica, Vivat Indonesia dan Nusantara tercinta. Redaksi – Lili Irahali |