JALAN PANJANG PENDIDIKAN TINGGI
Menyongsong Alam Metaverse
Bait lagu Indonesia Raya mengajak kita “….Hiduplah tanahku, Hiduplah neg’riku, Bangsaku, Rakyatku, semuanya, Bangunlah jiwanya, Bangunlah badannya, Untuk Indonesia Raya. …”
Jiwa dalam pandangan Al-Farabi mempunyai: 1) Daya al-Muharrikat (gerak), yang mendorong untuk makan, memelihara, dan berkembang; 2) Daya al-Mudrikat (mengetahui), yang mendorong untuk merasa dan berimajinasi; 3) Daya al-Nathiqat (berpikir), yang mendorong untuk berpikir secara teoretis dan praktis (Sirajuddin Zar, Filsafat Islam, 2017).
Pendidikan salah satu unsur membangun jiwa generasi masa depan. Sebagai lembaga pendidikan dan pendidik memberi warisan bagi generasi masa depan adalah membangun jiwanya. Maknanya kita berkewajiban membangun jiwa generasi masa depan agar mereka mampu mengembangkan dan memajukan diri, bangsa, dan peradaban.
Analisis Rosser (2018) – Lowy Institute – Australia menyebutkan bahwa: “Tantangan terbesar pendidikan Indonesia bukan lagi meningkatkan akses tetapi “meningkatkan kualitas”. Namun, banyak penilaian menunjukkan bahwa kinerja pendidikan masih butuh jalan panjang mencapai tujuan tersebut. Di tengah perubahan teknologi dan sosial yang diusung Revolusi Industri 4.0, keniscayaaan perubahan masyarakat yang mungkin saja berbeda jauh dengan sebelumnya bakal terjadi. Nah, pendidikan sangat penting untuk mengelola tantangan masa depan. Kini terjadi pergeseran pasar kerja tampak lebih otomatis, dan digital yang menyebabkan sistem pendidikan tinggi saat ini dengan cepat tidak sesuai dengan masa depan. Wujud keterampilan atau bukan berorientasi gelar mungkin menjadi realitas di masa depan. Demikian pula start-up dan model bisnis baru mengganggu lembaga pendidikan dan model pembelajaran konvensional.
Memasuki dua dekade abad ke-21, pendidikan tinggi tampaknya masih diarahkan untuk berhasil di abad ke-20. Padahal saat ini sebagian besar perdebatan seputar masa depan pendidikan tinggi yang berfokus pada keterampilan yang dibutuhkan masa depan, karena itu keharusan melakukan pembenahan. Ini artinya membahas transformasi struktural pendidikan tinggi sesuatu yang tak terhindarkan. Pendidikan tinggi saat ini harus menemukan dirinya dalam masyarakat yang terus berubah dan menjadi semakin sulit mengikutinya. Hampir semua yang dikembangkan pendidikan tinggi untuk angkatan kerja abad ke-20 sedang dibangun kembali, termasuk Indonesia dengan MBKM–nya.
Kita harus mengakui bahwa sistem dan jalur pendidikan tinggi di masa depan akan lebih baik dilayani oleh alternatif, dan model inovatif. Perguruan tinggi harus mengevaluasi kembali peran mereka sekarang dan apa yang dapat mereka tumbuhkan di masa depan. Apakah Metaverse akan memperkuat konsep atau model pendidikan tinggi? Atau mengganti sepenuhnya, sehingga mengantar kontribusi pada peningkatan kualitas?
Studi literatur Yose Indarta, Ambiyar, Agariadne Dwinggo Samala, Ronal Watrianthos (2022) berjudul “Metaverse: Tantangan dan Peluang dalam Pendidikan” menyimpulkan bahwa implementasi Metaverse di dunia pendidikan memiliki peluang besar dalam menunjang proses pelaksanaan pendidikan menjadi lebih baik. Pendidikan berbasis audiovisual merupakan aplikasi Metaverse paling popular dan banyak digunakan dalam pembelajaran. Berdasar penelitian, pendidikan berbasis pengalaman menjadi lebih baik, apakah melalui belajar secara langsung maupun simulasi didukung teknologi. Hadirnya Metaverse dapat mengoptimalkan teknologi serta media pendidikan menjadi lebih efektif dan diharapkan mengembangkan soft-skill serta menumbuhkan self-perception yang lebih baik. Metaverse juga memberikan solusi bagi pembelajaran jarak jauh lebih baik dibanding PJJ sekarang.
Roadmap Metaverse Overview – 2007 mengkategorikan Metaverse menjadi 4 (empat): augmented reality, lifelogging, mirror world, dan virtual reality. Contoh penerapan augmented reality dalam pendidikan kedokteran adalah T-shirt augmented reality yang memungkinkan mahasiswa dapat memeriksa bagian dalam tubuh manusia sebagai laboratorium anatomi. Selanjutnya, tim peneliti di sebuah rumah sakit di Seoul mengembangkan platform operasi tulang belakang yang menerapkan teknologi augmented reality. Potensi Metaverse dalam lingkungan pendidikan disarankan sebagai ruang komunikasi sosial baru; dengan tingkat kebebasan yang lebih tinggi untuk berkreasi dan berbagi; serta penyediaan pengalaman baru dan imersi tinggi melalui virtualisasi.
Namun yang perlu diperhatikan adalah meminimalkan kelemahan Metaverse. Beberapa keterbatasan Metaverse, diantaranya koneksi sosial yang lebih lemah; kemungkinan pelanggaran privasi; kemungkinan berbagai kejahatan karena ruang virtual dan anonimitas Metaverse; serta mal-adaptasi dengan dunia nyata bagi peserta didik yang identitasnya belum terbentuk. Juga sifat Metaverse yang borderless (menyediakan ruang tak terbatas) memunculkan engagement (keterikatan) lebih besar pendidikan. Lalu kondisi sosial ekonomi masyarakat akan membatasi akses ke pendidikan, keamanan dan privasi data, kondisi fisik shock terhadap perangkat Metaverse.
Tugas ke depan penggunaan Metaverse dalam pendidikan adalah: pertama, pendidik harus dengan cermat menganalisis bagaimana peserta didik memahami Metaverse; kedua, pendidik harus merancang kelas bagi peserta didik untuk memecahkan masalah atau melakukan proyek secara kooperatif dan kreatif; ketiga, platform Metaverse pendidikan harus dikembangkan ke arah mencegah penyalahgunaan data peserta didik.
Teknologi, Hukum, Etika, Psikologi, Sosial, & Ekonomi
Menurut Park, S. M., & Kim, Y. G. (2022) secara teknologi Metaverse memiliki perbedaan mendasar dengan Augmented Reality/AR maupun Virtual Reality/VR. Tiga hal yang membedakan Metaverse dengan AR maupun VR (dua teknologi yang muncul sebelum Metaverse). Pertama, jika studi terkait VR difokuskan pada pendekatan fisik dan rendering, maka Metaverse lebih memiliki aspek yang kuat sebagai layanan dengan konten dan makna sosial yang lebih berkelanjutan. Kedua, Metaverse tidak harus menggunakan teknologi AR dan VR. Sehingga, meskipun sebuah platform tidak mendukung VR dan AR, platform tersebut tetap bisa menjadi sebuah aplikasi Metaverse. Ketiga, Metaverse memiliki lingkungan terukur yang dapat menampung banyak orang, ini sangat penting untuk memperkuat makna sosial yang ditekankan oleh teknologi ini (Xi et al., 2022).
Konsep Metaverse (Sumber: Mystakidis, S. (2022). Metaverse. 486–497), gambar bawah:
Diilustrasikan, Metaverse dalam konteks Mixed-Reality (MR), dapat menjembatani konektivitas media sosial dengan kemampuan unik teknologi imersif VR dan AR. Jika interaksi di antara mereka dilepaskan secara kreatif, itu menjanjikan untuk mengubah banyak sektor kehidupan, di antaranya pendidikan. Model baru Meta-education, pendidikan jarak jauh online yang didukung Metaverse, dapat muncul untuk memungkinkan pengalaman belajar formal dan informal yang baru dengan konsep kampus virtual 3D online (Kye et al., 2021). Berikut menjelaskan Taksonomi Metaverse (Park, S. M., & Kim, Y. G. (2022). A Metaverse: Taxonomy, Components, Applications, and Open Challenges.)
Pembelajaran online di Metaverse akan mampu mendorong batas akhir koneksi sosial dan pembelajaran informal. Kehadiran fisik di ruang kelas akan berhenti menjadi pengalaman pendidikan yang istimewa. Telepresence, bahasa tubuh avatar dan kesesuaian ekspresi wajah akan memungkinkan pertemuan virtual menjadi sama efektifnya dengan pertemuan langsung. Selain itu, MR sosial di Metaverse dapat memungkinkan pedagogi aktif campuran untuk menumbuhkan pengetahuan yang lebih dalam dan berkelanjutan (Mystakidis, S., 2021). Lebih penting lagi, hal itu dapat menjadi faktor demokratisasi dalam pendidikan, memungkinkan partisipasi di seluruh dunia secara setara, tidak terikat lagi oleh batasan geografis (Girvan, 2018).
Sebagai inovasi teknologi ruang virtual tiga dimensi sebagaimana dijelaskan di atas, perkembangan Metaverse sangat pesat serta implementasinya mulai banyak digunakan dalam berbagai sektor kehidupan. Akselerasi teknologi Metaverse di dunia pendidikan sudah terlihat dengan adanya aplikasi media pembelajaran digital berbasis AR maupun VR. Metaverse diyakini dapat mengatasi batasan-batasan yang ada di dunia pendidikan, seperti keterbatasan kapasitas kelas karena pandemi, keterbatasan jarak dan waktu untuk masuk ke kelas, dan lain-lain. Dengan konsep dunia virtual, pembelajaran secara online dapat dilakukan dengan lebih interaktif tanpa menghilangkan pengalaman belajar siswa. Metode belajar di mana saja dan kapan saja menjadi konsep menarik yang disenangi banyak generasi Z saat ini.
Metaverse mengusung konsep dunia virtual, pembelajaran secara online dapat dilakukan dengan lebih interaktif. Metaverse menyediakan dukungan pada pembelajaran online dengan tidak menghilangkan pengalaman belajar di sekolah atau kampus. Metode belajar di mana saja dan kapan saja menjadi konsep menarik yang disenangi banyak pihak. Waktu, ruang dan biaya dapat dipangkas dengan kehadiran teknologi. Contoh, dalam pelajaran geografi, pendidik dapat mengajak peserta didik melihat peristiwa gunung meletus, pada pelajaran Sejarah tidak perlu membawa peserta didik ke museum di dunia nyata, dan pada pelajaran Biologi saat praktik peserta didik bisa mengetahui bagaimana organ-organ tubuh hewan tanpa harus membedahnya. Di dunia virtual pengalaman belajar menjadi lebih nyata dan bermakna.
Beberapa perguruan tinggi di dunia mulai merancang lingkungan pendidikan digital. Contoh, Universitas Amman Arab – Yordania telah bekerja sama dengan perusahaan yang bergerak di bidang virtual reality untuk membuat perangkat khusus. CEU University – Spanyol membangun prototipe kampus mereka untuk mendukung komunitas pembelajaran yang berbasis Minecraft Education Edition. Proyek ini melibatkan 200 peserta didik mereka. Khon Kaen University – Thailand meluncurkan proyek yang bernama Metaverse Experience. Kehadiran Metaverse menambah alasan bagi dunia pendidikan tinggi untuk semakin berkembang secara progresif.
Bahkan beberapa perguruan tinggi sudah mulai menyusun program untuk mengajarkan ilmu-ilmu kepada peserta didik dengan konsep Metaverse. Akan semakin banyak bidang-bidang ilmu yang diajarkan dengan konsep Metaverse, dan untuk berbagai tingkatan pendidikan. Dunia kedokteran sangat terbantu dengan Metaverse. Organ-organ tubuh manusia dapat diperlihatkan dan disentuh sehingga jelas cara bekerjanya melalui gambar-gambar tiga dimensi beresolusi tinggi dengan latar belakang suara yang bening. Menunjukkan efek simpul syaraf di bagian tengah otak yang mengalami gangguan dapat disimulasi sehingga dapat diketahui cara terbaik untuk menanganinya tanpa risiko besar.
Masalah Metaverse, keseimbangan antara berada di dunia nyata dan digital perlu dijaga agar tidak menimbulkan adiksi terhadap virtual reality. Hukum dan etika dalam pendidikan juga perlu menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Dua hal ini penting untuk keberlangsungan pendidikan di dunia nyata maupun di dunia maya. Perlu juga keseimbangan bagaimana kita belajar di dunia nyata maupun di dunia maya. Karena, tujuan kita belajar adalah bagaimana kita berkontribusi untuk menyelesaikan masalah di dunia nyata.
Memang adanya Metaverse tidak semerta-merta mengganti keberadaan model pendidikan yang sudah ada. Melainkan sebagai model lain yang dapat dioptimalkan di kondisi dan situasi tertentu. Karena itu prinsip yang harus kita pegang bahwa hakikatnya Metaverse hanyalah sebuah cara, tidak bisa dijadikan esensi kehidupan. Metaverse hanya akan menjadi alat bagi dunia pendidikan untuk membuat pelayanan lebih berkualitas lagi, tanpa harus menghilangkan semua yang ada di dunia nyata. Bagaimanapun juga dunia pendidikan bertujuan memanusiakan manusia, bukan memvirtualkan manusia. Sekolah fisik dan semua kegiatan di dalamnya juga tidak akan tergantikan sepenuhnya oleh Metaverse.
Suatu yang belum pernah kita bayangkan sebelumnya bagaimana dalam 6 – 10 tahun ke depan aktivitas interaksi tatap muka dalam dunia pendidikan seperti: orientasi mahasiswa baru, konferensi, tur kampus, ujian tengah/akhir semester, interview, hingga proses magang dapat berpindah ke dunia virtual Metaverse. Mungkin Metaverse akan membuat seluruh aktivitas dalam dunia pendidikan dapat dilakukan dalam dunia virtual. Sekolah akan dibangun di dunia virtual, kelas-kelas akan terdapat di dunia virtual, pembelajaran dilakukan secara virtual, bahkan administrasi sekolah juga dapat dilakukan secara virtual. Singkatnya, ada banyak potensi tak diketahui yang dimiliki Metaverse yang bisa digali para stakeholder pendidikan.
Jika semua kegiatan dalam dunia pendidikan dilakukan secara virtual diprediksi akan ada dampak negatif yang dapat dirasakan, yakni hilangnya kehangatan sosial karena tidak melakukan interaksi dengan manusia secara langsung. Mensikapi implementasi Metaverse sejak dini tentunya sesuatu yang bijak. Semoga.
Rewriter: lili irahali – 22 Juni 2022, dari berbagai sumber.