Profesi dosen dan Pendidikan Tinggi adalah isu menarik yang banyak diperbincangkan akhir-akhir ini. Fakta menunjukkan terdapat ketertinggalan produktivitas keilmuan dan kecendekiaan dosen, serta pendidikan tinggi kita dibanding negara lain. Untuk itu kami berusaha menemui Prof dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D – Dirjen Sumber Daya Iptek Dikti untuk mencari tahu makna profesi dosen yang seharusnya dipahami dosen dan pengelenggara pendidikan tinggi. Usaha majalah Komunita bertemu dengan beliau cukup membuat kami kerepotan. Setelah mendapat bantuan sesama kolega beliau, Komunita mendapat waktu berkomunikasi dan sepakat wawancara jarak jauh melalui WA. Berikut petikan wawancara dengan beliau .
Komunita : Mohon penjelasan Bapak makna profesi ‘dosen’ sebagai pendidik profesional dan ilmuwan pada tingkat pendidikan tinggi dalam perspektif dahulu dan kekinian?
Prof. Ghufron : Makna dan peran profesi dosen tidak pernah berubah dalam konteks waktu. Baik perspektif dahulu maupun hari ini, dosen tetaplah profesi yang mengemban amanah membangun sebuah peradaban sebuah bangsa bahkan dunia sebenarnya. Sejak dahulu hingga hari ini tugas dosen itu adalah melakukan dan mengamalkan tridharma perguruan tinggi, yaitu melaksanakan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Tridharma ini merupakan amanah yang lekat pada profesi dosen, hanya saja yang membedakan dalam perspektif waktu adalah tantangan dalam pelaksanaannya. Mungkin dalam konteks Indonesia dahulu, pelaksanaan pengajaran lebih ditekankan dibandingkan penelitian dan pengabdian masyarakat, banyak dosen yang lebih tertarik untuk menjadi pengajar dibandingkan peneliti.
Tetapi tidak demikian untuk hari ini, dimana perkembangan ilmu pengetahuan begitu pesat, perubahan teknologi begitu cepat dan persaingan global semakin ketat. Dosen tidak hanya dibutuhkan tenaganya unruk mengajar, lebih daripada itu mereka harus dapat melakukan penelitian dan kemudian mengimplementasikan hasil temuannya agar berfungsi menjadi daya ungkit kemajuan bangsa melalui pengabdian kepada masyarakat. Persepsi dosen yang hanya bertugas mengajar itu adalah pandangan masa lalu, dosen itu sama mulianya dengan guru, mencerdaskan anak bangsa dengan pengajaran yang relevan dan penuh kasih sayang. Namun dosen memiliki dua tugas lainnya, yaitu melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Tridharma harus dipandang sejajar bukan bertingkat, tidak ada satu lebih penting dari yang lainnya, ketiganya saling menyempurnakan. Tanpa dosen yang melaksanakan tridharma secara utuh, peran dan profesi dosen dalam konteks waktu kapan pun pasti terasa kurang bermakna.
Komunita : Pendapat Bapak, bahwa dosen adalah ujung tombak pembangunan SDM di tingkat pendidikan tinggi dan Perguruan Tinggi?
Prof. Ghufron : Bagi saya setidaknya terdapat dua tugas perguruan tinggi, menyiapkan tenaga kerja yang terampil, berkualitas, berkarakter dan beradab; serta melahirkan riset dan inovasi yang memiliki nilai tambah bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan kedua tugas tersebut, peran perguruan tinggi di masyarakat amatlah penting. Perguruan tinggi yang berkualitas tentunya akan menghasilkan keluaran yang berkualitas pula yaitu tenaga kerja atau insan yang berkualitas serta hasil riser dan inovasi yang mumpuni. Kedua tugas tersebut hanya bisa terjadi apabila perguruan? tinggi tersebut memiliki sumber daya manusia yang mumpuni dan sarana prasarana yang mendukung. Sumber daya manusia bisa bermacam-macam, dari staf administrasi, tenaga kependidikan, birokrat kampus hingga dosen, namun posisi yang menurut hemat saya memiliki dampak terhadap keluaran perguruan tinggi adalah dosen. Dosenlah yang bercengkrama dengan mahasiswa, mendidik dan mengajarkan mereka substansi keilmuan, dosen jugalah yang menghabiskan waktunya bergelut dalam laboratorium dan segala macam penelitian untuk menemukan inovasi serta mengembangkan ilmu pengetahuan. Maka jelaslah bahwa dosen merupakan ujung tombak pembangunan SDM tidak hanya di tatanan pendidikan tinggi dan perguruan tinggi, namun juga dalam sebuah bangsa.
Komunita : Kondisi lapangan seperti apa yang dihadapi pemerintah terkait sumber daya dosen kita?
Prof. Ghufron: Bila kondisi yang dimaksud adalah tantangan, maka isu terkait kuantitas dan kualitas dosen masih perlu banyak ditemukan solusi untuk menjawab tantangan tersebut. Dalam beberapa jenis perguruan tinggi atau program studi, jumlah dan kualitas dosen di Indonesia belum memadai. Dalam hal kualifikasi misalnya, meskipun juga sebagian besar dosen kita berada dalam kualifikasi S2, namun masih banyak dosen kita yang berada di kualifikasi S1dan masih sedikit yang berada di kualifikasi S3. Ini menjadi tantangan? yang perlu segera dicarikan solusinya. Hal lainnya adalah terkait perencanaan sumber daya manusia IPTEK dan DIKTI yang nyatanya hingga hari ini kita belum juga memiliki. Pembangunan tanpa perencanaan itu seperti berlayar di samudera luas tanpa bekal dan kompas penunjuk arah yang valid, kita berlayar tanpa peta yang jelas. Bilamana kita tidak punya rencana yang jelas terkait pembangunan sumber daya manusia kita, maka sulit rasanya kita mempunyai struktur yang ideal terkait jenis, kuantitas dan kualitas yang ideal yang perlu dimiliki oleh dosen Indonesia. Oleh karena itu mulai tahun 2016, kami di Direktorat Jenderal Sumber Daya IPTEK dan DIKTI tengah menyusun Rencana Induk Pembangunan Sumber Daya IPTEK dan DIKTI. Ini program yang saya lihat cukup berat karena pada nyatanya kita tidak pernah memilki data ideal yang ideal, namun setidaknya kami merintis hal tersebut. Hingga saat ini sudah satu yang rampung yaitu terkait rencana induk pengembangan SDM IPTEK dan DIKTI di wilayah infrastruktur, menyusul berikutnya pendidikan, kesehatan dan pangan.