FILOSOFI TERAS
Filsafat Yunani-Romawi Kuno
Untuk Mental Tangguh Masa Kini
Judul : Filosofi Teras
Penerbit : Kompas Media Nusantara
Penulis : Henry Manampiring
Ilustrator : Levina Lesmana
Ketebalan : 344 hlm
ISBN : 978-602-412-519-6
Ukuran Buku : 13×19 cm
Tahun Terbit : 2019
“Buku Filosofi Teras ini memberi cara latihan mental supaya kita memiliki syaraf titanium dan tidak gampang KO kesamber galau.” – Dr. A. Setyo Wibowo
Berawal dari pengalaman penulis yang dalam beberapa bulan mengalami kemurungan yang tidak bisa dijelaskan, diganggu pikiran-pikiran yang ‘gelap’ yang tidak dapat dijelaskan pemicunya seperti apa, membawa rasa sedih yang berlarut dan negative thinking. Kemudian Penulis menyadari bahwa dia harus “move on”, dan bangkit dari keadaan itu. Karena pengalaman itu membuat penulis berfikir bahwa gangguan psikis sering dianggap berada di ranah “jiwa” atau “roh”, atau sesuatu yang abstrak, tak terlihat, ataupun hal sejenis lainnya. Masih banyak masyarakat yang tidak menyadari bahwa problem psikis juga bisa berkaitan dengan organ tubuh dan kimia otak, dan ini menjadikannya tidak berbeda dengan saat tenggorokan sakit atau meradang karena serangan bakteri, harus dicari obatnya.
Stigma dan salah pengertian tentang kondisi mental menimpa terapi dan pengobatannya. Masih banyak orang menganggap bahwa terapi psikis tersebut hanya terbatas pada curhat atau konselling. padahal ada aspek fisik dibalik kondisi psikis tersebut. Bagaimana jika depresi bukanlah sebuah kerusakan (malfunction)? Tetapi justru fungsi alarm yang memberitahukan bahwa ada kebutuhan yang tidak terpenuhi, atau merupakan upaya tubuh memberi tahu ada sesuatu yang perlu diperbaiki dalam hidup kita.
Filosofi teras ini diharapkan mampu menjadi “terapi tanpa obat” bagi mereka yang mendambakan ketenangan dalam hidup, yang sedang dilanda kecemasan, kekhawatiran dan kekecewaan dalam kehidupan sehari-harinya. Filosofi Teras tidak menjanjikan rahasia menghilangkan segala kesulitan dan tantangan hidup, tetapi justru menawarkan cara mengembangkan mental tangguh dan bersikap tenang, damai, tidak mudah stress, dan marah-marah.
“Saat orang merasa bahwa akhir hidupnya sudah dekat,ia mulai bertanya-tanya apakah hidupnya memiliki tujuan, akankah dikenang sebagai filsuf atau prajurit, atau tiran?” – Gladiator 2000 –
====================================
Pada buku ini juga mengajarkan bagaimana hidup agar selaras dengan alam, menggunakan nalar sebelum mengucap kata dan bertindak, dan memaknai hidup dengan tenang dan damai melalui diri sendiri, dengan menerapkan sikap berserah dan mengendalikan ekspektasi, mengatasi perasaan negative (baper, emosi, cemas) dan mengatasi masalah dalam hidup. Prinsip utamanya adalah manusia tidak sepantasnya melawan sabda alam, dalam artian sebagai manusia harus hidup selaras dengan alam untuk bersikap lapang dada dan fokus saja pada apa yang dapat dikendalikan diri sendiri, hidup dengan menggunakan nalar dan hidup berkebajikan.
Terdapat salah satu bab atau ajaran yang paling menarik dan bermanfaat bagi pembaca Filosofi Teras, yaitu ajaran dikotomi kendali. Dikotomi kendali adalah sebuah ajaran yang menjelaskan bahwa dalam hidup ada hal yang dapat kita kendalikan dan ada yang tidak dapat kita kendalikan. Jika hidup hanya berfokus pada apa yang dapat kita kendalikan maka kita akan bahagia. Namun, apabila hanya memikirkan apa yang tidak dapat kita kendalikan maka itulah penyebab kita tidak bahagia. Jika kita menggunakan prinsip ini maka dapat membantu kita untuk tidak mudah khawatir terhadap suatu hal atau kejadian yang sudah terjadi ataupun yang akan terjadi dimasa yang akan datang.
Hal yang perlu kita yakini dalam hidup adalah ketika mendapatkan situasi yang paling menyakitkan dan tidak manusiawi, hidup masih memiliki makna. Karenanya penderitaan pun dapat bermakna. Kita tidak dapat memilih situasi sesuai keinginan atau ekspektasi kita, tetapi kita selalu bisa menentukan sikap (attitude) dalam menghadapi segala situasi tersebut.
Filosofi Teras sangat memperhatikan hubungan antar manusia. Dalam berkehidupan sosial ada saja orang yang menyebalkan, bahkan terkadang dapat membuat kita tersinggung. Terlebih lagi, saat ini kita hidup melekat dengan media sosial yang dapat menjadi tempat orang untuk berkomentar negatif atas hidup orang lain. Buku ini mengingatkan kita bahwa bisa saja orang-orang bersikap menyebalkan karena mereka tidak tahu, bukan karena disengaja. Jadi, saat kita merasa tersinggung oleh perkataan atau perbuatan orang lain, itu adalah salah kita sendiri. Mengapa demikian? Karena sebenarnya kita dapat mengendalikan persepsi dan pikiran kita sendiri. Semua hanya soal persepsi diri masing-masing
Filosofi Teras memang berisikan ajaran filsafat, tetapi gaya bahasa yang digunakan oleh penulis terkesan santai dan tidak memberatkan pembaca karena disampaikan dengan cara yang mudah dipahami. Ilustrasi yang ditampilkan juga sangat menarik. Selain itu, isi buku ini juga didapatkan dari data survei, psikiatri, bahkan wawancara dengan praktisi media sosial. Dengan begitu, buku ini berisikan hal-hal yang memang dialami oleh generasi milenial saat ini.
Namun, isi dan beberapa bahasan dari buku ini diulang-ulang sehingga dapat membuat pembaca menjadi bosan. Terlepas dari kekurangan yang dimilikinya, buku ini sangat direkomendasikan bagi siapa yang ingin hidupnya lebih tenang, terutama para generasi milenial yang sering merasa cemas.
“Satu hal penting untuk selalu bisa diingat: tingkat perhatian kita harus sebanding dengan objek perhatian kita. Sebaiknya kita tidak memberikan waktu lebih banyak dari yang selayaknya terhadap hal-hal remeh yang tidak semestinya”
Fix the source of the problem, perbaikilah langsung di sumber masalahnya-dalam hal ini, pikiran kita sendiri.
-Intanlis2022-