Wawancara Prof. Dr. Engkus Kuswarno, M.S.
Tim EKA (Evaluasi Kinerja Akademik) Perguruan Tinggi Indonesia – Kemenristekdikti
Ditengah kesibukannya Prof Dr. Engkus Kuswarno, MS selaku Tim EKA Perguruan Tinggi Kemenristekdikti , yang juga Wakil Rektor bidang Pembelajaran dan Kemahasiswaan Unpadperiode 2010 – 2014 meluangkan waktu berbincang dengan? “Komunita ” tentang Penon-aktifan Perguruan Tinggi. Berikut hasil petikan wawancaranya.
Komunita : Mengapa dikeluarkan kebijakan pemerintah (Kemenristekdikti) mengenai penon-aktifan perguruan tinggi di Indonesia ?
Prof. Engkus : Sejak bergabung dalam wadah tim EKA (evaluasi kinerja akademik) Perguruan Tinggi, kami memiliki sumber data semua PTN & PTS yang masuk melalui PDPT (pangkalan data perguruan tinggi). Perguruan tinggi se-lndonesia ada sekitar 4600-an lebih, yang dibagi dalam kelompok PTN sebanyak 132 sementara sisanya perguruan tinggi swasta. Melalui analisis dan pemetaan secara keseluruhan berdasarkan data-data yang ada, ternyata banyak perguruan tinggi swasta 1200 memiliki masalah cukup rumit. Setelah dilakukan pendalaman tingkat analisis dan penela’ahan, diperoleh jumlah sebanyak 243 perguruan tinggi swasta yang termasuk dikategorikan non-aktif dikarenakan data? datanya tidak lengkap dan tidak terdaftar kembali pada sumber PDPT (pangkalan data perguruan tinggi).
Berdasarkan hal tersebut, kami selaku tim evaluasi mulai bergerak melakukan verifikasi data yang masuk dalam pangkalan data. Tugas kami yaitu melaksanakan monitoring sekaligus pengawasan dan pembinaan perguruan tinggi yang telah diputuskan non? aktif oleh pemerintah. Seiring berjalannya waktu disertai dengan percepatan proses pembinaan, pengendalian dan pengawasan maka tim evaluasi kinerja akademik ini berganti nama menjadi tim WASDALBIN
(Pengawasan, Pengendalian dan Pembinaan) . Tim ini terbagi menjadi 2 pokok kelompok penugasan, yaitu: pertama, Fokus pada permasalahan dalam Program Studi, dan kedua, Fokus pada urusan dan pengembangan Kopertis seluruh Indonesia. Proses pemantauan data yang ada di pangkalan sistem oleh kami secara keseluruhan direkap, sehingga diperoleh hasilnya. Sebagai contoh; hasil pemetaan dan tela’ah terhadap pangkalan data perguruan tinggi yang masuk ke dalam wilayah kopertis IV hingga saat dilakukan proses analisis, ada sebanyak 85 PT yang belum lengkap datanya. Bahkan ada juga perguruan tinggi yang sudah masuk dalam kategori non-aktif sama sekali, seperti: Al-Ma’soem yang sejak dulu juga sudah ditutup ijin operasinya , namun di PDPT masih terdaftar. Oleh karena itu sistem yang ada di PDPT harus segera di revisi terus menerus ( updating data).
Bagi perguruan tinggi yang sedang bermasalah tersebut, akan dilakukan proses verifikasi secara berkesinambungan dengan pantauan Kopertis setempat sehingga diperoleh status yang jelas dan mudah untuk dilacak. Adapun keputusan status perguruan tinggi bermasalah akan ditentukan pada hasil analisis dan verifikasi komprehensif dari tim bersama pihak Kopertis berupa tiga alternatif kategori, yakni: kategori Pengawasan, kategori Pengendalian, atau kategori Pembinaan. Pemerintah melalui Kemenristekdikti menginginkan agar kerja tim WASDALBIN bersama Kopertis dapat menyelesaikan kasus perguruan tinggi bermasalah hingga akhir tahun (Desember 2016). Kesimpulan akhir mengenai nasib perguruan tinggi yang bermasalah akan diputuskan sesuai hasil analisis, verifikasi dan evaluasi; apakah nantinya akan ditutup secara penuh atau masih dapat dilakukan pengawasan, pengendalian atau bahkan pembinaan sehingga perguruan tingginya dapat aktif kembali.
Komunita : Bagi perguruan tinggi yang bermasalah dan harus melaksanakan kewajibannya hingga batas waktu 6 bulan ke depan (sampai Juni 2016).Apabila masa tenggat waktunya telah habis dan ternyata diputuskan tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan, Bagaimana nasib mahasiswa serta dosennya ?
Prof. Engkus : Dalam berkas dokumen hasil evaluasi tim WASDALBIN bersama Pihak Kopertis akan dibuatkan Pakta lntegritas dan lampiran berita acara secara jelas mengenai kekurangan atau kelebihan dosen bahkan jumlah mahasiswa. Segala permasalahan yang tertera akan diselesaikan kasus per-kasusnya selama 6 bulan.
Setiap bulan akan ada verifikasi per-item permasalahan serta peninjauan kembali terhadap hasil analisis. Perguruan tinggi yang masih terkendala dengan kurangnya jumlah dosen maka diharuskan melakukan perekrutan dosen sehingga jumlah kebutuhan rasio dosen terpenuhi. Begitu juga dengan kapasitas mahasiswa , diharapkan telah sesuai komposisinya berdasarkan pada : perbandingan jumlah dosen dan mahasiswanya, jumlah ruang kelas serta kebutuhan program studi/jurusan. Perguruan tinggi yang mengalami kekurangan jumlah mahasiswa dipersilahkan untuk membuka kembali pendaftaran baru secara umum dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. lntinya bahwa semua hak dan kewajiban diantara sivitas akademika yang terlibat di lingkungan akademis harus dipenuhi secara adil dan merata bagi kepentingan internal dan eksternal perguruan tinggi agar mampu mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Komunita :Berkembangnya cara-cara yang tidak baik oleh segelintir oknum di kalangan perguruan tinggi mengenai adanya jual beli ijazah, ijazah palsu serta percepatan waktu studi membuat permasalahan menjadi semakin rumit. Bagaimana merubah pola fikir (mindset) di kalangan masyarakat dalam menyikapi problematika ini ?
Prof. Engkus : Jika problematika ini telah berkembang sedemikian rupa, maka sebenarnya yang dikategorikan perguruan tinggi sedang sakit, bukan hanya dari sisi pengelola dan penyelenggara saja namun masyarakatnya pun ikut sakit. Selain itu, berkembang juga mengenai isu adanya pengakuan diri terhadap gelar atau sebutan tertentu di kalangan masyarakat.
Mulai dari gelar profesor yang notabene marak dipakai oleh segolongan orang dalam mencapai bakat keterampilan dirinya . Padahal untuk kategori gelar tersebut biasanya dipakai oleh seseorang yang telah mendedikasikan dirinya di bidang penerapan ilmu pengetahuan dan telah dibuktikan secara empiris (pengujian analisis) serta diterima dan berguna bagi seluruh masyarakat. Oleh sebab itu, jika dikaitkan dengan upaya untuk merubah pola fikir di kalangan masyarakat – tentu sangat dipengaruhi aspek budaya yang merupakan sebutan dari kebiasaan (adat istiadat) , bukan dari hasil kompetensi dasar. Sebenarnya untuk kasus-kasus tentang sebutan gelar yang marak terjadi di kalangan masyarakat merupakan pertanda kurangnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah kepada sekelompok orang mengenai pentingnya
dalam meningkatkan kompetensi diri di bidang keilmuan tertentu pada jenjang pendidikan tinggi. Pemerintah melalui Kemeristekdikti telah mengeluarkan peraturan mengenai sebutan gelar jabatan akademik dalam sebuah institusi perguruan tinggi berdasarkan pada jenjang keilmuan yang telah dipenuhi.
Komunita :Berdasarkan pada peraturan dan kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah guna mengatasi berbagai permasalahan dalam perguruan tinggi, tentu memiliki target dan tujuannya. Nah, sebenarnya apa saja arahan serta tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah terhadap kasus permasalahan yang terjadi ini ?
Prof. Engkus : Yang jelas saat ini, dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan tinggi sedang diupayakan dengan merujuk pada tahapan? tahapan tertentu sesuai tingkat kompetensinya masing-masing. Kemenristekdikti pun telah memiliki perencanaan dan target dengan jangka waktu 5 tahun ke depan. Ketika diimplementasikan ke berbagai perguruan tinggi ternyata tanggapan serta penerimaannya cukup beragam. Hal ini didasarkan pada tingkat kebutuhan dan kualitas kompetensi yang ada pada lingkungan perguruan tingginya. Hanya saja pemerintah mencoba untuk memberikan kebijakan tentang kualifikasi dan kompetensi pada jenjang perguruan tinggi sesuai standar yang telah ditetapkan. Mudah-mudahan semua perguruan tinggi baik negeri maupun swasta dapat mengikuti ketentuan standar tersebut , apalagi jika dapat melampaui dari semua persyaratan yang dikeluarkan Kemenristekdikti. Semua perguruan tinggi diharapkan dapat memenuhi semua persyaratan dan ketentuan yang dikeluarkan oleh pemerintah , terlebih lagi ke depannya kita semua akan bersaing dalam menyongsong era keterbukaan serta menghadapi komunitas global untuk menyambut datangnya masyarakat ekonomi ASEAN (MEA). (Written by Abdul Rozak)