Istilah seksi akhir-akhir ini terkait kesuksesan dan pendidikan adalah soft skill yang notabene melekat pada sosok manusia. Konon masalah terbesar daya saing Indonesia terletak pada sumber daya manusianya. Sikap dan perilaku karyawan paling sering dikeluhkan oleh hampir sebagian besar manajemen perusahaan di Indonesia. Keluhan muncul dari lesunya motivasi, ketidakcakapan memimpin, kerjasama tim yang lemah hingga munculnya kasus-kasus karyawan indispliner. Tetapi kalau disimak di belahan bumi lain seumpama Eropa, Amerika dan Asia Selatan sesungguhnya menghadapi hal sama. Penelitian di Eropa menjelaskan kesuksesan seseorang di dunia kerja 80 % ditentukan kemampuan soft skill dan 20 % kemampuan hard skill.
Banyak buku dan training membahas tentang soft skill dan diminati. Buku laris Lesson From The Top tulisan Neff & Citrin, misalnya. Bahkan buku Seven Habits of Highly Effective People tulisan Stephen R. Covey dibeli orang dan terjual lebih dari 15 juta kopi dalam 38 bahasa, sedang versi audio terjual 1.5 juta kopi. Sementara di Indonesia beragam training terkait soft skill diselenggarakan bertema Leadership, Motivasi, Mind Set, Team Building, Ethos, Coaching, Counselling, Pengembangan Diri, Kecerdasan Emosi, ESQ, Customer Service, Building Trust, Interpersonal Communication Skill, Problem Solving Decision Making.
Kesenjangan
Di era global ini kesempatan kerja maupun wirausaha lintas batas negara bertumbuh dan spektakuler. Tetapi perkembangan dunia pendidikan tidak selalu paralel dengan realitas dunia kerja. Lulusan perguruan tinggi begitu memasuki dunia kerja dihadapkan pada kenyataan yang sama sekali berbeda. Ilmu yang mereka dapat di bangku kuliah seringkali juga tidak banyak membantu dalam dunia kerja. Kesenjangan dunia pendidikan dengan dunia kerja inilah yang disebut-sebut sebagai salah satu penyebab terjadinya pengangguran terdidik di Tanah Air.
Tahun 2012 angka pengangguran pemuda terdidik mencapai 41,81 persen dari total angka pengangguran nasional. Jumlah pengangguran terdidik terbanyak adalah lulusan perguruan tinggi, yaitu 12,78 persen. Angka pengangguran pemuda Indonesia pun termasuk yang tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Pemuda yang menganggur di Indonesia mencapai 25,1 persen dari total angkatan kerja. Demikian pula di negara tetangga, sejumlah besar insinyur dan lulusan lainnya berhasil lulus setiap tahun. Tetapi faktanya terdapat kelangkaan parah akan kesiapan lulusan untuk dipekerjakan. Kenyataan tersebut menunjukkan terjadi kesenjangan/gap antara dunia kerja dan institusi pendidikan.
Pendidikan Tinggi berorientasi pada lulusan dengan high competence IPK tinggi dan lulus dalam waktu yang cepat. Sementara dunia kerja berorientasi pada lulusan yang memiliki kemampuan dalam aspek teknis dan non teknis (soft skill). Aspek teknis berhubungan dengan latar belakang keahlian atau kebutuhan yang diperlukan di dunia kerja. Aspek non teknis mencakup motivasi, adaptasi, komunikasi, kerjasama, problem solving, manajemen stress dan kepemimpinan. Perusahaan menghadapi tantangan menakutkan dalam mempekerjakan, memberi pelatihan, dan mempertahankan karyawan. Globalisasi telah meningkatkan permintaan akan pentingnya bakat dan talenta. Generasi kini dengan berbagai kelemahannya diproyeksikan untuk mengisi permintaan tersebut. Globalisasi dan konsekuennya dalam dunia kerja tibatiba menemukan sesuatu yang diinginkan dunia kerja yaitu soft skill.
Soft skill dan Pendidikan Tinggi
Kalau begitu, Apa sebenarnya soft skill? Mengapa ada kebutuhan untuk mengembangkan keterampilan ini dan memasukkannya ke dalam baju profesional seseorang ? Jika seseorang mengidentifikasi kebutuhan terhadap keterampilan ini, bagaimana seseorang mendapatkannya ?
Soft skill merujuk pada sekelompok kualitas pribadi, kebiasaan, sikap dan social graces yang membuat seseorang baik dan kompatibel untuk bekerja. Keterampilan tersebut menurut Kamus Oxford adalah “Kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan baik”. Soft skill yang didefinisikan sebagai ‘sekelompok ciri-ciri kepribadian’ dapat dikatakan menggabungkan semua aspek keterampilan generik yang meliputi unsur-unsur kognitif yang terkait dengan keterampilan non – akademik. Soft skill diidentifikasi sebagai keterampilan yang paling penting dalam pasar kerja global saat ini terutama di era teknologi yang pesat.
Sebuah perbedaan menunjukkan antara soft skill dan hard skill. Hard skill mengacu pada keterampilan teknis dan akademis, sedang soft skill mengacu pada keterampilan pribadi dan interpersonal. Keterampilan akademis dan teknis dapat lebih mudah didefinisikan, diamati dan diukur. Namun, pengukuran keterampilan pribadi dan interpersonal membutuhkan faktor-faktor kompleks. Faktual sangat sulit mendefinisikan, mengamati dan mengukurnya dan karena soft skill sesuatu yang tidak berwujud. Upaya riset dan penelitian ahli telah mencari pendapat dalam upaya menentukan soft skill yang spesifik untuk diterapkan dan digunakan di lembaga-lembaga pendidikan tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian disepakati terdapat tujuh soft skill telah diidentifikasi dan dipilih untuk diterapkan di lembaga pendidikan tinggi. Ketujuh soft skill dimaksud yaitu:
1. Keterampilan Komunikasi,
2. Keterampilan Berpikir dan pemecahan masalah,
3. Kerja Tim dan keterampilan manajemen,
4. Long-Life Learning dan Manajemen Informasi,
5. Keterampilan usaha/Entrepreneur,
6. Etika , moral dan profesionalisme,
7. Keterampilan Kepemimpinan.
Perubahan Paradigma & Perilaku
Arti penting soft skill bagi seseorang semakin tampak dengan banyaknya sarjana yang menganggur tidak hanya di Indonesia tapi di seluruh dunia. Sertifikasi, pendidikan dan kemampuan teknis memang penting untuk membantu orang mendapatkan antrian pekerjaan. Tetapi orang memerlukan soft skill untuk menciptakan peluang bagi dirinya sendiri. Untuk apa penggunaan kemampuan akademik / teknis yang dimiliki jika tidak ada yang tahu bahwa seseorang mempunyai keterampilan yang diperlukan?
Inti pendidikan, atau inti dari kemampuan teknis seseorang adalah kesempatan. Kesempatan tersebut dapat terwujud hanya dengan perintah soft skill. Melalui soft skill membuat seseorang selangkah lebih tinggi dan berdiri keluar dari kerumunan. Memiliki keterampilan interpersonal yang diperlukan merupakan dasar untuk pertumbuhan karier. Soft skill memberikan kemampuan untuk mengambil keuntungan dari tantangan dan peluang yang akan datang.
Soft skill sangat penting untuk kemajuan karir. Jika seseorang tidak dapat berkomunikasi dengan baik dengan rekan atau klien, mungkin dianggap tidak kompeten, meskipun kemampuan teknis jauh lebih unggul dari orang lain. Tetapi ketika seseorang berinteraksi lebih baik dengan mitra kerjanya, maka kesan positif akan mereka bawa. Arti kesan positif tentunya berdampak pada lebih banyak kesempatan, dan lebih banyak tanggung jawab.
Dengan demikian, manfaat utama soft skill adalah pemberdayaan. Bagaimana keterampilan dan kemampuan teknis dapat diterjemahkan menjadi bernilai ? Bagaimana kesempatan diciptakan? Soft skill berguna untuk menciptakan dan memanfaatkan peluang pekerjaan, karir maupun bisnis. Tidak peduli seberapa besar kemampuan teknis yang dimiliki. Soft skill adalah kebiasaan dan pembiasaan, bukan teori! Sebagai keterampilan lunak memerlukan perubahan bertahap perlahan agar menyerap ke dalam karakter. Mengembangkan keterampilan soft skill harus diasah merupakan long life learning. Langkah pertama yang baik adalah melupakan sifat negatif. Kedua, bertahan untuk menempatkan keterampilan yang dipelajari dalam praktek sehingga menjadi kebiasaan dan merembes ke dalam perilaku.
(lee – www.last – bench.com dan berbagai sumber)