Membicarakan Artificial Intelligence (AI) atau Kecerdasan Buatan dengan merujuk buku Melanie Mitchell, Artificial Intelligence: A Guide to Intelligent Systems (2020) menggambarkan perjalanan panjang AI dari ide filosofis hingga teknologi praktis.
AI memiliki akar pada sejarah pemikiran manusia, dimulai dari pertanyaan mendasar tentang apa itu kecerdasan dan bagaimana pikiran bekerja. AI telah berkembang melalui interaksi antara pemikiran manusia, kemajuan teknologi, dan tantangan dunia nyata. Meski telah mencapai banyak hal, sejarah AI menunjukkan bahwa jalan ke depan penuh dengan tantangan baru, baik dari segi teknis maupun etis. Memahami akar sejarah ini, setidaknya kita dapat lebih menghargai bagaimana AI telah dan akan terus membentuk masa depan kita.
Buku Melanie menyelami akar intelektual, filosofis, dan teknis dari bidang ini, yang telah membentuk dasar pengembangannya selama berabad-abad.
Inspirasi dari Pemikiran Filosofis
Sejarah AI tidak dapat dipisahkan dari upaya manusia memahami dirinya sendiri. Filsafat memainkan peran penting dalam membentuk konsep awal tentang kecerdasan dan pemrosesan informasi. Filsuf Yunani, Plato dan Aristoteles mencoba menjelaskan cara manusia berpikir dan mengambil keputusan melalui logika.
Aristoteles memperkenalkan gagasan logika formal, yaitu sistem aturan untuk menarik kesimpulan dari premis. Logika ini menjadi dasar untuk memahami proses inferensi, yang kemudian diterapkan dalam sistem komputer modern. René Descartes pada abad ke-17 memperkenalkan dualisme, yaitu pandangan bahwa pikiran dan tubuh adalah entitas yang terpisah. Ia juga berpendapat bahwa pikiran manusia dapat dianalisis secara mekanis, gagasan yang mengilhami pencarian untuk membangun mesin cerdas. Pada periode yang sama, filsuf Thomas Hobbes dan Gottfried Wilhelm Leibniz berpendapat bahwa proses berpikir manusia dapat direduksi menjadi operasi matematis (gagasan Mekanisme). Leibniz bahkan bermimpi menciptakan mesin yang dapat menyelesaikan semua masalah dengan logika.
Mesin Mekanik dan Revolusi Industri
Sepanjang abad ke-17 hingga abad ke-19, perkembangan teknologi memacu imajinasi tentang kemungkinan menciptakan mesin yang dapat berpikir. Mesin-mesin mekanik mulai dirancang untuk meniru fungsi manusia.
Otomaton, mesin “Turk”(sejenis robot yang bisa bermain catur melawan manusia) yang dirancang pada abad ke-18 merupakan contoh awal upaya meniru kecerdasan manusia. Meskipun Turk sebenarnya adalah tipuan (dikendalikan oleh manusia tersembunyi), itu menunjukkan minat besar terhadap ide mesin cerdas. Lalu, Charles Babbage merancang mesin analitik, prototipe komputer modern pertama. Sementara itu, Ada Lovelace memahami potensi mesin ini untuk melakukan lebih dari sekadar perhitungan, menciptakan algoritma pertama yang dirancang untuk dijalankan oleh mesin.
Revolusi Komputasi di Abad ke-20
Fondasi modern AI mulai terbentuk dengan perkembangan teori komputasi di awal abad ke-20. Gagasan bahwa pikiran manusia dapat disimulasikan melalui algoritma matematis menjadi inti dari bidang ini.
Pada tahun 1936, Alan Turing memperkenalkan konsep mesin Turing, perangkat teoretis yang dapat memproses algoritma untuk menyelesaikan masalah apa pun yang dapat didefinisikan secara matematis (Teori Komputasi). Turing juga mengemukakan pertanyaan tentang apakah mesin dapat berpikir dalam esainya “Computing Machinery and Intelligence” (1950), yang memperkenalkan Turing Test sebagai ukuran kecerdasan mesin.
Lalu, pada tahun 1940-an dan 1950-an, Norbert Wiener memperkenalkan bidang sibernetika, yang mempelajari sistem kendali dan komunikasi dalam mesin dan organisme hidup. Konsep ini menjadi dasar untuk pengembangan sistem adaptif dan belajar mandiri dalam AI.
Kelahiran Kecerdasan Buatan sebagai Disiplin
Istilah “Artificial Intelligence” pertama kali diciptakan pada konferensi Dartmouth di tahun 1956, yang dianggap sebagai titik awal resmi bidang ini. Para peneliti terkemuka, yakni: John McCarthy, Marvin Minsky, Allen Newell, dan Herbert Simon berkumpul untuk mengeksplorasi cara membuat mesin yang dapat berpikir seperti manusia.
Pendekatan awal AI berfokus pada sistem berbasis aturan, di mana komputer diprogram untuk mengikuti sekumpulan instruksi logis yang ketat. Pendekatan ini digunakan untuk membangun program seperti Logic Theorist dan General Problem Solver, yang dapat menyelesaikan masalah matematika dan logika dasar.
Selama dekade 1950-an dan 1960-an, ada optimisme besar bahwa AI akan dengan cepat menghasilkan mesin yang mampu melakukan hampir semua tugas manusia. Namun, tantangan teknis segera muncul.
Periode Kekecewaan (AI Winter)
Optimisme awal segera memudar ketika para peneliti menyadari keterbatasan sistem berbasis aturan. Mesin sulit menangani masalah dunia nyata yang memerlukan intuisi, fleksibilitas, dan pemahaman konteks.
Sistem AI awal mengalami kesulitan mengatasi kompleksitas masalah yang tumbuh secara eksponensial. Misalnya, permainan catur atau pemrosesan bahasa alami membutuhkan komputasi jauh lebih banyak daripada yang dapat ditangani oleh komputer pada waktu itu. Selain itu, teknologi komputasi belum cukup kuat, dan data untuk melatih sistem AI masih sangat terbatas (kurangnya Data dan Komputasi). Akibat kekecewaan ini, pendanaan untuk AI menurun selama beberapa dekade, menciptakan periode yang dikenal sebagai “AI Winter.”
Kebangkitan AI: Pembelajaran Mesin dan Data
Pada akhir abad ke-20, AI mengalami kebangkitan dengan munculnya pendekatan baru, yaitu machine learning (pembelajaran mesin). Pendekatan ini memungkinkan komputer belajar dari data daripada bergantung sepenuhnya pada aturan yang ditentukan manusia.
Konsep jaringan saraf buatan, yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1940-an oleh Warren McCulloch dan Walter Pitts dihidupkan kembali dengan pengembangan algoritma pelatihan seperti backpropagation. Jaringan saraf memungkinkan komputer mengenali pola dalam data dan membuat prediksi. Lalu, kemunculan internet dan revolusi digital menciptakan volume data yang sangat besar (Big Data), yang menjadi bahan bakar utama untuk melatih sistem pembelajaran mesin. Didukung peningkatan daya komputasi, terutama dengan pengenalan unit pemrosesan grafis (GPU), memungkinkan pelatihan model AI yang lebih besar dan lebih kompleks.
Era Modern: AI yang Mengubah Dunia
Saat ini, AI telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, digunakan dalam berbagai aplikasi seperti pengenalan wajah, asisten virtual, mobil otonom, dan banyak lagi. Beberapa perkembangan penting dalam AI modern adalah: Deep Learning merupakan kemajuan dalam jaringan saraf mendalam (deep learning) memungkinkan komputer untuk melakukan tugas-tugas yang sebelumnya dianggap mustahil, seperti mengenali gambar dengan akurasi tinggi dan menerjemahkan bahasa secara real-time. Lalu Natural Language Processing (NLP) merupakan kemajuan dalam pemrosesan bahasa alami telah memungkinkan pengembangan model seperti GPT (Generative Pre-trained Transformer), yang dapat memahami dan menghasilkan teks dengan cara yang menyerupai manusia.
Dengan kekuatan besar yang dimiliki AI, muncul pertanyaan tentang dampak etis dan sosialnya. Bagaimana AI dapat digunakan secara bertanggung jawab untuk manfaat umat manusia menjadi topik diskusi yang semakin penting.
Written by: lili irahali dari berbagai sumber