Ekonomi Indonesia & Tantangan Masa Depan

0
577 views
Ekonomi Indonesia & Tantangan Masa Depan

Burhanuddin Abdullah

Burhanuddin Abdullah, mantan Gubernur Bank Indonesia yang juga salah satu inisiator Masyarakat Koperasi Indonesia (MKI). Saat ini menjabat Rektor Ikopin (Institut Manajemen Koperasi Indonesia) periode 2011-2016. Pada 14 Januari lalu Burhanuddin membagi pengalaman dan wawasan tentang perkonomian Indonesia pada kuliah umum kepada mahasiswa program pascasarjana Magister Akuntansi Universitas Widyatama.
Dalam paparannya Burhanuddin mengajak audience kritis bertanya dimana perekonomian Indonesia sekarang? Digambarkan bahwa pergulatan Ideologi ekonomi telah berakhir 2 dekade silam dengan kapitalisme sebagai pemenangnya. Tetapi kapitalisme sangat rapuh dan tidak stabil sehingga memaksa beberapa negara merubah arah perekonomiannya. Negara berkembang seperti Indonesia masih dibayangi oleh ketidakpastian antara menggunakan sistem ekonomi berdasarkan konstitusi atau pasar bebas yang berkembang saat ini.

 

Kita hidup di antara krisis ekonomi. Di abad 20 setidaknya terdapat 20 krisis yang berdampak secara global maupun

regional. Antara lain : Krisis Bank di AS tahun 1907, Depresi ekonomi di Jepang tahun 1927, Inflasi tinggi di Jerman tahun 1922 dan 1944, Krisis kredit macet di Polandia, Meksiko, Argentina dan Brasil kisaran tahun 1980, Hancurnya Bursa Efek New York tahun 1987, Krisis ekonomi di asia (1997) Rusia dan Argentina (1998), 2007 Krisis ekonomi global.

 

Ekonomi Indonesia setelah krisis tahun 1998 terbilang cukup stabil dan baik. Pendapatan perkapita pertahun naik menjadi 5000 us dollar di tahun 2013 dari 732,1 US Dollar di tahun 2000 dengan pertumbuhan rata-rata 5% pertahun. GDP turun dari 100% di tahun 1998 menjadi tak kurang dari 30% di tahun 2013 serta sektor kredit terus meningkat. Akan tetapi Indonesia harus tumbuh lebih cepat untuk mempertahankan posisinya atau melakukan lompatan yang lebih agar menjadi lebih maju lagi.

 

Transformasi struktural yang telah berlangsung selama beberapa waktu (bergerak dari primer ke tersier) dan produk yang semakin beragam memiliki tingkat pengangguran secara signifikan lebih rendah karena kecenderungan pertumbuhan ekonomi tidak berpusat pada modal/teknologi intensif. Fenomena ekonomi dualistik antara sektor formal dan non-formal, seperti yang dilaporkan oleh Boeke terus meningkat sampai sekarang baik di sektor riil maupun sektor keuangan. Strategi ekonomi dalam transisi yang harus diperhatikan antara lain elemen berkesinambungan, diantaranya adalah keinginan untuk terus tumbuh, pengelolaan ekonomi makro secara hati-hati, tetap merujuk pada ekonomi yang terbuka tetapi tidak bebas dan terus berjuang melawan korupsi dan inefesiensi. Dalam periode ini Indonesia harus tumbuh lebih cepat untuk mempertahankan posisinya atau lebih baik lagi lebih cepat untuk berada di posisi yang lebih tinggi. Bandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Kemampuan Indonesia untuk mengendalikan tekanan inflasi ditambah dengan nilai tukar yang stabil cenderung mengubah kinerja ekspor Indonesia terhadap produk primer (de-industrialisasi). Peran sektor perbankan Indonesia dalam pembiayaan pembangunan jauh lebih sedikit dan perlu ditingkatkan. Sektor ekonomi informal tumbuh dengan pendapatan kurang tanpa asuransi kesehatan pensiun, dan jaminan sosial.

 

Beberapa permasalahan perekonomian Indonesia yang terus berkelanjutan antara lain perkembangan ekonomi Indonesia sangat tergantung pada konsumsi; yang sangat dipertanyakan untuk jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak didukung oleh penyediaan infrastruktur yang memadai seperti jalan, telekomunikasi dan listrik. Nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar yang tidak stabil. Ketergantungan ekspor pada sektor primer tanpa menyeimbangkan manufaktur dan energi sektor adalah “kebuntuan” untuk perekonomian Indonesia. Tantangan di masa mendatang yang harus dihadapi oleh negara ini terbagi menjadi dua yaitu tantangan dari luar antara lain ketidakpastian dari kecepatan pemulihan krisis global dan ketidakstabilan harga komoditas global seperti minyak bumi.

 

Tantangan dalam negeri antara lain kelemahan struktural ekonomi Indonesia, kurangnya infrastruktur, kurangnya insentif untuk lebih membangun industri manufaktur. Isu-isu lingkungan dan masalah tata kelola.

 

Apakah masih ada harapan untuk perekonomian Indonesia di masa mendatang? Jawabannya berdasarkan beberapa survey atau statistik dari berbagai sumber adalah masih ada harapan menuju lebih baik. Kedaulatan atau stabilitas ekonomi negara Indonesia menurut 5 agensi terpercaya dunia berada di taraf stabil bahkan positif seperti jumlah perusahaan yang tetap dan sebarannya yang merata mulai Agrikultur. Pertambangan dan minyak serta gas alam. Perusahaan yang berskala kecil dan menengah saja yang masih sangat kurang. Jumlah ini yang harus diperhatikan mengingat pengusaha mikro atau usaha mikro merupakan salah satu tulang punggung perekonomian nasional.

 

Masa depan ekonomi Indonesia pun tahun 2030, Indonesia berperingkat negara ke 7 dengan kelas konsumsi mencapai 135 juta jiwa dan 113 juta pekerja dengan skill/kemampuan yang cukup mumpuni (memadai) dengan Pangsa Pasar dan perputaran sektor keuangan mencapai 1.8 triliun US Dollar. Apabila terus berada di lintasan yang benar dalam menjalankan
roda perekonomian maka diperkirakan pada tahun 2050 Indonesia berada di peringkat 4 di dunia dengan GDP berkisar
di 13.93 triliun US Dollar.

Semoga itu menjadi harapan yang baik bagi bangsa Indonesia dan dapat terealisasi dengan baik sesuai dengan cita-cita bangsa itu sendiri.

BURHANUDDIN ABDULLAH
Burhanuddin Abdullah (BA) lahir di Garut, Jawa Barat, 66 tahun lalu, saat ini Rektor Institut Koperasi Indonesia
(IKOPIN) Sebelum bergabung di IKOPIN, BA adalah Gubernur Bank Indonesia (2003-2008) dan Menteri Koordinator Perekonomian pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid (2001) Sebagian besar karirnya di Bank Indonesia; melakukan berbagai tugas dalam kapasitas berbeda, dari analis kredit pertanian sampai direktur dalam penelitian moneter dan hubungan internasional. Di tengah karirnya, dia memiliki kesempatan bekerja selama 5 tahun di Dana Moneter Internasional, Washington DC, sebagai staf Fixed-Term, di Kantor Direktur Eksekutif Kelompok Asia Tenggara
sebagai penasihat.

 

BA mendapat gelar master bidang ekonomi dari Michigan State University, USA; Sarjana Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung; menerima Joon S. Terbaik MSU Alumni Award pada tahun 2007; Gubernur Bank Indonesia terbaik dari Global Finance, Washington DC; Dokter Kehormatan bidang Ekonomi dari Universitas Diponegoro Semarang; Dokter Kehormatan Ekonomi Pertanian dari Universitas Padjadjaran; Penghargaan “Bintang Mahaputra Utama” tahun 2007 dari Pemerintah.

 

Dalam kapasitas pribadi, sebagai Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia – ISEI (2003-2009), Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI Orwil Amerika Utara) Washington DC (1992 – 1994), Ketua Asosiasi Pegawai Bank Indonesia (IPEBI 1998-2000), Ketua Masyarakat Koperasi Indonesia (MKI 2011-2016 ), dan Ketua Dewan Pakar untuk Gerindra. BA menulis sejumlah buku tentang moneter, perbankan, perkembangan ekonomi dan sosial, serta komentar di surat kabar nasional dan lokal.