Perguruan tinggi bukanlah menara gading yang berdiri kokoh sendiri tapi sebagai bagian dari masyarakat. Perguruan tinggi memiliki peran dan komitmen berpartisipasi dalam masyarakat. Misi itulah yang diwujudkan dalam rangka Dies Natalis Yayasan Widyatama ke-41 dan Universitas Widyatama ke-13 dengan mengkreasi berbagai kegiatan social selain kegiatan akademik.
Peringatan dies natalis yang mengusung tema Widyatama sebagai Abdi Pendidikan Bangsa, Yayasan dan Universitas Widyatama bersama dengan TNI AL – LANAL Bandung dan warga kelurahan Padasuka dan Sukapada menyelenggarakan kegiatan Beberesih Sungai Cidurian, serta pelayanan pengobatan. Kegiatan beberesih meliputi 13 rukun warga di dua kelurahan tersebut.
Akademisi wajib hukumnya berperan menyelesaikan berbagai permasalahan sosial di mulai dari yang terdekat. Misalnya bersinergi dengan warga masyarakat membenahi perilaku diri sendiri dan membangun mentalitas positif agar peduli pada lingkungan, kata Ketua Pelaksana Dies Natalis Widyatama Anne Nurfarina di Kampus Widyatama, kota Bandung, Minggu (19/1/2013).
Kegiatan Beberesih sungai Cidurian yang diikuti 350 mahasiswa Widyatama, 100 personel TNI AL ? LANAL Bandung, 200 dosen dan karyawan Widyatama serta 200 warga ini juga dijadikan ajang silaturahmi dengan penduduk sekitar kampus. Selain itu juga untuk membangun mentalitas kepedulian sosial mahasiswa sebagai generasi muda terhadap permasalahan kebersihan sungai.
Rektor Universitas Widyatama Mame S Sutoko berharap agar tumbuh kesadaran tidak hanya di kalangan mahasiswa, tetapi juga masyarakat untuk tidak teledor dan menjaga kebersihan lingkungan. Bencana yang melanda akhir-akhir ini akibat kelalaian manusia terhadap lingkungan. Sungai semakin dangkal dan menyempit. Hutan semakin gundul bencana dibuat sendiri oleh kita, katanya.
Tak hanya permasalahan lingkungan, Widyatama juga menggelar pengobatan gratis bagi warga sekitar. Kemampuan berobat warga yang masih rendah, berbanding terbalik dengan kebutuhan warga memperoleh pengobatan menjadikan animo warga yang mendaftar cukup tinggi. Dari target hanya sekitar 300 pasien,pendaftar justru membeludak mencapai 400 orang dengan berbagai penyakit yang beragam hingga penyakit kanker. Pasien dilayani oleh 3 dokter umum dan 5 para medis.
Sayangnya, kami belum sampai pada pengobatan kesana. Akan tetapi sinyalemen ini membuktikan warga cukup membutuhkan pengobatan, kata Anne.
Hal itu pula yang dikemukakan warga Babakan Baru Nunung Heryati sejak tahun 2003, ibu dua anak ini menderita alergi yang belum diketahui jenisnya. Ketiadaan biaya, membuatnya tak mampu melakukan tes darah untuk mengetahui jenis penyakit yang diderita. Alhasil, Nunung hanya berbekal obat dari puskesmas ataupun pengobatan gratis seperti yang diselenggarakan di Widyatama. Ya, lumayan dapat obat untuk mengurangi alergi tapi kalau malam, alergi merambat ke sekujur tubuh seperti kena ulat bulu, katanya (WKA-PR)