Dinamika Transformasi Digital Pendidikan Tinggi, Mensiasati Pendidikan 4.0

0
2,223 views

Dinamika

Transformasi Digital Pendidikan Tinggi,

Mensiasati Pendidikan 4.0

Transformasi digital pendidikan tinggi tidak lepas dari Pendidikan 4.0. Istilah Pendidikan 4.0 digunakan para ahli teori pendidikan untuk mewujudkan berbagai cara mengintegrasikan teknologi cyber baik secara fisik maupun tidak ke dalam pembelajaran. Pendidikan 4.0 merespons kebutuhan Revolusi Industri 4.0 (RI ? 4.0), dimana manusia dan mesin diselaraskan untuk mendapatkan solusi, memecahkan masalah dan tentunya menemukan kemungkinan inovasi baru.

Fakta bahwa percepatan dan dampak terobosan teknologi saat ini melebihi dari sebelumnya. Inovasi dan kemajuan saat ini dipengaruhi kehadiran kuat teknologi kecerdasan buatan, robotika, internet, kendaraan robot, bioteknologi, nanoteknologi, pencetakan 3-D, ilmu material, komputasi quantum dan penyimpanan energi. Dampak terobosan teknologi yang begitu pesat sehingga RI ? 4.0 berkembang dengan kecepatan eksponensial, serta mendisrupsi hampir semua industri dan kegiatan usaha. Fakta Produk dengan Teknologi Digital menunjukkan waktu yang semakin pendek dalam? mencapai 50 juta pengguna seperti gambar berikut.

Sumber : Lithan ? Digital Skills Accelerator

?

Ada lima kompetensi yang harus dimiliki lulusan pendidikan tinggi agar mampu bersaing di era Industri 4.0 yakni: kemampuan berpikir kritis, memiliki kreatifitas dan kemampuan inovatif, kemampuan dan keterampilan berkomunikasi yang baik, kemampuan kerjasama, dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi.

Dunia pendidikan mulai mengantisipasi sebagai sebuah langkah untuk memenuhi tujuan tersebut.? Pembelajaran abad 21 berpusat pada peserta didik agar mampu mengembangkan karakter dalam pembelajarannya, meliputi: Communication,?Collaboration,?Critical Thinking and Problem Solving, dan?Creativity and Innovation (4 C). Dalam kaitan itu, dosen sebagai ujung tombak pembelajaran dituntut mampu merencanakan dan melaksanakan proses belajar mengajar/PBM yang berkualitas. Salah satunya dengan mengoptimalisasi penggunaan teknologi sebagai alat bantu pendidikan yang diharapkan mampu menghasilkan?output?yang dapat mengikuti atau mengubah zaman menjadi lebih baik. Pendidikan 4.0 di depan pintu kita, dan tentunya merupakan peluang sekaligus tantangan bagi lembaga pendidikan yang siap menembus masa depan. Namun kita menyadari bahwa untuk beralih dari model pembelajaran tatap muka atau bertemu secara langsung, lalu berubah menjadi daring (online) yang sarat dengan teknologi digital adalah transformasi yang membutuhkan upaya dan biaya tidak sedikit.

Nah, Transformasi Digital pendidikan tinggi merupakan pengejawantahan Pendidikan 4.0. Dalam konteks global, Asosiasi Internasional Universitas (IAU) melaporkan hasil Konsultasi Terbuka yang dilakukan dari 1 November 2018 hingga 1 April 2019. Konsultasi dimaksudkan untuk mengetahui dan memahami kondisi terkini transformasi digital pendidikan tinggi di dunia.

Laporan tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada satu ukuran yang cocok untuk transformasi digital pendidikan tinggi. Lembaga perguruan tinggi berbeda sifatnya, berbeda dalam ruang lingkup dan beroperasi, serta dalam konteks yang sangat berbeda pula. Namun, kemajuan teknologi memiliki dampak di seluruh dunia pada kehidupan sehari-hari warga, pada bagaimana masyarakat berkembang, pada keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk ambil bagian dalam masyarakat, dan yang terpenting tentang cara mengakses informasi dan pengetahuan bagi kemaslahatan masyarakat.

Karena itu, meskipun transformasi digital tersebut terjadi dengan cara yang berbeda, pada langkah yang berbeda, serta dengan cara-cara yang berbeda. Namun, peluang secara umum adalah bahwa semua lembaga perguruan tinggi dihadapkan pada pertanyaan bagaimana beradaptasi dan membentuk pendidikan tinggi di dunia yang semakin digital. Teknologi hanya sarana mencapai tujuan, dan oleh karena itu penting untuk memperdebatkan, mempertanyakan dan menanyakan tujuan transfomasi digital, serta beradaptasi yang ideal untuk memajukan dan meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan tinggi.

Di dalam negeri isu transformasi digital pendidikan tinggi yang telah digaungkan sejak tahun 2018 belum disambut antusias kalangan pendidikan tinggi, bisa dihitung dengan jari yang memulai menjalani hal tersebut di tengah kesamaran dan ketidakpastian. Karena itu adopsi teknologi informasi oleh perguruan tinggi cenderung minim. ?Ivan Sangkereng, IT Director Bina Nusantara mengatakan ada 3 sebab, yakni: Pertama, soal dana walau memang tergantung dari teknologi yang digunakan. Kedua, sumber daya manusia belum siap untuk transformasi digital. Ketiga, adalah akses pada teknologi itu sendiri yang masih terbatas.

Kini, saat pandemi Covid-19 dan masa adaptasi kebiasaan baru transformasi digital pendidikan tinggi menjadi keniscayaan, walau di tengah kegagapan dalam implementasinya. Majalah Komunita mencoba menyelami apa yang dihadapi pendidikan tinggi dan lembaga perguruan tinggi dalam situasi urgent pandemi Covid-19, sekaligus upaya ke depan perguruan tinggi mensikapi Pendidikan 4.0 – yang kental dipengaruhi transformasi digital. Kami menemui beberapa pimpinan perguruan tinggi dan tokoh pendidikan tinggi memotret hal tersebut.

 

Mangadar Situmorang, Ph.D. ? Rektor Unpar

Pendidikan Tinggi bagian kebudayaan dan peradaban, PT perbanyak vokasi namun perlu yang akademik untuk keseimbangan

Sumbangsih Unpar pada masa pandemi Covid-19 ?

Sekarang ini menjadi relawan vaksin Covid, pada dua minggu sebelumnya (tahap pertama), nanti dua minggu kedepan tanggal 11 November suntik vaksin yang ketiga. hasilnya Alhamdulillah tidak ada keluhan signifikan, terlihat dari laporan harian yang dibuat (tidak terjadi pembengkakan, apakah ada demam, dsb). Setiap hari pemeriksaan suhu tubuh, dan hasilnya aman.

Dari sisi sosial, memang teman-teman membuat riset yang bermuara pada penemuan meskipun bukan penemuan baru. Tetapi lebih menegaskan bahwa masyarakat kita itu punya potensi yang kita sebut capital culture untuk saling peduli sama lain apalagi di awal-awal pandemi banyak terjadi PHK, ekonomi berhenti tetapi kemudian masyarakat kita secara spontan, secara kultural entah itu mengumpulkan dana, bantuan dan sebagainya.

Riset-riset itu dilakukan sebagai modal sosial kultural menjaga toleransi ekonomi yang membantu dari sisi pemasaran. Pandemi ini berdampak pada tempat kos di sekitar kampus, rumah makan, cara membantu mereka dengan dukungan pemasaran online. Fakultas Ekonomi kami sudah melakukan pendampingan meng-create sebuah aplikasi untuk mendukung/support usaha mereka. Soal kepatuhan hukum atau ketaatan hukum atau cedera hukum karena PHK atau karena kontrak-kontrak normal tadi, tiba-tiba pandemi (itu termasuk force majeur).

Dari situlah muncul relawan vaksin yang ternyata menimbulkan kekawatiran, keraguan. Itu hal yang wajar. Relawan vaksin kami 12 orang selama 12 bulan terakhir. Inginnya rame-rame tapi memang banyak pegawai kita juga tinggal di luar kota Bandung. Sedangkan di awal ?prioritas Kota Bandung. Kita bisa menjadi sangat kuat terintimidasi pandemic karena melihat korban jatuh. Adanya efek psikologis kalau misalnya dirunut lagi menimbulkan tuduhan dan praduga yang lain-lain terhadap pasien meninggal di rumah sakit lalu dicovidkan. Secara netral, hal ini menunjukan betapa isu pandemi dapat dengan mudahnya di-blow up lalu mengubah perilaku dan adaptasi baru.

 

Perspektif memaknai korelasi RI ? 4.0, Pendidikan 4.0, dan Transformasi Digital? Pendidikan Tinggi ?

Masih menyelami esensi dan substansi dari RI – 4.0 yang kemudian juga dikaitkan dengan Society 5.0 dengan mengabaikan atau mengesampingkan dulu faktor emergensi yang diakibatkan pandemi ini. Sejak dicanangkan sebagai kebijakan nasional 2018 oleh Kementerian Perindustrian, terkesima saat Jokowi menyampaikan di Senayan, mengagumi perkembangan teknologi dan dituntut melakukan adaptasi dan adopsi yang kurang lebih semua inndustri, baik manufaktur dan jasa menggunakan Internet, Artificial Intelligent dan teknologi.

Sebagai orang sosial, merasa jalan menuju Roma itu banyak. Kenapa dipaksa harus dengan Teknologi seperti itu? Apakah thats the only one way yang bisa dijalankan untuk sampai pada tujuan produktifitas, efektifitas, kualitas, dan sebagainya (jangan sampai ini menjadi konspirasi yang mengarah pada kapitalisasi). Hampir setiap forum bicara mengenai RI – 4.0, penggunaan media digital pada pembelajaran (baik dalam pembuatan power point, video, digitalize). PT dituntut menggunakan digital material, platform pembelajaran perguruan tinggi, dan ini disenangi mahasiswa karena memang zamannya.

Poinnya adalah bahwa pandemi Covid-19 memaksa PT melakukan percepatan teknologi digital ini (social meeting, video pembelajaran, presentasi digital). Menjelaskan suatu konsep secara virtual, dari sisi perkuliahan masih banyak kekurangan dalam hal efektifitas penerimaan materi. Masih ada beberapa keterbatasan dari dosen, dalam hal penyampaian materi yang tidak lengkap, adanya beban psikologis dan relasi sosial antar dosen dan mahasiswa yang tidak nyaman, dan beberapa faktor lain mengenai pendidikan karakter tidak dapat dilakukan, bagaimana cara membuat assesment dalam pengembangan karakter tersebut. Ketika kita membuat evaluasi atau assesment melalui Ujian Tengah Semester (UTS), karena dilakukan secara virtual jadi dosen tidak mengawasi dan tidak memeriksa lagi.

Semua diserahkan mandiri kepada mahasiswa sehingga ada terjadi hasil ujian yang sama pada beberapa mahasiswa (kecurangan karena berkolaborasi mencontek satu sama lain). Mahasiswa tersebut akan diberikan nilai E (tidak lulus satu mata kuliah) dan gagal satu semester. Ini kaitannya dengan pengembangan karakter. Tapi kemudian, layakkah memberikan hukuman tersebut kepada mahasiswa? Ketika pada prosesnya sendiri tidak ada pengawasan dari dosen, tidak ada instrumen pengawasan. Meskipun mereka harus jujur dan berintegritas dalam relasi sosial. Namun ketika relasi sosial itu tidak berlangsung, bukankah itu menjadi suatu kebodohan? Di satu sisi ingin mereka jujur dan berintegritas, namun di sisi lain kadang kita mempersilakan mereka untuk berkolaborasi dengan temannya jika ada hal-hal yang tidak dapat dimengerti. Instrumen-instrumen belum siap, yang bisa memastikan pendidikan karakter yang diinginkan bisa berjalan dengan baik. Bukan saja soal infrastruktur yang harus dipersiapkan, yang lebih penting adalah assesmen baik dari sisi pengetahuan dan karakter, serta relasi sosial.

 

Apa substansi Transformasi Digital Perguruan Tinggi ??

Kemajuan teknologi informasi, menyebutkan bahwa dosen bukan lagi menjadi sumber pengetahuan. Karena peran dosen sudah diganti dengan Google, Search Engine lain, atau website lainnya. Sehingga nampaknya peran dosen beralih tidak lagi dalam konteks source of knowledge, karena Pendidikan bukan lagi 100% transfer of knowledge. Yang coba dilakukan adalah membantu mahasiswa untuk memberikan frame (framing) dan kaitannya dengan? conceptualizing bahwa data informasi ini bisa dimaknai dalam konteks tertentu. Kelihatannya Pendidikan bukan lagi 100% transfer of knowledge bukan menjadi isu lagi, tetapi kemudian yang menjadi isu adalah framing tadi, give a meaning, conceptualizing.

Itu memerlukan kemahiran teknologi yang baru bagi dosen, agar fungsi-fungsi tersebut dapat berjalan dengan baik. Termasuk Pembentukan dan Pendidikan Karakter. Sekarang kita tidak lagi melihat anak dari sisi rapi, sopan dalam penampilan, dan lainnya. Lama kelamaan kita menjadi terbiasa, misalnya dengan melihat anak-anak di aplikasi zoom dengan latar belakang tempat yang berbeda-beda misalnya suasana kamar berantakan, mahasiswa dengan pakaian tidak rapi seperti biasanya. Jika ada mahasiswa kesulitan akses internet, mereka akan saling bertukar saran dan pendapat. Itulah yang dikatakan mahasiswa yang memiliki seni communication skills yang baik. Ada perubahan signifikan, cara melihat dan mempersepsi teknologi, relasi dengan mahasiswa secara virtual, pemahaman dan penilaian terhadap mahasiswa disesuaikan dengan kondisinya masing-masing.

Dosen senior tidak mudah melakukan perubahan, meskipun hal tersebut bisa menjadi bentuk disiplin atau edukasi (seharusnya bukan pola punishing). Padahal sebetulnya taat dan disiplin bisa dibentuk dengan bahasa verbal yang lebih nyaman, komunikasi yang lebih bersahabat,? tidak harus dengan pasang muka tegang, atau sejenisnya. Sustainability ke depannya harus dipersiapkan, apakah bisa bertahan seperti sekarang? Salahsatu adopsi digital adalah adanya efesiensi, proses pengurangan pegawai, namun harus menjamin bahwa pegawai yang bekerja harus menerima haknya. Bisnis ini termasuk jasa, jasa pendidikan. Yang mendapatkan upah dari pembayaran mahasiswa. Dengan model sekarang, bisa menjadi akses atau kesempatan untuk dapat belajar di PT. Dengan digital revolusi berharap angka minat belajar di PT dapat meningkat. Selain dari fasilitasnya, cost-nya yang bisa lebih murah. Peningkatan angka tanpa mengurangi kompetensi yang dicapai, dan dapat memenuhi kebutuhan industri.

Isu lainnya, dari sisi pembiayaan perkuliahan. Jika ini diberlangsungkan maka harus dicermati dan dijadikan kajian mengenai cost dalam satu perkuliahan. Jika dibandingkan dengan secara konvensional seperti sebelum pandemi ini. Secara virtual, ada cost yang berkurang. Namun ada namanya coursera (kelas online), bervariasi biayanya (dalam kurs dollar) yang diadakan oleh orang-orang hebat yang memanfaatkan kemajuan teknologi, menciptakan kapitalisasi dan profit tersebut. Kita merasa terjebak karena tidak memproduksi hal seperti itu. Padahal kelas online ini pun mahal (tidak harus lebih murah). Ada suatu situasi yang kontradiktif atau tidak selalu in line. Perguruan Tinggi memproduksi sendiri dengan menghasilkan ijazah dan untuk mendapatkan itu, menawarkan sejumlah mata kuliah yang ada cost-nya. Mahasiswa bisa mengambil atau memilih mata kuliah dan itu merupakan bisnis pendidikan yang saat ini juga sedikit kacau.

Pendidikan tinggi jangan menjadi komponen dari sebuah siklus produksi, melainkan menjadi bagian kebudayaan dan peradaban. PT mendidik orang lain yang intelektual, mandiri, dan dewasa. Mereka bisa berkarya apapun, bahagia, dan berkontribusi positif kepada masyarakat. Sebagai solusi, setuju bahwa PT memperbanyak vokasi. PT yang akademik sebaiknya diambil alih oleh vokasi. Keseimbangannya adalah kita masih perlu juga lulusan akademik. Jika ini tidak ada maka akan diisi oleh yang lain.? Orang yang akan menggeluti program akademik dan menjadi intelektual, analis, researcher akan menjadi terbatas dibanding mereka yang akan terjun di industri. Dari konteks edukasi masyarakat, atau diseminasi kebijakan pemerintah sudah cukup sejalan dengan adanya moratorium studi tertentu atau sebaiknya pemerintah memberikan dukungan lebih besar terhadap pendirian studi yang masuk kategori STEM dan pendidikan vokasi, itu merupakan indikator yang harus diutamakan menuju perubahan.

 

Dalam situasi seperti sekarang, Pendidikan harus tetap berjalan. Sejauh mana konten pembelajaran dan materi perkuliahan dapat tersampaikan dengan baik kepada mahasiswa?

Kita merasa terbantu oleh pola pelaksanaan pendidikan yang kita sebut kurikulum berbasis kompetensi, yang membantu merumuskan profil lulusan yang diharapkan. Secara prosedural, teknis, metodologis kita dapat terbantu. Kami memiliki kecenderungan 1) toleransi atau kompromi atau relaksasi terhadap CPL dan SKL tadi untuk dapat menenangkan juga mahasiswa dan dosen; 2) tuntutan merevisi CPL, harus dikaitkan dengan tawaran baru yang menarik untuk ditindaklanjuti terkait pada kampus merdeka. Mahasiswa memiliki pilihan (Alternatif keluar dari kurikulum) untuk mendapatkan pengalaman belajar yang berbeda seperti praktek kerja lapangan, magang, bekerja bela negara, konservasi lingkungan hidup, bekerja kemanusian, dll yang sudah ditetapkan DIKTI. Sebagai alternatif bahwa mahasiswa tidak harus menyelesaikan 144 SKS di ruang kuliah, baik fisik ataupun virtual. Masalahnya, kita belum siap akan hal tersebut. Ada beberapa hal yang harus dipersiapkan secara legal prosedural, infrastruktur, metodologi, dan finansialnya.

Dua isu tersebut, relaksasi atau kompromi capaian pembelajaran ini bukan untuk menurunkan kualitas kompetensi melainkan memperluas horizon model ukuran-ukuran tadi. Secara internal ingin rasanya mahasiswa aktif di luar tapi tidak cukup siap dengan apresiasi yang harus diberikan kepada mereka. Ada tuntutan untuk kita lebih terbuka mengukur menentukan kompetensi mahasiswa. Orang hukum mungkin hapal Pidana dan Perdata atau draft legal, tetapi tidak mempunyai media pengayoman, empati, atau feeling untuk membuka Lembaga Bantuan Hukum, sifat atau keinginan untuk advokatif. Ada banyak cara mengukur keahlian mahasiswa di luar nomenklatur yang sudah ditetapkan.

 

Apakah melakukan supervisi kepada Perguruan Tinggi lain? mempunyai platform sendiri atau mengikuti platform yang sudah ada (SPADA, Inheren, dll)?

Kami tidak ada terpikir untuk supervisi atau peran pendampingan atau peran lainnya yang menunjukkan sebuah PT membantu PT lainnya. Yang dulu pernah dilakukan adalah Bimtek untuk pengembangan LPM, SPMI, atau pengembangan akreditasinya. Yang terpikir adalah ruang kolaborasi yang menjadi sangat terbuka. Dengan kurikulum kampus Merdeka dan revisi CPL, bagi mereka yang berinisiatif melengkapi infrastrukturnya agar dapat mendorong mahasiswa memperoleh informasi ke kampus lain untuk mengalami pembelajaran yang berbeda dengan institusinya.

Kami memiliki platform sendiri yang dikembangkan dari sebelum pandemi, bernama IDEL (Interactive Digital Environment Learning) yang sudah 10 tahun lebih tapi grafik penggunaannya sangat lambat. Sampai dengan 2019 yang lalu, yang bisa menggunakan Digital learning adalah Fakultas Teknik, Informatika, dan Sains. Begitu pandemi, 100% menggunakan IDEL ini. Pengadaan materi di berbagai platform sudah berjalan 100%.? Dalam semangat pandemi, kampus merdeka, hibah yang ditawarkan pemerintah, hibah pembelajaran Daring, ketika ditawarkan ke para dosen banyak yang berpartisipasi (aply) dan sebagian lolos (Approve).

?

Prof. Dr. H. Edi Setiadi, SH., MH. ? Rektor Unisba

?Penguatan Sumberdaya, Bangun Insan Cerdas Kompetitif

Perspektif Prof. Edi maknai Pendidikan 4.0 ?

Dunia pendidikan saat ini mengalami pergeseran paradigma tidak hanya tuntutan Era RI – 4.0 saja melainkan juga Era Society 5.0, dimana keperluan masyarakat akan lebih mudah terpenuhi dan mempercepat kerja manusia karena dibantu oleh teknologi yang keren dan sudah saling berintegrasi, oleh karena itu penyelenggara pendidikan tinggi perlu mempersiapkan sumberdaya dalam menghasilkan insan cerdas kompetitif di era tersebut.

Hubungan Pendidikan 4.0 dengan Transformasi Digital Perguruan Tinggi ?

Tujuan adanya pembaharuan era tersebut adalah untuk menciptakan nilai-nilai baru dengan mengkolaborasikan dan bekerja sama dengan berbagai macam sistem/Informasi dan ?Teknologi ?yang ?berkembang ?pesat, ?dan? juga? mampu? meningkatkan? modal ?atau kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan (Human Capital). Kemudian, adanya masyarakat 5.0 juga dapat menyelesaikan permasalahan melalui perpaduan inovasi dari berbagai? unsur ?yang? terdapat pada RI – 4.0. ?Melalui, kecerdasan ?buatan (Artificial Intelligence), IoT (The Internet of Things), dan Big Data akan mentransformasi jutaan data yang dikumpulkan melalui internet, sehingga lebih mempermudah pekerjaan manusia. Dengan demikian Transformasi Digital Perguruan Tinggi merupakan sebuah tantangan baru dalam manajemen PT untuk melakukan perubahan dari konvensional menuju era digital, perlu dilakukan inovasi dalam proses pembelajaran dengan dukungan infrastruktur dan sumberdaya manusia mumpuni.

Karena itu, Transformasi Digital bukan hanya trend sesaat, tetapi tuntutan baru di dalam pengelolaan PT, sehingga PT perlu membangun strategi baru untuk dapat bersaing di pasar? internasional dengan sumberdaya yang dimiliki, bahkan perlu meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya.

Kami telah melakukan Transformasi Digital Perguruan Tinggi sejak tahun 2008, dimana saat itu saya sebagai Pembantu Rektor 1 sebelum berubah naman menjadi Wakil Rektor, transformasi ini juga didukung oleh sumber dana Dikti saat itu melalui program hibah kompetisi berbasis institusi dengan fokus pada Pengembangan Teknologi Informasi, Penjaminan Mutu dan Peningkatan Kualifikasi Dosen Melalui Studi Lanjut. Hingga saat ini masih terus berupaya untuk melakukan berbagai peningkatan layanan dan juga peningkatan mutu SDM yang mendukung transformasi digital.

Pandemi Covid-19 bukan memicu kami mengawali transformasi digital, melainkan sebagai alat uji kehandalan sistem yang telah kami kembangkan sebelumnya.

 

Bagaimana dengan SPADA, Inherent & ID-rent Kemendikbud ? Atau platform sendiri ?

Kami memiliki Learning Management System sendiri sebagai media pembelajaran digital dan juga yang dipersyaratkan dikti untuk dapat digabungkan atau SPADA/Sistem Pembelajaran Daring yang dimiliki Dikti, kami namakan ekuliah.unisba.ac.id.

 

Model transformasi digital (pembelajaran daring) seperti apa, yang memadai dari sisi metode maupun kualitas pembelajaran di masa Covid-19 dan ke depan.

Dalam hal pembelajaran daring sesungguhnya PT dan juga dosen dituntut untuk melakukan inovasi dalam hal pembelajaran, mengubah metode pembelajaran yang lebih berpusat kepada mahasiswa dimana dosen sebagai motivator dan menyiapkan bahan ajar yang inovatif untuk mudah dipahami mahasiswa, serta PT menyiapkan sumberdaya untuk mendukung proses pembelajara tersebut. Perlu dipahami bahwa dengan adanya Transformasi ini maka dosen melakukan pembelajaran syncronous (tatap muka di dunia maya/virtual) dan juga a-syncronous dimana mahasiswa dapat belajar kapan saja dan dimana saja dalam kurun waktu yang telah ditetapkan dengan memenuhi unsur modul, forum, kuis dan tugas sesuai dengan Rencana Pembelajan yang telah ditetapkan ag ar memenuhi standard Capaian Pembelajaran Lulusan.

 

Fasilitas pembelajaran online (masa pandemic Covid-19) tersedia, baik infrastruktur hardware maupun software/aplikasi

Ada UPT E-learning sebagai pelaksana tugasnya dengan dukungan sistem informasi (Bagian ??PSITEK) yang sudah dikembangkan dengan dukungan bandwith yang cukup baik 2.5 GB yang terus ditingkatkan sesuai jumlah usernya atau setara dengan 130-135 kbps/orang/mhs.

 

Transformasi Digital PT akan mengikis substansi pendidikan karakter yang justru sangat penting di era digital ?

Mungkin bukan mengikis namun PT perlu melakukan Inovasi dalam hal pendidikan karakter di era digital.

?

Ir. A. Harits Numan, M.T., Ph.D., IPM. ? Wakil Rektor I Unisba

Upaya terkait Pendidikan 4.0 ?

Digitalisasi inti Pendidikan 4.0 ?dalam mengantisipasi RI ? 4.0 tentunya kita? harus merespon sesuai kemampuan kita. Digitalisasi sudah melekat disini dan tidak bisa hanya menerapkan pengajaran konvensional. Memang ada PT yang melakukan transformasi cepat dan ada yang lambat. Di kampus kami ke depan akan terjadi pergeseran luar biasa, kami didukung Yayasan. ?Melalui digitalisasi kampus PMB kami tetap dan stabil yang masuk dan daftar ulang, dan registrasi mahasiswa kita meningkat 5%, dan kinerja lebih meningkat dalam segala hal.

Tahun 2008 Kami mendapatkan Hibah DIKTI dalam pengembangan kapasitas Institusi,? SDM, dan program studi Teknik Industri, Statistik dan Hukum, itulah cikal bakal digitalisasi kampus. Selain itu kami mendapatkan Hibah Inheren dan mengembang infrastruktur selama 3 tahun sampai Perpustakaan menerapkan digitalisasi menggunakan barcode/QR Code. Sehingga kecanggihan fasilitas kampus terus berkembang.

Kami memiliki unit Sistem Informasi dan Management/SIM yang ketika itu memanfaatkan Hibah DIKTI dan terus kami kembangkan sampai sekarang. ?Sejak 2017 sistem IT dan bandwith dll.nya berkembang pesat. ?Pengajaran daring mulai tahun 2017, sosialisasi daring tahun 2018, lalu diperkuat SK Yayasan dan Rektorat sebagai regulasinya. Ketika ramai RI – 4.0 tahun 2019 kita sudah seattle digitalisasi dalam pembelajaran daring juga sistem penggajian.

Tahun dan 2020 semenjak Covid-19 kami sudah menyiapkan sistem daring, jadi kami tidak kaget. Yayasan mendukung penuh menguatkan infrastruktur dan sumber daya manusia menghadapi perubahan ini. Namun hal tersebut memerlukan proses dan memang ada retensi tinggi, karena banyak dosen masih lebih senang tatap muka daripada tatap maya. Kami juga mengkompensasi dengan biaya pulsa, biaya listrik dan lainnya. Karena Covid-19 adalah force majure maka kami memberikan kompensasi kepada mahasiswa dan dosen-dosen pengajar.

Selain itu dari aspek konten dan kesiapan dosen, kami kuatkan. ?Kami petakan dosen dan 3 cluster, yaitu: Cluster Milenial, Cluster Semi, dan Cluster Usia lanjut. ?Kendalanya adalah beban pada tendik yang usia lanjut, karena itu kami membuat pencakokan didampingi dosen muda dalam mempersiapkan materi agar dapat diimplementasi ke sistem. Human Capability ini terus kami persiapkan, karena RI ? 4.0 sudah menuju Society 5.0 dengan modul, Forum, Quiz, dan Tugas. Empat komponen tersebut merujuk pada RPS dan tugas-tugas yang harus dipenuhi adalah kewajiban dalam menyempurnakan RPS. Nah, yang di middle ini menjadi daya ungkit untuk yang lain dan terbentuklah team teaching dengan berbagi materi dan kebersamaan dengan baik.

Memang dari sisi dosen ada ketidaksiapan serta kekhawatiran dosen tergantikan oleh teknologi. Untuk merubah pola pikir ini sangat sulit dan memerlukan pendekatan persuasif juga harus terus menerus dan perlahan-lahan. Memang dengan penerapan pembelajaran daring banyak sekali dinamika yang terjadi.

Kami sangat siap digitalisasi di masa pandemi Covid-19, meskipun ke depannya kita belum tahu. Mungkin saja 2 tahun ke depan bisa tatap muka kembali. Karena ada beberapa kondisi pengajaran yang memang sulit dengan pengajaran daring.? Semisal program studi Kedokteran paling sulit dan membutuhkan feeling and touch yang tidak bisa digantikan dari cadever dengan patung. Juga kami tidak tahu mahasiswa dari mana zonanya (merah, kuning, atau oranye). Ketika kuliah tatap muka membutuhkan penerapan protokol kesehatan, swab dsb yang berimplikasi pada biaya. Kami mengkombinasikan antara daring dan juga offline, dan juga kami menyarankan swab pada dosen dan karyawan secara gratis karena kerja sama dengan FK Unisba dan Dinkes Kota Bandung. Semoga lekas berlalu kondisi seperti ini.

Walau demikian, kami mendapatkan hikmah dari pandemi Covid-19 ini, kami dipaksa untuk senantiasa melek, selain itu sistem informasi kami teruji dengan pengajaran daring yang blended dengan tatap muka. Jadi kesimpulannya perkembangan teknologi dari hasil budaya dan dipercepat dengan pandemi ini seharusnya kita sebagai pendidik senantiasa mensikapi secara dewasa, serta menghadapinya dengan langkah-langkah positif dan mengajarkannya kepada peserta didik. Beberapa PT bisa melalui dengan baik, beberapa yang lain mungkin sulit.

 

Bagi PT yang mungkin sulit, apakah memberikan dukungan ?

Kami sudah membina 34 PTS binaan, diantaranya: 3 dari wilayah Sumatera dan 2 dari Jakarta, sisanya Jawa Barat dengan menyediakan bimbingan teknologi/bimtek dan klinik untuk e-learning dan pusat pengembangan IT, dan roadshow ke kampus mereka.

Ada dua kendala yang dihadapi, yakni: infrastruktur dan SDM. Bimtek kepada mereka diberikan gratis, dan PTS binaan merasa nyaman dengan kami. Kami memberikan Teknoware, Infoware, Orgaware, Humanware kami banyak memberikan ilmu untuk PTS-PTS lainnya sharing ilmu dan transfer Sistem Informasi Menejemen.

?

Bagaimana pengembangan karekter peserta didik yang semula dilakukan tatap muka, kini dengan tatap maya atau gunakan teknologi daring ?

Kita perhatikan data analisis, internet of things, dan humanity literasi dengan kecerdasan buatan tidak bisa dipergunakan dengan humanity/feeling manusia karena hanya buatan. Sedang kewajiban PT mengembangkan SDM yang lebih cerdas dengan norma-norma agama di dalamnya.

Kami menerapkan pesantren mahasiswa baru dan juga calon sarjana. Kegiatan tersebut harus dengan feeling and touch kepada mahasiswa, mahasiswa berbeda ada yang memiliki kecerdasan virtual dan ada kecerdasan kinestetik. Namun karena kondisi Covid-19 maka kami melaksanakan secara daring, dan melibatkan orang tua mahasiswa. Ternyata tidak mengurangi makna dari program tersebut, bahkan selain terjadi efesiensi dalam struktur kepanitiaan dan efektif untuk anggaran. Akhirnya pola pembelajaran dan pesantren daring 2 bulan ini dipahami dosen, dan orang tua mahasiswa, serta terstruktur dengan baik sekali.

 

Prof. Dr. Ir. H. Eddy Soeryanto Soegoto, M.T. ? Rektor Unikom

Hanya 5 % Siap Adaptasi, Kuncinya Kemauan Memajukan PT dan Leadership

Perspektif Prof. Eddy memaknai Pendidikan 4.0.?

Era Disruptif sedang terjadi, Pendidikan 4.0 memang sebuah pilihan. PT dituntut melakukan penyesuaian diri, karena bagaimanapun kondisi itu tidak mungkin dihindari.? Maka PT harus mengambil kebijakan, terutama menyesuaikan kemampuan dengan kebutuhan saat ini.

Bagi PTS memang membutuhkan dorongan kuat dari Yayasan selaku badan penyelenggara PT-nya. Komunikasi dengan Yayasan memang diperlukan agar Yayasan memahami dan sekaligus mendukung program yang telah direncanakan ?dalam mengikuti perkembangan teknologi pada Pendidikan 4.0.

Yayasan dengan Rektorat harus bersinergi dengan baik mengingat kesinambungan penerapan Pendidikan 4.0 antara lain memerlukan dukungan SDM yang memahami teknologi informasi, menyediakan dan menggunakan perangkat canggih (hardware, dan software), demikian pula kurikulum yang diadaptasikan. Sehingga program yang sudah dicanangkan lembaga mensikapi Pendidikan 4.0 bisa sejalan dengan harapan Kementerian. Artinya kita mampu menjalankan sistem pembelajaran yang kita bangun dengan dukungan hardware, software, serta SDM sehingga tetap terlaksana pembelajaran yang baik dan berkualitas bagi mahasiswa sebagai peserta didik.

 

Hubungan Pendidikan 4.0 dengan Transformasi Digital Pendidikan Tinggi ????????????

Pendidikan 4.0 dilandasi Teknologi Digital. ?Kami sudah memastikan wajib untuk melakukan dan merealisasikannya.? Transformasi Digital memang sebuah keniscayaan dan harus dilakukan. Bagi teman-teman PT (- sekitar 4.700 PT -), kalau kami lihat yang siap beradaptasi terhadap perubahan ini mungkin sekitar 5% dari total keseluruhan, terutama PT yang besar-besar. Sisanya mengalami kendala pada sisi SDM, sisi pendanaan (sebagai dampak dari kekurangan jumlah mahasiswa), belum lagi teman-teman PT di daerah tertinggal, serta pengaruh pendemi ini luar biasa bagi PT semuanya.

 

Seberapa besar usaha Transformasi Digital dilakukan PT ??

Secara keseluruhan PT besar rata-rata sudah siap menghadapi Trasnformasi Digital, termasuk kami siap menghadapi perubahan ini. Namun, tidak semua PT siap dengan perubahan ini, dari 4700 PT mungkin hanya 5% yang siap. Ini artinya ada kesenjangan sangat tinggi.? Kondisi tersebut tentunya bagi PT besar tidak akan maksimal membantu, karena jumlah PT yang belum siap terlalu banyak. Sisi lain, kembali kepada PT mitra apakah daya dukungnya sudah siap atau belum siap.

PT di kota besar dengan jaringan yang mumpuni tidak ada permasalahan, akan tetapi dengan teman-teman PT yang sedikit jauh ke pelosok walaupun Jawa Barat sangat sulit mengakses internet. Secara menyeluruh infrastruktur pemerintah masih belum teralisasi atau merata dengan baik. Sementara dari sisi PT pun ada keterbatasan kemampuan. Sebagai solusi bisa saja kerjasama antar perguruan tinggi, akan tetapi regulasi di setiap daerah berbeda-beda, ada beberapa yang memajukan daerahnya dan ada juga yang tidak, tergantung kepentingan dan prioritas Kepala Daerah masing-masing.

Kita memiliki APTISI dan ABPPTSI, itu memang Asosiasi yang bagus sekali, tapi memang kendalanya kembali ke PTS-nya dan otoritas daerahnya masing-masing. Jadi kendala-kendala seperti itu merupakan hal yang menghambat untuk proses Transformasi Digital dalam PT masing-masing. Semisal, SDM harus disinergikan apabila terjalin kerjasama antar peguruan tinggi, dan tidak bisa apabila tidak setara kemampuan SDM antar Perguruan Tinggi dan harus diverifikasi antara kedua PT yang bekerjasama tersebut. Masing-masing PT mempunyai problematika yang berbeda-beda, akan tetapi pemerintah sebagai otoritas harus memberikan dukungan kepada PT yang ingin berkembang dan asosiasi-asosiasi juga berperan serta untuk mendukung perkembangan PT.

Kami sampai saat ini sudah melakukan kerjasama dengan 50 PT, baik di pulau Jawa ataupun luar pulau Jawa. Kerjasama ada yang berjalan baik dan ada yang berkendala. Diantarannya keterbatasan SDM, dan Regulasi Pemerintah Daerah yang berbeda-beda. Harus ada penyeimbang dari para pihak yang bekerjasama, yakni: kepemimpinan PT, kesiapan SDM & kompetensi masing-masing PT, kemampuan infrastruktur PT, serta pendanaan PT.

 

Bagaimana dengan 95 % PT yang? disebut tadi ?

Memang yang sangat menentukan, kembali lagi pada faktor leadership, juga kemauan Yayasan maupun PT-nya. Karena keduanya yang menentukan kesiapan dan keberhasilan Transformasi Digital pendidikan tinggi atau adaptasi diri. Yayasan harus mempunyai kemauan kuat memajukan PT, lalu SDM dosen yang sesuai dengan bidangnya bersinergi. Dosen-dosen yang berkemampuan melalui fit & proper test sesuai dengan bidang masing-masing akan menjadi lebih baik apabila ditempatkan dalam jabatan struktural yang tepat di PT.

Apa yang sudah dilakukan pemerintah terkait Transformasi Digital pendidikan tinggi kalau dilihat mungkin jumlahnya masih sedikit – sekitar 50 s.d 100 – yang bisa mengikuti. Tentu bagi PT yang tergabung disitu karena kemampuan PT dalam teknologi digital dan informasinya sudah cukup baik dan berkembang. Bagi teman-teman PT yang belum siap, kembali lagi ke basis awal yaitu: implementasi dan SDM yang masih belum memenuhi aspek-aspek dan syarat-syarat dari Pemerintah.

Penetapan kebijakan Transformasi Digital pendidikan tinggi, dari sisi Pemerintah sudah cukup baik dan juga memang dukungan sudah banyak kepada PT yang betul-betul sesuai aspek dan syarat yang menunjang. Kuncinya, kembali lagi dari PT masing-masing harus betul-betul konsolidasi diri dan melakukan mapping urutan prioritas yang harus didahulukan, mana yang urgent dan yang penting dan yang tidak penting. Menetapkan kebijakan tersebut bagi PTS harus ada sinergi yang baik antara Yayasan dan PT, antar keduanya.

Jadi intinya, Transformasi Digital pendidikan tinggi sudah menjadi keharusan, dan semua PT agar mengikuti. Transformasi Digital juga bukan hanya sekedar infrastruktur/alat, namun konten pembelajaranpun harus sesuai dengan kompetensi program studi masing-masing, dan konten pembelajaran sampai kepada mahasiswa dengan berkualitas. Sehingga mahasiswa dapat dengan mudah menyerap inti dari pembelajaran yang diajarkan melalui Daring ataupun Tatap Muka, ditambah dengan penguatan karakter building bagi mahasiswa agar tercipta lulusan yang berilmu juga berakhlak dan beretika.

?

Bagaimana Transformasi Digital di PT Prof. Eddy ?

Sebenarnya kami namai Unikom adalah memaknai visi Yayasan Science & Teknologi yang menaungi kami. Sehingga, pemikiran kami selalu tertuju pada perkembangan masa depan dari teknologi informasi dan digital. Oleh sebab itu kebijakan kami selalu harus bisa mengikuti perkembangan IPTEK, perkembangan-perkembangan teknologi informasi yang terjadi. ?Sehingga kami mendirikan direktorat khusus yaitu Direktorat Pengembangan Teknologi Sistem Informasi (PTSI), tujuannya untuk melakukan improvement terhadap Teknologi Digital yang berkembang setiap saat, dan itu sangat cepat terjadi. ?Unikom sebagai PT, basic-nya membawa nama KOM, harus selalu beradaptasi dengan perkembangan IPTEK yang terjadi, sehingga tepat bagi kami mengusung nama Unikom.

Kami awalnya mendirikan Lembaga Pendidikan Komputer Indonesia German, disingkat LPKIG, bertempat di jalan Dipati Ukur 102 Bandung, lalu pada tanggal 24 Desember 1998 dibentuklah Yayasan Science dan Teknologi dan dilanjutkan dengan pengajuan pendirian STIMIK IGI dan STIE IGI ke DIKTI. Hanya 6 bulan dengan nama ini, berlanjut tanggal 8 Agustus 2000 berdiri Universitas Komputer Indonesia yang disingkat dengan nama Unikom.

Semenjak berdiri 20 tahun lalu, pemikiran kami ke arah perkembangan IPTEK dan Teknologi Digital sudah menjadi urat nadi kami. Mata kuliah wajib kami adalah Software, Hardware, Enterpreneurship dan Animasi Web & Multimedia wajib untuk seluruh program studi. Tanpa mata kuliah tersebut tidak mungkin bisa mengaplikasikannya di dunia kerja nanti. Kami berharap lulusan Unikom bisa menjadi Job Creator, khususnya di bidang Teknologi Digital. ?Disayangkan apabila ada lulusan yang mahir di bidang Teknik tanpa bisa menjualnya, itu yang menjadi concern Unikom, agar para mahasiswa kami dibutuhkan dunia kerja sesuai dengan ilmu yang didapatkan.

Menguatkan hal di atas, Unikom mengacu pada budaya PIQIE (Professionalism, Integrity, Quality, Information Technology, Excellence). Maknanya: Harus bekerja secara Profesional, Memiliki Integritas diri yang bagus, Quality (Kualitas) Pengajaran (Tri Dharma yang baik), Berbasis Informasi & Teknologi, Membangun Keunggulan Bersaing (Excellence).? Dosen dan mahasiswa didorong untuk menghasilkan suatu prestasi berdasarkan budaya PIQIE ini, dan bagusnya teraplikasikan sehingga banyak prestasi-prestasi yang didapatkan.

 

Budaya PIQIE agar lulusan penuhi kebutuhan masyarakat. Berapa persen kontribusi lulusan Unikom dalam ICT ?

Memang kami sudah melakukan penelitian tentang hal ini, tapi yang jelas itu cukup bagus yang kaitannya dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bagusnya adalah setelah mereka lulus, selalu membawa kemampuan Teknologi Digitalnya itu dalam bidang pekerjaan apapun. Namun demikian, kami perlu melakukan pendataan lagi tentang hal itu, terakhir hampir 50 % dari lulusan berkiprah kuat di bidang ICT (Information Communication & Technology) ketika mereka berkiprah dalam dunia kerja. Selain itu kami selalu menekankan tentang kewirausahaan (entrepreneur) yang mengarahkan lulusan kami mempunyai pola berfikir bagaimana membangun suatu kemampuan diri dan menciptakan suatu dunia usaha sendiri.

Kami juga membangun etika yang baik bagi lulusan kami. Hebat dan tetap beretika baik untuk perusahaan-perusahaan. Dalam kaitan tersebut, kami mengedukasi mahasiswa melalui mata kuliah Agama dan Pancasila untuk mengembangkan karakter budaya bangsa yang baik dan benar. Kami menginginkan Mahasiswa pintar tapi santun. Peran Dosen sangat penting dalam membangun karakter mahasiswa, kami mendidik orang-orang pintar juga menjadi lebih baik dengan etika dan kesantunan. Media Sosial yang semakin maju seiring perkembangan zaman di masa Transformasi Digital sekarang ini mendidikan mahasiswa harus betul-betul memberi penguatan karakter yang kuat.

 

Kunci menguatkan Transformasi Digital pendidikan tinggi ?

Sejak kami berdiri dan ?mengusung ICT sebagai basic maka, kami selalu menekankan satu hal terkait dengan pengembangan SDM. Yakni : 1) membangun SDM dosen agar betul-betul mahir di bidang masing-masing; 2) berkomitmen selalu mempersiapkan dan memenuhi apa yang dibutuhkan dosen dalam bidang masing-masing semisal : penelitian, publikasi dengan biaya gratis, studi S3 Program Doktoral dosen juga dibiayai Yayasan kami; 3) memotifasi dosen-dosen studi lanjut Doktoral (S3) untuk menambah kualitas pembelajaran dan pengajaran di PT kami.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. H. Didin Muhafidin, S.IP., M.SI. ? Rektor Unfari/Al-Ghifari

Pendidikan 4.0 harus dimaknai secara Tekstual dan Kontekstual

?

Bagaimana memaknai fenomena Pendidikan 4.0?

Pendidikan 4.0 berkaitan dengan transformasi digital PT yang secara tekstual mengandung konsekuensi memanfaatkan komputer canggih (dengan gadget, bisa online, dll) sebagai infrastruktur pendidikan. Namun hal tersebut tidak ada maknanya jika tidak dipahami dan dilaksanakan secara kontekstual dengan membangun dan mengembangkan jaringan yang seluas-luasnya dengan? mitra A (Akademisi), B (Birokrasi), C (Community), D (Media), E (Entepreneur).

Selaras dengan Visi kami menjadi kampus Entepreneur, yakni menghasilkan alumni yang memiliki skills yang cepat beradaptasi dengan dunia kerja. Sementara dosen kami didominasi oleh lulusan ITB (terutama jurusan Farmasi). Power of? Education 4.0 bagi para dosen mengajar di kampus kami adalah ?menjadikan? peluang untuk memperluas jaringan. Hal tersebut bukan charity tapi memberdayakan potensi dan keilmuan mereka.? Tujuannya untuk mengembangkan kapasitas dan kompetensi bagi lembaga PT dan individu yang bersangkutan. Maka yang menjadi poin memaknai Pendidikan 4.0 pada 2 (hal) yang saya sebutkan tadi, yaitu Pendidikan 4.0 harus dipahami dan dimaknai secara tekstual dan kontekstual.

 

Sejauhmana PT – PT memaknai Pendidikan 4.0 seperti dijelaskan di atas?

Saat ini masih banyak yang mengembangkan tekstual dibandingkan dengan kontekstual. PT yang tekstual lebih terlihat stagnan, sedangkan PT yang kontektual yakni mengembangkan jaringan ABCDE terlihat sekarang lebih pesat kemajuannya, contoh: ?Binus, Unikom. Mereka membesarkan jaringan dengan mempererat hubungan dengan dunia usaha, akademisi, juga media.

 

Bagaimana Transformasi Digital pendidikan tinggi tekstual dan apa problematiknya ??

Jika bicara IT ada tiga hal (Software, Hardware, dan Brainware). Sejauh ini yang sudah banyak digunakan adalah Software dan Hardware, namun terkadang mengabaikan Brainware. Padahal Brainware (SDM ? Red.) adalah hal terpenting yang harus ditingkatkan untuk mengikuti perkembangan teknologi yang cepat. Sama halnya jika diterapkan di kampus, hal tersebut meliputi sistem akademik, perwalian, semua dilakukan secara online. Persoalannya adalah ketika orang yang menggunakan Brainware-nya tidak sampai (tidak semua Dosen), proses akan tersendat disitu. Misalnya, mengajar harus online, Berita acara mengajar online. Namun kenyataannya masih banyak yang kesulitan pada saat mengaplikasikannya terutama generasi kolonial. Kemudian yang terjadi begitu sulitnya untuk berlari cepat. Itu problematika utama nya, ada pada Brainware atau SDM yang meliputi Dosen, Staf, Struktural, dll.

Untuk mengatasi problematika tersebut, ada pertemuan rutin setiap bulan untuk pembinaan SDM terutama dosen (membahas perkembangan teknologi terbaru), mereka dilatih khusus oleh IT mengani cara mengajar online, membuat template, membuat hands-out presentasi yang menarik, dll.

Ada 3 (tiga) kategori sifat SDM, yaitu 1) orang yang mampu tetapi tidak mau; 2) orang yang tidak mampu tapi mau; dan 3) orang yang (sudah) tidak mampu, tidak mau (maju). Itulah salah satu problematika yang selalu ada dalam sebuah lembaga termasuk Perguruan Tinggi.

Aplikasi dan infrastruktur di kami sudah bagus, dan siap mengikuti kecepatan transformasi digital di Perguruan tinggi (sekitar 70%). Tersisa sekitar 30% yang masih kurang yaitu permasalahan Brainsware (SDM) tadi dimana masih ada beberapa yang masih belum menguasai aplikasi (sehingga pengerjaan masih manual).

 

Bagaimana dalam pengertian kontekstual?

Kontektual tidak dapat dilakukan oleh Pimpinan saja, melainkan harus diturunkan ke bawahannya, agar bisa dipahami bersama dan mengusung kreatifitas bersama. Dalam memajukan lembaga Pendekatan Sistem menjadi hal penting, bukan mengandalkan pendekatan individu. Yang harus dibangun adalah bekerja bersama (mengetahui bagaimana proses dari awal sampai akhir), bukan bekerja sama (melakukan pembagian tugas dan mengetahui hasil akhir saja) dalam memajukan lembaga. Misal tugas kelompok ada 4 orang. Jika bekerja sama itu pembagian tugas per individu, orang pertama belum tentu mengerti yang dikerjakan oleh orang lainnya. Berbeda dengan bekerja bersama dimana dari awal dikerjakan bersama-sama hingga akhirnya. Sehingga semua individu mengerti semua project yang dikerjakan. Semua unsur terlibat, dari strata manapun. Sehingga dapat saling menguatkan satu sama lain. Bagian Front Office kampus misalnya, harus menguasai semua informasi mengenai perkuliahan, kampus, dll. Lima hal yang harus dikembangkan lembaga PT adalah Jejaring, Manajemen resiko, Kontingensi (memahami selera pasar dan proyeksi 5 tahun ke depan), Aspek spiritualitas, Membangun citra.

Sebuah iklan menjadi besar, karena memiliki citra yang baik. Bukan hanya sekedar mengejar tujuan agar tercapai (tanpa memperhatikan cara yang benar atau tidak). Era sekarang adalah Spiritualitas, dimana mencerminkan apa yang dipercayainya dengan yang dilakukannya, sehingga membuat orang percaya akan dirinya. Itulah salahsatu contoh kecilnya. Kaitan dengan pendidikan di Indonesia, PT manapun jika tidak menerapkan karakter yang baik pada mahasiswa, akan ditinggalkan. Salahsatu keunggulan kami adalah Spiritualitas. Dimana mahasiswa menjadi lebih hormat pada orang tua, lebih sopan santun, memperdalam agama, dan ibadah. Dan inilah yang mampu menjadi poin yang membuat para orangtua mempercayakan putra-putri nya untuk menuntut ilmu di kami. Dengan kondisi pandemi sekarang ini, sebuah PT dapat melebihi target perolehan mahasiswa, minimal sesuai target minimal. Itu sudah hal yang baik. PT dengan status apapun seharusnya mengarah pada 2 hal tadi, Tekstual dan Kontekstual dalam menjawab era sekarang.

 

Persiapan Transformasi Digital ?yang dipersiapkan ?

Dari jauh hari sebelum Covid-19 (bulan Maret), kami? sudah mempersiapkan berbagai antisipasi seperti a) Cara pembayaran kuliah melalui Bank, b)? Tidak menerima uang tunai (semua dilakukan Digital), c) Melakukan pembelajaran online dan pertemuan online dengan aplikasi Zoom.

?

Prof. Ir. Meilinda Nurbanasari, M.T., Ph. D – Rektor ITENAS

Membawa PT lebih Adaptif, Produktif, Inovatif dan Kompetitif

Perspektif Prof. Meilinda memaknai Pendidikan 4.0 ?

Tantangan besar ke depan adalah Revolusi Industri 4.0 serta kebijakan baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait Kampus Merdeka dan Merdeka Belajar. Pendidikan 4.0 memang merupakan upaya merespon Revolusi Industri 4.0. Oleh karena itu, saya sebagai pimpinan PT harus membawa perguruan tinggi lebih adaptif, produktif, inovatif, dan kompetitif.

Maknanya, PT harus mampu menyesuaikan diri atau adaptif dengan dinamika berbagai perubahan yang terjadi di dunia pendidikan. Harus produktif, karena sekarang yang dituntut adalah produktivitas dari perguruan tinggi, baik itu dosen maupun juga mahasiswa untuk selalu berprestasi. Harus lebih inovatif dengan cara mendorong dosen maupun mahasiswa memunculkan berbagai inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat. Karena dengan banyak inovasi tentu bisa membantu menyelesaikan permasalahan yang mungkin ada di masyarakat atau pun bisa meningkatkan daya saing bangsa. Dalam kaitan tersebut PT hendaknya berkomitmem meningkatkan sumber daya manusia baik dosen maupun mahasiswa.

Korelasi Pendidikan 4.0 dengan Transformasi Digital Pendidikan Tinggi? ?

Pendidikan 4.0 sejatinya sebagai upaya mewujudkan cara mengintegrasikan teknologi cyber baik secara fisik maupun tidak ke dalam pembelajaran. Pendidikan 4.0 merupakan upaya dalam merespons kebutuhan Revolusi Industri 4 (RI – 4), dimana manusia dan mesin diselaraskan untuk mendapatkan solusi, memecahkan masalah dan tentunya menemukan kemungkinan inovasi baru. Pendidikan tinggi seharusnya mulai melakukan transformasi mengikuti era digital dan RI ? 4.0 dari metode pengajaran, sistem pembelajaran, hingga penerapan kedisiplinan pada mahasiswa, dan juga dosen. Karena ciri era RI ? 4.0 adalah integrasi pemanfaatan teknologi dan internet yang begitu canggih dan masif.

Sebelum pandemi kami sudah menerapkan blended learning, untuk e-learning masih 2 kali dalam sebulan, dan ?kami tetap akan menerapkan blended learning. Namun, karena tidak boleh semua mata kuliah di e-learning kan, apalagi terkait tuntutan pembelajaran kampus merdeka, dimana mahasiswa harus di luar program studi selama 3 semester (1 semester di dalam PT dan 2 semester di luar PT/magang). Memang mahasiswa boleh mengambil atau tidak mengambil, diharapkan apabila mahasiswa mengambil program magang, kuliah online pun bisa berjalan. Jadi kedepannya blended learning menjadi lebih besar melalui online.

Terkait hal itu, masih ada beberapa kendala yang menyangkut server utama, infrastruktur perlu dukungan. Namun dengan adanya jalan tengah kita bisa memakai aplikasi Zoom tetapi link zoomnya harus ditaruh di aplikasi Moodle, karena kami memberlakukan 80 % kehadiran mahasiswa, walaupun online caranya dilihat dari mahasiswa Log In di E-Learning akan terbaca langsung oleh aplikasi dan ditanam di Moodle, Zoom atau Google Meet.

Ketika masa Pandemi Covid-19, dan ke depan ?

Terlepas dari pandemi, Transformasi Digital ini adalah tuntutan. Jadi bukan hanya trend yang terjadi karena pandemi. PT harus mengakomodir menjadi 100% harusnya bisa menerapkan seperti ini. Kami baru menjalankan 60% karena adanya perbaikan dan perubahan. Dari segi infrastruktur kami baru saja membeli server baru dengan harga yang lumayan mahal, karena pada saat jam premium dosen (jam tertinggi aktifitas mahasiswa) harus serentak dapat di-Log in sejumlah 2000 mahasiswa dalam waktu yang bersamaan tanpa adanya kendala server. Kami terus memperbaiki sistem server kapasitas yang besar. Tetapi dalam implementasinya dosen dan tenaga pengajar sangat dituntut berempati terhadap mahasiswa, juga sebaliknya karena keterbatasan quota ataupun kendala lainnya dalam hal Online Learning ini. Jadi memang kampus harus meningkatkan kualitas online dan lebih interaktif antara dosen dengan mahasiswa.

 

Implementasikan Tranformasi Digital terhadap dosen & mahasiswa?

Selain di proses pembelajaran, memang tidak mudah mengedukasi mahasiswa. Sebetulnya kita lihat pembelajaran Daring adalah 247, 24 jam sehari 7 jam satu minggu, artinya dosen kapanpun dapat mengakses atau memberikan tugas, dan mahasiswa dapat mengakses dan bertanya kapanpun, tapi nyatanyanya belum terbiasa juga seperti itu, karena kondisi pandemi ini.

Tatap maya lebih untuk mengajukan pertanyaan (asynchronous), tapi yang terjadi adalah synchronous, jadwal offline tapi sekarang online. Akhirnya kami menerapkan sistem yang seperti itu, metodanya online tapi dalam cara berfikirnya masih seperti offline, mengajar hanya di depan laptop dengan wajah-wajah maya.

Memang belum mudah dalam mengedukasi dosen dan juga mahasiswa. Perlu bertahap dan memperbaiki kendala-kendalanya. Layaknya Perpustakaan kami melakukan pelayanan online, seperti pemesanan buku via online, dan dikirimkan ke alamat tempat tinggal mahasiswa semenjak pandemi Covid-19. Semua dosen harus meng-upload materi di aplikasi Moodle. Apabila ada link via youtube/aplikasi lain harus disertakan. Upaya ini dengan harapan mahasiswa membaca materi dari dosen terlebih dahulu, jadi pas ada pembelajaran online (tatap maya) mahasiswa mempunyai gambaran awal tentang materi kuliahnya.

Akhirnya semua sistem pelayanan mahasiswa dibuat Sistem Informasi Manajemen, dan untuk memudahkan mahasiswa tingkat akhir yang sedang skripsi dengan mempermudah akses pembelajaran, juga sidang di online kan. Dengan perubahan yang mendadak akhirnya kami mengunakan sistem yang ada dahulu. Dengan proses ini mahasiswa harus self attendance secara manual. Akhirnya dengan sistem online yang terintegrasi dengan PT semua lebih lancar dan lebih siap.

Bagaimana dengan Sistem Pembelajaran Daring (SPADA) dari Kemendikbud ?

Kami mengunakan SPADA sejak semester lalu, tapi baru beberapa mata kuliah yang sudah berjalan. Sebagai pengguna SPADA, diawali ketika 3 dosen kami mengikuti pelatihan di Cirebon tentang SPADA. Lanjut kami mengundang ahli, serta ada dosen yang mendapatkan hibah Kementerian.

Sebetulnya ada pengaruh beberapa penurunan bagi dosen-dosen yang kurang beradaptasi dengan sistem e learning saat ini, seperti dosen-dosen yang sudah sangat senior dan akhirnya di backup dosen-dosen muda.

Yang saya perhatikan beberapa yang tidak bisa dihindari dari Online Learning. Kalau Offline Learning lebih efektif dan lebih bagus, tapi kita juga harus melihat dari pencapaian pembelajaran, mungkin tidak bisa semaksimal seperti Offline, apalagi Praktikum Online, agak sulit di implementasikan oleh dosen pengajar.

 

Dosen tetap dituntut membuat karya tulis, berupa buku dan tulisan di Surat Kabar/ Majalah?

Yang produktif ?masih dosen-dosen yang sama, rata-rata 60% dosen kami yang melaksanakan Tri Dharmanya, dan yang saya tahu Unversitas Widyatama lebih aktif dari kami terkait penghargaan terhadap penulisan dan publikasi. ?Dana/biaya Jurnal sekitar 500 – 750 USD ditanggung oleh kami.

 

Maintenance Online e-Learning bagaimana kualitas dan masalahnya ?

Kami punya unit dengan nama UPT TIK (Teknologi, Informasi dan Komunikasi) yang melaksanakannya. ?Pendanaan ada alokasinya dan tidak diturunkan. Dana-dana ini yang tadinya untuk insfrastruktur gedung menjadi infrastruktur TIK dengan memperbesar bandwith, dan memperbesar servernya. Dari segi biaya operasional offline dengan online sama saja besarannya. Hanya alokasinya yang berbeda. Seperti Genset juga kami perbesar dayanya karena berhubungan dengan Internet yang tidak boleh mati (off). Dengan sistem yang mendadak berubah kami mengantisipasi banyak kendala- kendala yang terjadi di lapangan, seperti pada saat main server-nya down kami mem-back up semua di email untuk sementara. Dengan sistem yang sudah ditingkatkan untuk sekarang semakin baik.

 

Prediksi tahun depan pembelajaran/aktifitas Daring tetap berjalan atau kembali ke offline?

Untuk kami menunggu keputusan LLDIKTI saja, bagaimana kebijakan yang akan diputuskan ke depann. Prediksi Gubernur Jawa Barat, kondisi seperti ini s.d tahun 2022. Menurut saya sistem online lebih sulit karena dengan segala keterbatasannya, seperti Rapat Online Rektorat dan berharap Vaksin Covid-19 sudah bisa bekerja dengan baik. Menurut saya pertengahan Semester Genap sudah bisa Offline Learning dan juga mempengaruhi dalam teamwork mahasiswa ataupun dosen-dosen pengajar.

 

Korelasi Trasnformasi Digital dengan Society 5.0 seperti apa?

Korelasinya sangat erat sekali, sebenarnya dilihat dari perkembangan Transformasi Digital dan Teknologi itu sangat pesat, tetapi dengan kondisi seperti ini sangat jelas terlihat siapa yang leading terlebih dahulu yang lebih siap dengan kondisi transformasi seperti ini. Kalau dilihat malah mungkin teman-teman guru di SMA lebih siap dengan modul-modulnya. Karena terstruktur jam sekolahnya, justru yang sulit adalah di perguruan tinggi, apalagi dosen-dosen LB, terkait jam mengajarnya. Kami mempunyai RPS (Rencana Pembelajaran Semester) dan juga ada dosen pengampunya dan setiap dosen minimal memberikan penambahan pengayaannya sama.

 

Harapan Prof. Meilinda sebagai Rektor keluaran dari Program Online Learning ?

Inovasi Metode Pembelajaran Digitalnya ada, bagaimana mahasiswa dan dosen dituntut untuk lebih kreatif supaya tetap materi-materi yang disampaikan dapat diserap mahasiswa. Untuk mahasiswa yang baru e-Learning akan diadaptasikan secara cepat. Kedepan kami terus menerus memperbaiki dan memperkuat sistem dan pelayanan Daring, perlahan Sistem Informasi Manajemen juga kami perbaiki terutama di Pelayanan Akademik dan Pembelajaran Daring.

(Writing & Editing: Lili Irahali; Interviewer: Keni Kaniawati, Lili Irahali; Reviewing Script: Yanda Ramadana, Intan Liswandini – November 2020)

Sumber : Wawancara Pimpinan PTS