Mengejar Mimpi di Negeri Mode

0
1,738 views
mengejar mimpi

mengejar mimpi

Dua Sejoli,

Mengejar Mimpi di Negeri Mode

Kisah ini bermula ketika Alya dan Firman alumni Widyatama tahun 2011 lalu melanjutkan ke Strata 2 UNPAD. Setelah mengikuti ujian TOEFL dan lulus, mereka mendapat penawaran beasiswa keluar negeri dari DIKTI dan DIKNAS secara double degree yang semula dikira Magister Akuntansi. Untuk mendapatkan beasiswa keluar negeri (Perancis di kota Lille dan Troyes) mereka diwajibkan membuat semacam karya tulis. Apabila lulus dapat dikirim kuliah ke Negara tersebut dengan syarat biaya kuliah kurang dari 1000 euro atau bahkan sepenuhnya gratis.

Di kawasan Eropa memang sangat sedikit universitas yang menyediakan beasiswa secara penuh, kecuali Jerman, Finlandia, Belgia dan Perancis. Persaingan untuk apply beasiswa sangat berat karena kebanyakan mahasiswa yang mengikuti adalah mahasiswa mahasiswa Strata-2 dari universitas ternama. Akhirnya terpilih nominasi sebanyak 22 orang mahasiswa S-2 Magister Akuntansi UNPAD. Dari kandidat itu akhirnya terpilih kami berdua mewakili UNPAD. Tahap selanjutnya mereka berdua disaingkan dengan mahasiswa S-2 lain seperti UI, UGM, UBAYA, IPB. Alhamdulillah kami berdua yang terpilih. Sebelum berangkat ke negeri mode untuk melanjutkan pendidikan dan mimpi, mereka berdua memutuskan menikah. Ikatan pernikahan semakin menguatkan tekad mereka untuk menyelesaikan mimpi mereka menyelesaikan studi di negeri orang.

Kesulitan yang dialami program double degree seperti ini adalah perbedaan mata kuliah antara di Indonesia (UNPAD) dengan mata kuliah yang diajarkan di universitas yang memberikan beasiswa. Sehingga konversi untuk beberapa mata kuliah harus terjadi. Selain itu, proses apply beasiswa ke universitas yang berada di luar negeri cukup lama karena persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi cukup banyak dan rumit. Salah satunya adalah IPK yang rata-rata beasiswa itu mensyaratkan dikisaran 3 sampai 3,3. IPK yang semuanya harus mulai kita persiapkan semenjak S-1. Selain itu, masalah bahasa setempat yang harus dikuasai. Karena?menimba ilmu di negara lain yang menggunakan bahasa berbeda seperti bahasa Inggris terutamanya. Itulah hal mendasr yang kami persiapkan, di samping tentunya persiapan mental berada di negeri orang.

Berikut ini penjelasan mereka berdua ketika diwawancara oleh redaksi Komunita:

Prinsip kami berdua mengejar double degree ini untuk mengejar value added karena di era yang penuh persaingan ini setiap lulusan harus memiliki kelebihan dibanding yang lainnya. Mengingat biaya yang harus dikeluarkan untuk meraih gelar magister tidaklah murah.

Kegiatan kemahasiswaan dan organisasi saat berkuliah di Widyatama sangatlah membantu kami dalam meningkatkan skill berkomunikasi dan bersosialisasi dengan individu lain seperti rekan kerja, atasan maupun pihak lain (kebetulan kami narasumber aktif dikegiatan English Club,HIPMI, dan Duta Kampus 2006). Tantangan akademis yang dialami saat berkuliah yang terberat saat awal adalah faktor bahasa saat bersosialisasi dalam berkomunikasi karena kebanyakan orang Perancis tidak berbahasa Inggris.

Dalam hal kemampuan berkompetisi secara akademik sebetulnya kemapuan mahasiswa Indonesia hampir berimbang dengan kemampuan mahasiswa dari negara lain bahkan ada beberapa yang berprestasi. Hal ini menurut kami dikembalikan pada individu masing-masing dalam keinginan mengejar ilmu. Aktivitas kami selain menuntut ilmu juga sebagian waktu dihabiskan untuk magang dan mempromosikan negara Indonesia dalam setiap event atau festival yang ada di kota dimana kita menuntut ilmu, terutama memperkenalkan budaya dan tourisme.

Kami berkuliah di universitas berbeda. Alya di Universitas Lille sedang saya di Toyes. Sesuai dengan bidang studi, kami mendapat gelar M.Si dari UNPAD dan M.Sc dari Universitas?Lille serta M.Sc dari Universitas di Troyes.

mengejar mimpi di negeri mode 1

Menurut kami ada perbedaan dalam sistem pendidikan di Perancis. Saat menyusun penelitian atau tesis setiap mahasiswa tidak hanya dituntut untuk membuat secara teori tapi harus menjabarkan secara praktik. Karena itu, tidak jarang para dosen tidak meluluskan mahasiswa apabila tesisnya kurang bagus dalam salah satu penilaian.

Hal yang terpenting bagi kami menuntut ilmu di Perancis adalah menambah pengetahuan baru akan dunia akuntansi. Seperti kita ketahui bahwa hampir seluruh negara di dunia mengacu pada sistem pengakuntansian dari Amerika Serikat termasuk Indonesia dan negara-negara di benua Eropa. Tetapi Negara-negara di Eropa juga memiliki semacam ilmu akuntansi tersendiri. Contohnya Perancis yang memiliki ilmu penerapan akuntansi yang cukup berbeda untuk dunia mikro dan usaha kecil. Disanalah kami berrdua mendapat ilmu tambahan yang dapat menambah kekayaan ilmu pengetahuan.