Plagiasi (atau dalam bahasa Inggris resminya disebut plagiarism) merupakan fenomena praktik literasi yang belum terlalu lama disadari urgensinya bagi masyarakat kelisanan seperti di Indonesia yang tradisi baca-tulisnya masih rendah. Mengapa plagiasi dianggap tidak penting dalam masyarakat kelisanan? Masyarakat yang terlalu banyak bersandar pada? komunikasi lisan memang sulit diminta menegakkan pembicaraan yang berakurasi tinggi dan menggunakan catatan pinjaman gagasan yang rapih dan rinci. Barangkali, memang demikianlah tuntutan wacana lisan: kita yang terlibat di dalam komunikasi lisan diminta bersandar pada pengetahuan konteks yang sama-sama diketahui dan-akibatnya-banyak asumsi-asumsi implisit digunakan dalam komunikasi lisan ini. Sementara itu, komunikasi lisan berjalan sekali lewat dan lazimnya tidak memungkinkan pengulangan. Dalam komunikasi lisan, seringkali kita diminta merelakan melakukan tindak komunikasi dalam ketakjelasan dan akibatnya-menenggang pertukaran gagasan dalam kesamaran makna.
Lain komunikasi dalam modus kelisanan lain pula komunikasi dalam modus tulisan akademik dalam masyarakat literat. Dalam dunia akademik, komunikasi kita diatur dalam berbagai lapis operasionalnya. Misalnya, dalam melakukan komunikasi akademik, kita diminta menyandarkan gagasan kita pada kaidah-kaidah yang telah terlebih dahulu disepakati dan aturan main komunikasi akademik ini dilembagakan melalui praktik persekolahan. Contoh konkretnya ini: kapan seseorang dinyatakan melakukan plagiasi? Kapan seseorang dapat mengklaim orisinalitas dalam gagasan-gasan yang ditulisnya? Kapan seorang penulis akademik dapat meminjam gagasan orang lain dengan sah dan memperoleh wibawa akademik dari tulisan yang dibuatnya?
Plagiasi-di kalangan akademisi-dipandang sebagai kecurangan yang memercikkan aib bagi pelakunya. Anda akan dipandang nyontek apabila Anda menulis tentang sifat air yang akan mengalir ke dataran yang lebih rendah dan mencari imbangan dalam bejana berhubungan tanpa menyebut-nyebut Hukum Archimides. Pun Anda dianggap melakukan kecurangan akademik ketika Anda menulis tentang multiple intelligences tanpa merujuk Howard Gardner sebagai penggagasnya. Juga tuduhan plagiasi akan diberlakukan kepada Anda apabila Anda menulis tentang emotional intelligence tanpa merujuk nama Daniel Goleman sebagai originator dan penggagas awalnya.
Sedikitnya ada dua alasan mengapa kita harus memberikan kredit (yakni, pengakuan jasa) kepada sumber yang gagasannya kita sadap: (a) menambahkan otoritas pada pendapat yang kita kemukakan, dan (b) menghindari tuduhan kecurangan akademik yang disebut plagiarism itu.
Apa persisnya plagiarism itu? Dengan rumusan yang dapat bervariasi, plagiarism umumnya dimaknai sebagai tindakan sengaja (atau tindakan gegabah) yang kita lakukan ketika kita mengunakan kata-kata atau gagasan orang lain tanpa memberi tahu secara eksplisit dan akurat sumber yang kita kutip itu sehingga dapat menimbulkan salah pengertian. Salah pengertian dapat terjadi karena pembaca dapat terkondisikan untuk menganggap bahwa tulisan kita itu benar-benar gagasan kita (padahal, dalam realitasnya, misalnya kita pinjam ide dari penulis lain). Bahaya yang lain adalah, dengan bersengaja tak mencantumkan sumber muasal gagasan itu, kita telah turut serta mengacaukan tatanan penulisan akademik yang telah mapan. Yakni, ada aturan dalam dunia akademik yang mengharuskan kita melihat bahwa setiap serpihan pengetahuan terbangun atas serpihan pengetahuan lainnya yang telah terlebih dahulu terpublikasi sehingga wajib hukumnya bagi kita untuk mencantumkan dari mana gagasan itu kita pinjam dan-berdasarkan sumber itu-kita kemudian membubuhkan gagasan kita sendiri. Dalam melakukan publikasi ini, dengan demikian, kita tengah turut serta berbagi dan membangun pengetahuan tentang topik yang kita bahas.
Banyak mahasiswa dan/atau penulis akademik yang belum matang merasa kuatir bahwa kalau dia banyak mengutip gagasan orang lain yang meneliti dan menulis terlebih dahulu penulis pembelajar ini tidak berkesempatan mengemukakan sesuatu yang orisinal. Hal ini tidak tepat. Karena dalam dunia akademik- mungkin tak seperti dalam bidang vokasi dan kekaryaan semacam seni tari, kriya, dan desain grafis-cara kita mengorganisasikan gagasan dan cara kita menggelar argumen akan menyisakan ruang lapang bagi kemunculan keunikan cara kita berpikir dan menulis. Dengan demikian, kalau kita menulis dengan tertib dan mengutip dengan akurat kita akan menampilkan dalam pikiran pembaca citra diri kita sebagai penulis yang tertib dan akurat.
Pembangunan citra kepenulisan profesional yang tertib dan akurat ini tentu saja tidak akan terwujud seketika-diperlukan proses panjang dan disiplin kerja yang tertib untuk dapat tampil sebagai penulis yang berwibawa. Bagi Anda yang memiliki minat serius dalam penulisan akademik, beberapa saran dasar berikut dapat dilakukan sebagai langkah awal menuju ke arah keprofesionalan penulisan itu.
Pertama, tanamkan sikap dan laksanakan secara konsisten niat untuk bertindak hati-hati dan bekerja mengikuti prosedur akademik yang benar. Kehatihatian dan ketelatenan ini dibangun awal sejak proses membaca-ketika Anda menghimpun gagasan untuk tulisan Anda. Ketika membaca dalam rangka menyiapkan tulisan, Anda tandai dan catat gagasan-gagasan mana saja dan dari sumber mana saja yang kemungkinannya perlu Anda masukkan ke dalam tulisan Anda. Hal ini penting untuk memastikan bahwa Anda dapat mengutip dengan tepat dan mencantumkan dengan akurat sumber-sumber yang Anda kutip.
Kedua, variasikan cara Anda merujuk tulisan sumber yang Anda gunakan. Coba hayati informasi dan/atau gagasan macam apa yang terasa meyakinkan bila dikutip langsung (dengan menyajikannya dalam apitan tanda kutip ?). Pelajari juga informasi dan /atau gagasan macam apa yang lebih nyaman kalau disajikan dalam parafrase-yakni Anda kemukakan gagasan orang lain ke dalam bahasa Anda sendiri dan Anda memberi keterangan pada ujung kalimat itu dari mana gagasan tersebut diambil. Dengan variasi sajian yang Anda telah perhitungkan dampaknya bagi pembaca ini, Anda pada hakikatnya tengah belajar meramu-dengan gaya ungkap Anda sendiri-berbagai gagasan pinjaman yang dengan sah Anda dapat miliki dalam konteks tulisan Anda sendiri.
Terakhir-dan ini teramat penting bagi kualitas tulisan Anda-Anda harus memastikan bahwa dalam setiap tulisan akademik yang Anda buat, Anda memiliki gagasan utama Anda sendiri yang jelas yang hendak Anda sampaikan, dan kemudian Anda atur organisasi gagasan yang Anda pinjam dari berbagai sumber itu untuk mendukung gagasan pokok yang Anda sampaikan itu. Dengan demikian, Anda memiliki swara (voice) Anda sendiri sembari menggunakan gagasan para ahli yang Anda kutip untuk menambah otoritas bagi tulisan Anda.
Kalau Anda dapat menulis akademis seperti ini, niscaya Anda dipandang pembaca Anda sebagai memiliki orisinalitas dalam tulisan Anda, dan gagasan dan sajian tulisan Anda terasa berwibawa di mata-hati pembaca Anda.
- Bachrudin Musthafa, M.A., PhD.
Dekan Fakultas Bahasa, Universitas Widyatama