Perguruan tinggi swasta (PTS) dihadapkan pada era persaingan antar perguruan tinggi yang makin ketat. Persaingan bukan hanya antar PTS, termasuk juga dengan PTN yang melakukan ekspansi melalui pembukaan program-program studi baru, kata Dr. Ir. HM Budi Djatmiko, Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Jawa Barat saat menjadi narasumber dalam acara Workshop Peningkatan Berkelanjutan Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT)
bertempat di Universitas Widyatama (Sabtu, 14/9).
Dengan adanya persaingan tersebut, sebanyak 3.250 PTS se-Indonesia siap menyampaikan aspirasi sekaligus mengingatkan pemerintah cq. Kementerian Pendidikan Nasional atas perlakuan yang diskriminatif terhadap PTS selama ini. Menurutnya, perlakuan diskriminasi terlihat dari porsi anggaran pendidikan yang tidak seimbang antara PTN dan PTS. Jumlah PTS yang kian hari semakin banyak tidak diimbangi oleh bantuan anggaran dari pemerintah yang memadai. Selain itu, terdapat pula perbedaan mendasar terhadap sistem kebijakan penilaian yang di-terapkan selama ini.
Dr. Budi menyinggung mengenai keberadaan sistem evaluasi perguruan tinggi (BAN PT) yang saat ini masih memiliki banyak kelemahan. Menurutnya, BAN PT sudah tidak sesuai lagi dengan keinginan serta harapan bagi kemandirian dalam evaluasi sebuah Perguruan Tinggi. Beliau menyampaikan usulan ide menarik terkait sistem evaluasi Perguruan Tinggi yang bersifat humanis serta berjangka panjang, yakni LAM PT (Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi). Sistem evaluasi ini akan lebih mudah, cepat dan efektif dalam hal penerapannya serta tidak terkesan menakut- nakuti bagi semua perguruan tinggi yang sedang di evaluasi. LAM PT juga melingkupi dan mencakup hampir semua rumpun keilmuan yang ada pada perguruan ?tinggi, seperti: Agama, Humaniora, Sosial, Kesehatan, dll. Dalam ?kaitan ?itu, integrasi LAM PT juga membahas mengenai peranan soft skills bagi peningkatan kemajuan perguruan tinggi.
Sistem pengajaran matakuliah di kelas pada saat pemberian keilmuan (transfer know- ledge) lebih diorientasikan pada kemampuan teknis, pedagogis dan praktis dengan adanya aplikasi nyata (real application) yang terjadi di lingkungan masyarakat terkini.
Soft skills menjadi suatu sistem pembelajaran yang efektif & efisien serta berdampak besar terhadap para alumni mahasiswa di dunia kerja, sementara hard skills hanya menjadi pintu pembuka mahasiswa dalam memasuki dunia kerja (hal-hal administratif). Soft skills menjelaskan mengenai proses pembelajaran secara aktualisasi, implementasi dan pragmatis yang bersifat abstrak, sementara hard skills menjelaskan mengenai ukuran-ukuran nyata yang dapat dilihat secara kongkret.
Karena itu membangun lingkungan kampus (field atmosfhere) dalam rangka menguatkan pembangunan soft skill ?harus segera dilakukan. Tentunya hal ini harus diawali oleh para pimpinan universitas, staf pengajar (Dosen), staf karyawan dan seluruh elemen mahasiswa yang menjadi produk (output) Perguruan Tinggi. (AbR)