Green Curriculum: Solusi Pendidikan, Mencetak Pemimpin Ekologis Masa Depan di Era Inovasi Berkelanjutan

0
10 views

Muhammad Rozahi Istambul, S.Kom.,M.T.,GRCE.

(Dosen Program Studi Sistem Informasi)

 

Green Curriculum, atau Kurikulum Hijau, bukan sekadar menambahkan materi lingkungan dalam kurikulum, tetapi menuntut perubahan menyeluruh dalam pendekatan pendidikan. Kurikulum ini mengintegrasikan isu-isu lingkungan dan keberlanjutan ke dalam berbagai disiplin ilmu, dari sains hingga humaniora, untuk menciptakan generasi yang lebih sadar akan tantangan global. Sebagai contoh, dalam program studi teknik, mahasiswa bisa belajar mengenai inovasi energi terbarukan seperti panel surya atau turbin angin. Sementara, mahasiswa ekonomi dapat mempelajari konsep ekonomi hijau dan model bisnis berkelanjutan. Pembelajaran tidak lagi terbatas pada teori, tetapi lebih berfokus pada praktik dan solusi nyata untuk masalah lingkungan.

Pedoman UNESCO, Green Curriculum menargetkan agar pada tahun 2030, mayoritas negara-negara di dunia memasukkan perubahan iklim sebagai komponen inti dalam kurikulum mereka (Transforming Education Summit 2022). Perguruan tinggi memainkan peran penting dalam mencapai target ini dengan menyusun kurikulum yang tidak hanya membahas ilmu pengetahuan tentang iklim, tetapi juga etika lingkungan, keadilan iklim, dan solusi sosial terhadap masalah lingkungan global.

Pentingnya Pendidikan untuk Aksi Iklim

Isu perubahan iklim tidak dapat ditangani hanya dengan pendekatan akademis yang sempit. Perguruan tinggi perlu mengembangkan kurikulum yang menekankan keterampilan berpikir kritis dan kemampuan untuk beraksi. Green Curriculum dirancang untuk mengajarkan mahasiswa tidak hanya memahami pemahaman teoretis tentang perubahan iklim, tetapi juga cara mengambil tindakan nyata dalam mitigasi dan adaptasi iklim. Contoh, dalam studi interdisipliner, mahasiswa dari program studi sains dapat berkolaborasi dengan mahasiswa dari bidang sosial untuk mengembangkan solusi terhadap masalah perubahan iklim di komunitas mereka. Proyek ini tidak hanya mendidik mahasiswa tentang tantangan ilmiah, tetapi juga melibatkan mereka dalam aksi langsung, seperti pembuatan sistem pengelolaan limbah berkelanjutan di masyarakat lokal atau kampus.

Panduan dalam UNESCO, pendidikan untuk aksi iklim harus mengintegrasikan pendekatan lintas disiplin yang melibatkan aspek kognitif, sosial-emosional, dan perilaku mahasiswa. Ini berarti mahasiswa harus dilatih untuk memahami dampak iklim dari perspektif ilmiah, tetapi juga dibimbing untuk mengembangkan empati sosial dan keterampilan komunikasi yang diperlukan untuk mempengaruhi perubahan dalam komunitas mereka.

Relevansi Green Curriculum dalam Pendidikan Tinggi

            Dua relevansi perlu menjadi perhatian pendidikan tinggi, yakni: perubahan iklim dan tantangan global, dan permintaan global untuk keberlanjutan.

Pertama, Perubahan iklim dan tantangan global. Perubahan iklim adalah fenomena yang paling signifikan di abad ini, dengan konsekuensi mencakup kenaikan suhu global, pencairan es di kutub, peningkatan permukaan laut, dan kerusakan ekosistem yang tak terhitung. Fenomena ini menyebabkan cuaca ekstrem yang lebih sering terjadi, seperti badai, banjir, dan kekeringan, yang mengancam keberlanjutan hidup manusia serta spesies lainnya. Dalam konteks ini, Green Curriculum sangat penting karena menawarkan pendekatan berbasis ilmu pengetahuan dan solusi praktis untuk memahami serta mengatasi masalah lingkungan. Pada perguruan tinggi, Green Curriculum mengintegrasikan isu-isu keberlanjutan ke dalam setiap aspek pembelajaran. Mahasiswa tidak hanya belajar teori tentang perubahan iklim, tetapi juga dilatih untuk berpikir kritis, berempati terhadap lingkungan, dan mampu merancang solusi nyata yang relevan. Misalnya, mahasiswa teknik dapat belajar tentang konstruksi bangunan berkelanjutan yang hemat energi, sementara mahasiswa ekonomi dapat mempelajari model bisnis berbasis ekonomi sirkular yang ramah lingkungan. Studi ilmiah menunjukkan bahwa integrasi pendidikan keberlanjutan mampu meningkatkan kesadaran mahasiswa terhadap masalah lingkungan dan memperkuat komitmen mereka dalam mencari solusi praktis. Salah satu penelitian dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada tahun 2022 mengungkap, bahwa penerapan kurikulum hijau di tingkat pendidikan tinggi meningkatkan keterlibatan mahasiswa dalam proyek-proyek sosial berbasis lingkungan hingga 30% dibandingkan kurikulum tradisional.

Kedfua, Permintaan global untuk keberlanjutan. Dunia saat ini menghadapi permintaan yang semakin besar untuk beralih ke ekonomi hijau, di mana praktik industri dan konsumsi diarahkan pada keberlanjutan dan pengurangan jejak karbon. Perjanjian global seperti Paris Agreement dan Sustainable Development Goals (SDGs) menggarisbawahi pentingnya tindakan cepat untuk menurunkan emisi karbon. SDGs butir 13, misalnya, secara khusus menyerukan tindakan terhadap perubahan iklim, menekankan pentingnya peran semua sektor, termasuk pendidikan tinggi, untuk mempersiapkan generasi muda yang akan memimpin transisi ini. Dalam hal ini, Green Curriculum memainkan peran penting. Mahasiswa lulusan dari perguruan tinggi yang menerapkan kurikulum ini akan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih komprehensif untuk menjawab tantangan global ini. Mereka tidak hanya belajar tentang prinsip keberlanjutan, tetapi juga bagaimana menerapkannya dalam berbagai konteks profesional, baik itu di industri, pemerintahan, maupun komunitas lokal. Menurut The Future of Jobs Report 2023 menunjukkan bahwa hampir seperempat pekerjaan (23%) diperkirakan akan berubah dalam lima tahun ke depan melalui pertumbuhan 10,2% dan penurunan 12,3%. Perguruan tinggi memiliki peran sentral dalam mempersiapkan tenaga kerja ini melalui pendidikan yang memprioritaskan keberlanjutan, terutama dalam bidang energi terbarukan, pertanian berkelanjutan, dan transportasi ramah lingkungan.

Implementasi Green Curriculum di Perguruan Tinggi

Untuk mengimplementasikan Green Curriculum secara efektif, perguruan tinggi harus mengambil beberapa langkah penting. Pertama, revisi kurikulum yang ada diperlukan untuk memasukkan elemen-elemen keberlanjutan ke dalam semua disiplin ilmu. Hal ini dapat dilakukan melalui pembelajaran berbasis proyek yang melibatkan mahasiswa dalam mengatasi masalah lingkungan nyata di sekitar mereka. Misal, program studi teknik dapat merancang proyek yang berfokus pada pengembangan energi terbarukan di kampus, sementara mahasiswa ilmu sosial dapat mempelajari dampak kebijakan lingkungan terhadap masyarakat setempat. Langkah ini memungkinkan mahasiswa mengembangkan keterampilan lintas disiplin yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah keberlanjutan yang kompleks. Kedua, penting bagi perguruan tinggi memberikan pelatihan khusus kepada dosen agar mereka mampu mengintegrasikan prinsip-prinsip keberlanjutan ke dalam pengajaran sehari-hari. Dosen harus dilatih untuk menggunakan teknologi dan pendekatan interdisipliner dalam mengajar, serta melibatkan mahasiswa secara aktif dalam diskusi dan proyek yang berkaitan dengan isu lingkungan.

Ketiga, langkah nyata perguruan tinggi juga dapat memulai dari tindakan kecil untuk menerapkan prinsip keberlanjutan di lingkungan kampus. Beberapa langkah nyata yang dapat diambil antara lain:

  1. Pengurangan sampah dan daur ulang: menerapkan kebijakan pengurangan sampah dengan menyediakan tempat sampah terpisah untuk limbah organik, plastik, dan kertas di seluruh kampus, serta mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.
  2. Pemanfaatan energi terbarukan: pemasangan panel surya atau lampu tenaga surya di kampus untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
  3. Program penghijauan kampus: menggalakkan program penanaman pohon di sekitar kampus, menciptakan ruang hijau yang dapat digunakan sebagai laboratorium hidup bagi mahasiswa.
  4. Pelatihan dan proyek keberlanjutan: mengadakan pelatihan wajib atau pilihan mengenai perubahan iklim, energi terbarukan, atau pembangunan berkelanjutan untuk semua mahasiswa, terlepas dari jurusannya.
  5. Audit lingkungan: melibatkan mahasiswa, dosen, dan staf dalam audit lingkungan untuk menilai jejak karbon kampus dan menyusun rencana aksi untuk mengurangi penggunaan energi dan sumber daya lainnya secara efisien.

Melalui langkah-langkah ini, perguruan tinggi dapat menjadi laboratorium hidup yang tidak hanya mengajarkan teori keberlanjutan, tetapi juga menerapkannya dalam praktik sehari-hari.

Skenario Ketika Green Curriculum Tidak Diterapkan

            Merujuk uraian di atas sedikitnya kita bisa menggambarkan skenario yang mungkin terjadi, ketika Green Curriculum tidak kita terapkan. Pertama, Lulusan yang tidak siap menghadapi tantangan global. Tanpa Green Curriculum, mahasiswa berisiko lulus dengan pemahaman yang terbatas mengenai isu-isu lingkungan dan keberlanjutan. Hal ini dapat mengakibatkan generasi lulusan yang tidak siap menghadapi tantangan besar seperti perubahan iklim. Sebagai contoh, lulusan teknik sipil yang hanya diajarkan metode pembangunan konvensional mungkin akan mengabaikan aspek-aspek penting seperti efisiensi energi, dampak karbon, dan bahan bangunan ramah lingkungan. Penelitian menunjukkan bahwa lulusan yang tidak memiliki pendidikan keberlanjutan cenderung membuat keputusan yang kurang mempertimbangkan dampak lingkungan jangka panjang (Nousheen et al., 2019). Dalam dunia yang semakin terhubung secara global, keputusan yang tidak berkelanjutan dapat memperburuk kerusakan ekosistem dan mempercepat krisis lingkungan.

Kedua, Penurunan daya saing dalam inovasi berkelanjutan. Dunia pendidikan adalah pusat inovasi, tanpa pendidikan yang terintegrasi dengan keberlanjutan, perguruan tinggi berisiko tertinggal dalam mengembangkan teknologi hijau yang sangat dibutuhkan di masa depan. Perguruan tinggi yang tidak mengajarkan mata kuliah tentang energi terbarukan, ekonomi sirkular, atau teknologi ramah lingkungan akan kesulitan bersaing dengan universitas lain yang fokus pada inovasi hijau. Sebagai contoh, universitas yang berhasil menerapkan Green Curriculum sering kali berada di garis depan dalam penelitian energi terbarukan. Universitas Stanford, misalnya, dikenal karena proyek mereka dalam pengembangan teknologi penyimpan energi yang lebih efisien dan bahan bangunan ramah lingkungan, berkat fokus mereka pada keberlanjutan dalam kurikulum.

Bagaimana Keterlibatan Masyarakat

Green Curriculum tidak hanya berfokus pada mahasiswa dan kampus, tetapi juga pada keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pembelajaran. Perguruan tinggi harus mendorong mahasiswa untuk berpartisipasi dalam proyek-proyek berbasis komunitas yang terkait dengan keberlanjutan lingkungan. Ini bisa mencakup program magang di organisasi lingkungan, kolaborasi dengan pemerintah lokal dalam proyek mitigasi iklim, atau kerja sama dengan perusahaan yang bergerak di sektor ekonomi hijau. Misal, di daerah pesisir yang rentan terhadap kenaikan permukaan laut, mahasiswa dapat bekerja dengan masyarakat setempat untuk mengembangkan strategi mitigasi dan adaptasi yang spesifik, seperti membangun tanggul alami atau mempromosikan praktik pertanian berkelanjutan. Pendekatan ini juga mempromosikan keadilan iklim, dengan memberikan perhatian khusus kepada kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. UNESCO menekankan bahwa pendidikan untuk keberlanjutan harus mencakup prinsip keadilan sosial dan antar generasi, di mana pendidikan tidak hanya berfokus pada tantangan global, tetapi juga memberikan solusi lokal yang relevan.

Urgensi Implementasi Green Curriculum

Dalam menghadapi tantangan global yang kompleks, Green Curriculum bukan hanya opsi, melainkan kebutuhan mendesak. Mahasiswa yang dilatih melalui kurikulum ini akan lebih siap untuk menjadi pemimpin yang inovatif, peka terhadap lingkungan, dan siap menghadapi tantangan perubahan iklim. Perguruan tinggi, sebagai tempat di mana inovasi dan penelitian berkembang, memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa pendidikan keberlanjutan diintegrasikan secara menyeluruh ke dalam kurikulum mereka. Jika tidak, kita berisiko menghasilkan lulusan yang tidak siap menghadapi krisis global, tertinggal dalam inovasi teknologi hijau, dan gagal membangun masyarakat yang adil secara sosial dan ekologis. Dengan mengimplementasikan Green Curriculum, perguruan tinggi dapat memainkan peran kunci dalam mempersiapkan generasi pemimpin yang mampu membawa dunia menuju masa depan yang lebih berkelanjutan dan adil. Semoga.