Disruption adalah dikontinuitas. Suatu gempa kemajuan dan akselerasi teknologi masa kini, yang di berapa wilayah ekonomi mampu melongsorkan fondasi dan gugusan landskap bisnis masa lalu. Masa depan tidak lagi menjadi kesinambungan kemajuan bisnis masa lalu. Uber Taxi, Amazon dot com, ArnBnb dan platform sharing economy yang membuat bisnis taxi tradisional, toko kelontong dan bisnis retail serta hotel kalang kabut.
Fenomena disrupsi yang bersifat diskontinuitas dan tidak sinambung dengan masa lalu serta mengandung sifat non linear ini menyebabkan para pebisnis mencari cara untuk berantisipasi. Pertanyaannya apakah disrupsi mampu dikelola ? Fikiran strategis seperti apa yang perlu dikembangkan ?
Profesor Jeanne Liedtka dalam bukunya berjudul “Strategic Thinking: Can it be Taught?” : Long Range Planning, 1998 berpendapat bahwa Pemikiran Strategis tidak identik dengan kata strategi atau perencanaan strategis. Strategi adalah segala jenis rekomendasi tindakan yang memberi arahan dan mekanisme pemilahan tentang sasaran dan apa yang harus dilakukan dan sebaliknya, tidak akan dilakukan oleh sebuah organisasi untuk mewujudkan keunggulan kompetitifnya.
Beberapa pakar manajemen termasuk Mintzberg (1994), Nasi (1991),dan Hamel dan Prahalad (1994) dengan jelas mengartikulasikan perbedaan antara mana tindakan yang disebut pemikiran strategis dan mana yang masuk kategori perencanaan strategis.
Mintzberg, misalnya, berpendapat bahwa perencanaan strategis adalah “proses analisis untuk pemrograman langkah aksi menuju masa depan yang sudah dapat diidentifikasi.” Pemikiran strategis, adalah “proses sintesis, yang memanfaatkan “intuisi dan kreativitas” untuk menemukan “perspektif baru kemana perusahaan hendak melangkah.” Liedtka, seperti Mintzberg, menggambarkan pemikiran strategis sebagai proses berpikir, bukan proses bisnis dari perencanaan strategis
Pada hari musim dingin tahun 1961, Dr. Edward Lorenz, seorang ahli meteorologi dan ahli matematika dari Massachusetts Institute of Technology, berjalan menjauh dari mejanya untuk mengambil secangkir kopi. Dia baru saja secara random memasukkan angka “initial condition” ke model peramalan cuaca di komputernya seperti biasanya. Ketika dia kembali, apa yang dia cermati sebagai produk akan mengubah cara para ilmuwan memikirkan masa depan. Tidak seperti biasanya, Lorenz melihat pola fluktuasi yang berbeda dan berbeda dari sebelumnya.
Dalam memikirkan kembali rutinitasnya, dia menyadari bahwa dia membuat satu perubahan kecil, yang membulatkan 1 dari 12 variabel, dari 0.506127 menjadi 0.506. Seperti Neil Armstrong tahun 1969 setelah berhasil menapakkan kakinya ke Bulan, yang berkata “ini adalah satu langkah pembulatan kecil bagi seorang ilmuwan, akan tetapi menjadi satu lompatan raksasa untuk kemajuan iptek atau sains.”
Lorenz dianggap sebagai bapak teori chaos. Apa yang Lorenz temukan adalah model prediksi cuaca di suatu wilayah pada esok hari. Lorenz mendalilkan bahwa perubahan cuaca selalu bersifat non-linier, namun karena perubahan ini berakar pada data cuaca masa sekarang atau hari ini, biasanya jumlah datanya kurang acak dan dianggap sebagai problema linier. Garis lurus yang bersifat kontinu perpanjangan cuaca hari kemarin. Model simulasi cuaca dan prediktabilitas Lorenz, E. dapat ditelaah dari buku The Essence of Chaos. Seattle, WA: University of Washington, 1993.
Pola yang dihasilkan dari kondisi awal dan transformasi mereka yang disebabkan oleh faktor-faktor lain yang terkait dengan perubahan disebut efek kupu-kupu, yang sebagian disebut dari kertas kerja Lorenz Lorenz.
Pendekatan model Lorenz dalam memprediksi cuaca di masa depan ini membantu kita memahami kebutuhan untuk memikirkan masa depan sebagai ekstrapolasi realitas saat ini, tidak sebagai kepanjangan masa lalu yang bersifat linear. Melainkan suatu masa depan yang mengandung pelbagai kemungkinan, kejutan atau shock dan juga diskontinuitas. Memandang “turbulence times” sebagai suatu “new normal”.
Membuat cara berpikir secara strategis di zaman now ini berada pada konteks dan perspektip berbeda dari zaman old.
Kita memerlukan “keterampilan berfikir strategis yang memungkinkan kita melihat dan mempengaruhi masa depan, hari ini dalam konteks dan perspektip masa depan mungkin akan tampak acak dan tidak dapat diprediksi.
Meski acak dan seolah berada dalam situasi “chaotic” tetapi kita pasti mampu menemukan “tipe pola pengorganisasian diri, bentuk atau struktur yang menjadi jelas saat perilaku sistem dilihat secara keseluruhan. Ada keteraturan tersembunyi di balik kekacauan yang muncul dari setiap gangguan yang terjadi”.
Menurut Lorentz, Disetiap “chaotic situation tersembunyi pola keteraturan baru yang mewujud dalam “skema”, pattern dan framework yang dapat dikelola untuk membawa kita dari situasi “chaos” randomness atau acak adut untuk dikelola menjadi “disorderly” situasi tak teratur dan acak tetapi memiliki ujung dan akar problema yang dapat dirajut menjadi suatu keteraturan baru atau new orderly situation.
Konsepsi Lorenzt ini yang kini menjadi fokus studi dan kajian para pemikir strategis. Dan ini dapat di latih dan dididik. Melalui perspektip Lorentz ini, para pemikir strategis dalam Organisasi dapat melihat masa depan melampaui batas-batasnya dan memindai cakrawala luar.
Ekstrapolasi non-linier mungkin terdengar lebih rumit daripada yang dimaksudkan. Ekstrapolasi diungkapkan melalui Visi masa depan yang dimiliki oleh setiap Pemimpin. Visi adalah gambaran tentang kesuksesan seperti apa yang diimpikan di masa depan.
Sebuah gambar tentang impian kita bukanlah sekedar kata-kata dan konsep. Seorang pelukis bisa menggambarkan proses matahari terbit di atas Gunung Mahameru atau kita bisa menunjukkan sebuah gambar tentang sosok ayah dan ibu yang membesarkan kita dengan penuh cinta kasih.
Lintasan lintasan linier adalah ekstrapolasi dari arus ke masa depan berdasarkan pergerakan sepanjang jalur yang sama. Bergerak dari komputer desktop ke laptop menggambarkan gerakan semacam itu. Akan tetapi ketika Steve Jobs mengenalkan iPhone di tahun 2007, dimana produk ini merupakan kombinasi iPod, komputer, telepon, dan kamera dibungkus menjadi satu produk, pendekatan Lorentz tentang “non linearity” dapat diceritakan.
Titik referensi Steve Jobs dalam kasus rancangan produk ini berada dalam kerangka dan konteks berfikir masa depan yang berbeda. Ia memiliki visi perangkat atau gadget yang bisa beroperasi dan dioperasikan melalui sentuhan jari jemari yang menari di atas layar sentuh, berbeda dari masa sebelumnya. Masa depan tidak lagi menjadi kontinuitas masa lalu. Tetapi berada pada jalur yang berbeda. Kombinasi empat perangkat ke perangkat genggam dan dioperasikan menciptakan jalur berbeda, unik, dan non-linier maju dari teknologi saat ini.
Steve Jobs tidak lagi memandang kebutuhan pelanggan saat ini sebagai credo rekayasa dan rancang bangunnya. Ia berfikir “beyond customers mind”. Seolah ia berjalan dengan menggunakan sepatu pelanggan yang cerewet dan terus menerus meminta keunggulan yang belum terdefinisi pada saat ini” Ini adalah cara Steve Jobs untuk terhubung secara emosional dengan pelanggannya dengan melihat dunia melalui mata mereka, dan berfikir “beyond expectation” untuk memahami dan mengalami dunia di masa depan seperti apa adanya.
Kemampuan untuk berjalan dengan sepatu pelanggan ala Steve Jobs ini penting karena tiga alasan.
Pertama, Para perancang Masa Depan adalah pembangun kredibilitas tentang mimpi yang tidak kasat mata yang terlalu besar untuk dicerna di masa kini. Membangun kredibilitas membutuhkan waktu, merupakan investasi yang disengaja. Kredibilitas membuka komunikasi, dan komunikasi mengarah pada pemahaman dan wawasan baru.
Kedua, Cara pandang ini memberi perspektif kepada para perancang strategis masa depan tentang bagaimana pelanggan, generasi muda yang hidup di zaman now melihat dunia, sebuah perspektif yang juga mencakup bagaimana mereka melihat diri kita sendiri. Apakah mereka percaya atau tidak ?
Ketiga, Cara pandang ini memungkinkan para perancang strategis dan organisasi kita mengantisipasi kebutuhan masa depan, mencari peluang masa depan, dan menerjemahkan kumpulan informasi hasil kompilasi setiap keluhan dan ekspektasi pelanggan ke dalam langkah strategi dan tindakan perbaikan di masa kini untuk melangkah ke anak tangga berikutnya.
Dengan perspektip Lorenz dan pendekatan yang dicontohkan oleh Steve Jobs di atas maka fokus pada upaya untuk meningkatkan peran kepemimpinan dalam membangun kepercayaan, meningkatkan transparansi, akuntabilitas dan visibilitas tentang masa depan yang hendak dituju, serta keahlian pemimpin untuk mengkomunikasikan dan mempengaruhi orang lain secara efektif, dan memberikan sesuatu yang bernilai sehingga orang lain menemukan opportunity untuk menjadi sukses, menjadi kata kunci kemajuan bangsa di masa depan.
Karena keahlian dan kredibilitas saling membangun muncul dalam interaksi, dan menciptakan rekam jejak tentang kesuksesan dan kegagalan yang pernah dialami tiap orang, maka upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kompetensi pribadi menjadi mutlak untuk dikembangkan.
Tiap organisasi memerlukan “bycycle dalam fikiran” berupa perspektip dan platform berfikir masa depan yang terus berubah sepanjang waktu. “bycycle of the mind” yang hanya bergerak jika terus dikayuh dan digenjot tanpa henti pedalnya. Dan itu memerlukan latihan, bukan pemberian.
Kombinasi kecerdasan asli dan kecerdasan emosional yang memandang masa depan bukan semata mata kelanjutan linear dari masa lalu, membuat kita menjadi lebih mampu berfikir secara non-linear sebagai individu. Masa depan meski merupakan kelanjutan dari masa lalu, tetapi tetap memiliki misteri dan bersifat unik dengan pelbagai kemungkinannya. Salam
Jusman SD
Komisaris Utama Telkom Indonesia, dan Komisaris Utama Garuda Indonesia sejak tanggal 12 Desember 2014. Menteri Perhubungan Indonesia sejak 2007 hingga 22 Oktober 2009. Penerima Bintang Mahaputera Adiprana Republik Indonesia pada 13 Oktober 2014 dan Bintang Jasa Nararya Republik Indonesia pada 17 Agustus 1995 tepatnya pada perayaan pesta emas kemerdekaan Republik Indonesia. Pada bulan Maret 2016, beliau menerima gelar Honorary Guest Professor dari Zhejiyang University of Technology.