Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sosial Bagi Penyandang Disabilitas penjabaran amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 merupakan acuan teknis berupa perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, jaminan sosial, dan rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas harus mendapat peluang, penghargaan, dan kesempatan untuk memiliki derajat yang sama.
Yayasan Widyatama sudah melakukan langkah nyata memberikan kepedulian terhadap pendidikan anak bangsa,, khususnya dalam mengembangkan kesetaraan penyandang disabilitas melalui pendirian Art Therapy Center/ATC Widyatama. ATC Widyatama dengan memanfaatkan pendekatan keilmuan seni dan desain dalam aplikasi terapi telah memberi ruang penguatan keterampilan bagi penyandang disabilitas (berkebutuhan khusus).
Lembaga pendidikan vokasi untuk penyandang disabilitas pada tahun 2014 lalu didirikan seiring dengan dipercayanya Dr. Anne Nurfarina, M.Sn. sebagai Dekan Fakultas DKV Universitas Widyatama yang difasilitasi oleh Ketua Yayasan Widyatama. Berawal dari temuan hasil riset yang dijadikan disertasi untuk meraih gelar doktor senirupa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang disebut sebagai Sensasi Method.
Lembaga Pendidikan vokasi ATC Widyatama berkembang dan mendapat sambutan hangat dari berbagai stakeholder. Sampai saat ini telah terbentuk jurusan Desain Grafis, Seni Musik, Seni Kriya, dan Seni Tari, termasuk treatment khusus yang telah menghasilkan lulusan dalam delapan angkatan. Masing-masing peserta didik harus menyelesaikan tugas akhir berupa hasil karya pada masing-masing jurusan. Pada saat finalnya dilakukan uji kompetensi dengan pengujinya dari dunia industri dan bidang terkait lainnya.
Ciri khas pendidikan vokasi di ATC Widyatama adalah program kurikulumnya selalu menyesuikan diri dengan kondisi siswanya. Sehingga setiap angkatan mempunyai kekhasannya. Uniknya pada setiap angkatan menghasilkan karyanya yang berbeda. Misalnya pada jurusan seni musik, ada yang bisa membuat lagu, menyanyikannya sendiri maupun bersama rekannya dalam suatu group band. Tetapi pada angkatan berikutnya belum tentu bisa seperti kakak angkatan sebelumnya. Mungkin saja ada yang berhasil membuat puisi tentang kehidupan, atau membuat group band dan tampil di berbagai even di kota Bandung. Karya terakhir adalah lagu berjudul “INDUNG” yang telah menjadi single album dan sudah dipasarkan luas melalui online/digital market, seperti di Sportify, Youtube, IG, dan lainnya.
Methoda sensasi ini diterapkan kepada anak didik lebih diarahkan pada kehidupan sekitar mereka, yaitu membahas tentang keluarga, seperti tentang ibunda, ayahanda, kakak atau adik mereka, dan saudara sekitar kehidupan mereka.
Proses pembuatan lagu “Indung” ini ternyata melibatkan berbagai pihak, terutama ibu dan ayah dari Reihan (pembuat lagu), para pengajarnya di ATC Widyatama, group band dari rekan-rekan seangkatannya, dan diproduksi oleh studio ATC Widyatama sendiri. Termasuk dibuatkan majalah khusus “Musicbility Tour” untuk publikasi yang berkolaborasi dengan rekan-rekannya di jurusan desain grafis. Peran orangtuanya sangat besar sampai terwujudnya album single ini, bahkan sampai berperan menjadi managernya ketika promo keliling di berbagai station radio di sekitar kota Bandung.
Metoha Sensasi difokuskan pada menumbuhkan kepercayaan diri anak didik. Mereka harus tahu siapa mereka, siapa orangtuanya, saudara-saudaranya, dan orang sekitar kehidupannya. Sehingga hasil karyanya pun akhirnya membahas tentang keluarganya. Seperti contoh lagu Indung tersebut diatas. Disamping itu sebelumnya pernah lahir pula sebuah lagu yang hampir sama berjudul “ Ayah bunda” dari group band kakak angkatannya Rifal dkk. yang diciptakan oleh Agip/double handicab (tuna netra dan Autism). Suatu kolaborasi kerjasama yang sangat luar biasa dari berbagai unsur yang melahirkan hasil karya yang brilian.
Bagaimana menterjemahkan hasil buah pikirnya ke dalam karya lagu maupun gambar, yang ternyata menjadi karya seni yang apik bahkan mampu jual. Sebagai salah satu contoh hasil karya desain grafisnya pernah dibeli oleh pihak Starbucks (adalah rantai kedai kopi multinasional Amerika) untuk diaplikasikan di-tumbler yang dijual mereka di semua cabangnya di seluruh Indonesia. Pesanan tersebut bahkan sampai re-order. Atau pesanan dari pihak lain seperti membuat kalender. Hasil karya kolektif seangkatan misalnya kolaborasi antara desain grafis, seni musik, dan kriya seperti pada hasil karya bersama “Musicibility Tour” yang merupakan kolaborasi antar skill. Double handicab yang sebagian disandang oleh beberapa anak didik, justru menghasilkan karya yang luar biasa.
Kolaborasi dengan penulis buku, jurusan Desain Grafis membuat buku karya yang dilaksanakan secara tim sebagai karya tugas akhir. Akhirnya berhasil membuat karya buku yang menjadi bukti keberhailan selama proses pendidikan di ATC Widyatama. “Itu semua berkat kerjasama berbagai pihak yang berjalan dengan baik, yakni Yayasan Widyatama, penggagas (Dr. Anne Nurfarina), para pengajar, bahkan orangtua siswa peserta didik, termasuk para pelaku dunia industri yang peduli, maupun pihak pemerintah, ATC Widyatama sampai tahap ini telah membukti kiprahnya”, demikian tutur Direktur ATC Widyatama Dadi Firmansyah.
Lembaga yang mengembangkan teori Sensasi method penemuan founder ATC Dr. Anne Nurfarina ini terus berjalan dan membutuhkan dukungan dari stakeholder lainnya dari berbagai disiplin ilmu, sehingga jerih payah yang telah ditempuh ini semakin menemukan jatidirinya sebagai Lembaga Vokasi untuk siswa disabilitas dan treatment khusus. Hal ini disampaikan oleh Direkturnya Dadi Firmansyah dalam suatu diskusi dengan tim redaksi Komunita di ruang kerjanya. Proses yang dilalui selama ini telah menghasilkan berbagai karya dari anak didik yang sangat membanggakan. Setiap angkatan mempunyai cirikhas masing-masing. Hal ini berkat dari kerjasama berbagai pihak dalam mendorong tercapainya karya dari anak didik yang mempunyai nilai tambah bagi diri dan lingkungannya.
Kami sangat membutuhkan masukan-masukan para pihak seperti proses pembelajaran, berbagi pengalaman dan bantuan dari dunia usaha untuk memberi kesempatan bagi anak didik mengembangkan potensi dirinya di dunia kerja. ATC Widyatama harus terus berjalan dan terus maju sesuai arahan Yayasan Widyatama. Secara bertahap bagaimana ATC Widyatama bisa mandiri, dapat berdiri di kakinya sendiri, karena lembaga vokasi untuk disabilitas membutuhkan support, kemitraan, dan kolaborator.
Kesepakatan founder Dr. Anne Nurfarina sang penemu Metoda Sensasi – yang berdiskusi panjang dengan (Almh) Ibu. Prof. Koesbandijah dan Bapak (Alm) Ontowiryo dalam hal pendirian lembaga ATC Widyatama – bahwa pembelajaran dengan metode ini tidak hanya untuk anak-anak saja, tetapi harus satu circle (satu lingkaran) termasuk dengan keluarganya juga. Karena ketika pembelajaran di lingkungan sekolah pada anak tidak sejalan (match) dengan yang terjadi di lingkungan dan keluarganya, tidak akan jadi apa-apa. Terapi yang bagus dan efektif itu ada di rumah, hanya dengan adanya kami itu untuk mengarahkan cara dan kiat dalam mengerahkannya.
Jadi Metode ini dielaborasi antara anak didik sendiri, dengan para pengajar dan keluarga di rumah, jadi ada pertemuan khusus dengan keluarga. Selain itu ada program-program penunjang seperti Parents School. Jadi namanya kolaborasi dan elaborasi, dan semuanya itu dalam dunia pendidikan ataupun vokasi sangat diperlukan. Kalau tidak sealu update akan tertinggal jauh, sedangkan dunia ini cepat berubah. Kemudian embrionya dari metode sensasi itu juga sudah sangat berkembang dan harus berkembang. Selain di ATC Widyatama sudah ada tempat lain yang menerapkan metode sensasi ini, dalam artian ketika siswa/i distabilitas setiap tahunnya ada sesuatu yang baru, termasuk juga ide dalam pengajarannya, dan tidak bisa kita (copy paste) mengikuti yang sudah ada di tahun sebelumnya. Ketika siswa/i distabilitas yang baru masuk, kita juga harus beradaptasi lagi dan modifikasi kembali disesuaikan dengan kondisi siswa/i baru tersebut.
ATC Widyatama setiap hari belajar, bukan hanya siswa tetapi pengajarnya juga terus belajar. Kondisi siswanya dengan kondisi yang baru, dengan habit yang baru, kebiasaan-kebiasaan siswa/i ini berbeda dengan angkatan yang sebelumnya. Di ATC Widyatama, misalnya bagaimana cara kita mengajar siswa/i ini bisa menjadi sesuatu. Ha itu ada proses tarik ulurnya. Metode awalnya adalah tidak tahu menjadi tahu atau tidak bisa menjadi bisa, di mana semangatnya menjadikan siswa/i menjadi lebih mandiri.
Kata-kata Therapy ini sering diartikan untuk menyembuhkan, namun paradigma ini menjadi salah presepsi. Di ATC Widyatama kami tidak menyembuhkan, tapi mengasah atau mempertajam potensi siswa/i, dalam artian yang tinggi diturunkan, yang terlalu rendah dinaikkan Jadi balance menyeimbangkan kondisi mentalnya, bukan menyembuhkan, tetapi mengasah potensi skill siswa/i diasah dengan tepat.
Jurusan di ATC Widyatama antara lain Desain Grafis, Seni Musik, Kriya dan Program Treatment Khusus. Progran Treatment Khusus untuk anak-anak yang low fuction, dimulai dari usia 6 tahun sampai 24 tahun yang mampu didik atau masih bisa mengikuti dan masih bisa berubah. Untuk Seni Musik, siswa/i ini bermacam-macam potensinya dan dari setiap angkatan pasti berbeda-beda. Misalkan angkatan pertama ada siswa/i bisa “Mencipta” namun belum tentu di angkatan selanjutnya siswa/i ada yang bisa “Mencipta”. Mungkin baru ada lagi di angkatan berikutnya. Memang proses penciptaan itu tidak semua siswa/I bisa. Karena itu adalah kemampuan lebih yang dimiliki siswa/i tertentu, apabila ada siswa/I yang bisa mencipta lagu akan kami asah lebih dalam kemampuannya, karena dalam “Mencipta” tidak semua orang bisa.
Contoh, lagu dengan judul “Indung”. Dalam mata pelajaran di bidang Musik Nusantara, di dalam pelajaran ini bukan hanya lagunya, tetapi bagaimana caranya siswa/i paham siapa dirinya, asal darimana, orangtuanya asal darimana. Kebetulan yang menciptakan bernama Raihan untuk lagu “Indung” , Ibunya dari Jawa Barat, Bapaknya dari Madura. Beda budaya, disitulah issue yang dijadikan pembelajaran. Kalau mau jadi sesuatu, harus paham dulu siapa diri kita, bukan kebudayaanya dahulu. Siapa diri kita dan dari mana kita berasal, karena ini alurnya Musik Nusantara. Siswa/i ini bisa mencipta dengan bercerita tentang orangtuanya. Tetapi yang sekarang dibuat tentang Ibu, asal muasal orangtua dan dirinya sendiri, dengan narasinya bahasa Sunda. Tentu harus ada kolaborasi dengan orangtua, syair itu kolaborasi dengan ibunya, anaknya yang bikin ibunya yang revisi, Goalsnya adalah kolaborasi antara anak dan ibu menjadikan satu karya, bukan hanya di sekolah, tetapi di rumahpun mereka berproses. Bagaimana caranya kolaborasi dalam lingkup keluarga, yang menghasilkan sebuah lagu, tidak hanya sebuah narasi. Walaupun hanya beberapa bait saja karya ini dapat dikenang oleh yang lain, juga dapat dijadikan inspirasi untuk yang lain Ada rentetan cerita dalam lagu yang diciptakan, dengan bahasa Sunda, bahasa Inggris juga bahasa Indonesia. Mengapa ada bahasa Inggris, karena kebetulan siswa/i tersebut pernah tinggal di sana dan lafal Inggrisnya bagus, dimasukkan ke dalam lagu dan menjadikan suatu cerita tentang dirinya. Mengapa mengambil “Indung” ini karena yang bersangkutan harus mengetahui jati dirinya. Lagu ini menjadi single yang telah dipromosikan dan dijual, dan sudah ada di semua platform music digital.
Suatu kebanggaan untuk Widyatama, bahwa ada siswanya bisa menghasilkan suatu hasil karya yang luar biasa, dibalik keterbatasannya. Jadi ada cerita di belakang lagu itu. Kita tidak akan tahu ini hanya sekedar lagu saja dan luar biasanya ini diciptakan oleh anak yang “luar biasa”, dengan proses yang luar biasa juga. Memang proses ini dapat menghabiskan 1 semester, dan semua produksi, aktifitas dan program-program kita semua lakukan di ATC Widyatama karena di full support oleh Yayasan Widyatama, dari mulai fasilitas, recording, editing dan lainnya.
Karya Tulis yang dihasilkan Mahasiswa ATC Widyatama :
- Buku MARLEE MATLIN dibuat oleh Bethara Bagas Pria Pradana, Kintan Nurul Sabrina, Muhammad Fadhilah
- Buku NICK VUJICIC dibuat oleh Mahasiswa ATC Widyatama sebagai Tugas Akhir
- Buku Cita- Cita Nino dibuat oleh Mahasiswa ATC Widyatama yang Berkolaborasi dengan Penulis Difable di Jakarta yang berkolaborasi decara virtual via Zoom
Hasil karya Ini ibarat “Mutiara” yang terpendam, kini nampak di permukaan dan tidak kalah dari hasil karya lainnya.
Penulis: Eddy Budianto, Editor: Lili Irahali