Karet Indonesia
Wujudkan Industri Karet Berkelanjutan ?
Salah satu kemudahan hidup kita tidak lepas dari materi satu ini. Ketika kita aktif di rumah, berkendaraan mobil sendiri maupun angkutan umum, bekerja di kantor maupun industri. Banyak peralatan‐peralatan yang kita gunakan memanfaatkan komponen terbuat dari bahan elastis ini. Dari yang digunakan untuk tanah berlumpur sampai untuk kebutuhan kesehatan yang memerlukan higienitas tinggi. Karet membawa ingatan kita pada perkebunan karet, penyadapan karet sampai proses olahan getah karet sebagai bahan setengah jadi lalu diekspor, atau karet produk sekunder semisal ban, bola. Kalau dicermati penggunaan karet banyak kita jumpai dalam penggunaan sehari-hari. Semisal untuk alat kesehatan dan laboratorium, ban dan perlengkapan kendaraan lainnya, perlengkapan olah raga, perlengkapan teknik industri, perlengkapan anak dan bayi, perlengkapan rumah tangga dan lainnya yang sebagian suku cadangnya menggunakan bahan karet.
Pendek kata karet sebagai komoditas setengah jadi, maupun hasil pengolahan hilir sampai akhir, berupa bahan baku, suku cadang atau produk akhir banyak digunakan dalam mempermudah kehidupan kita. Karet secara nyata memberikan kontribusi bagi bertumbuhnya kegiatan ekonomi, sektor usaha, sekaligus memberi kesejahteraan bagi masyarakat yang terlibat langsung mapun tidak langsung.
Rantai Produk Karet
(Gambar – Statistik Karet Indonesia 2019)
Hasil utama pohon karet adalah lateks segar, slab/koagulasi ataupun sit asap/sit angin yang diperdagangkan masyarakat. Selanjutnya produk tersebut sebagai bahan baku pabrik Crumb Rubber/Karet Remah yang menghasilkan bahan baku untuk berbagai industri hilir seperti ban, sepatu karet, sarung tangan, dan lain sebagainya.
Sebagai komoditi, produksi karet sangat tergantung pada teknologi dan manajemen yang diterapkan dalam sistem dan proses produksinya. Produk industri karet juga disesuaikan dengan kebutuhan pasar yang senantiasa berubah.
Produksi karet pada 2019 mencapai 3,325 juta ton, yang meliputi: SIR (crumb rubber), lateks pekat, dan RSS (ribbed smoked sheet). Dari jumlah tersebut, 80 % karet diekspor ke beberapa negara tujuan seperti Amerika Serikat, Jepang, Cina, India, Korea Selatan, Brasil, Jerman, hingga Turki. Dua belas tahun terakhir total ekspor karet cenderung berfluktuasi, berkisar antara – 13,25 % sampai dengan 18,05 %. Tahun 2008 total berat ekspor mencapai 2,3 juta ton dengan total nilai sebesar 6,06 milyar dolar US, meningkat menjadi 2,5 juta ton pada tahun 2019 dengan total nilai sebesar 3,52 milyar dolar US (lihat Gambar bawah).
Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Karet Alam, 2008-2019 – Statistik Karet Indonesia 2019
Sementara baru 20 % karet diolah di dalam negeri oleh industri hilir menjadi ban, vulkanisir, alas kaki, rubber articles, maupun manufacture rubber goods (MRG) lainnya. Karena itu selain peluang ekspor yang terbuka, pasar karet di dalam negeri masih cukup besar. Pasar potensial yang akan menyerap pemasaran karet adalah industri-industri hilir dan akhir di dalam negeri seperti industri ban, otomotif, aspal, dan lain-lain yang patut diperkuat dan dikembangkan.
Peluang & Nilai Tambah
Seiring kebutuhan menggunakan barang yang bersifat tahan pecah dan elastis maka kebutuhan akan karet saat ini akan terus berkembang dan meningkat sejalan dengan pertumbuhan industri terkait: otomotif, kebutuhan rumah sakit, alat kesehatan dan keperluan rumah tangga dan sebagainya. Diperkirakan untuk masa datang kebutuhan karet akan terus meningkat. Hal ini akan menjadi peluang yang baik bagi Indonesia mengembangkan industri hilir atau mengekspor karet dan hasil olahan industri karet Indonesia ke negara‐negara lain.
Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor: 112/M-IND/PER/10/2009 tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Kluster Industri Karet dan Barang Karet, bahwa industri karet dan barang karet dikelompokkan dalam tiga kelompok industri, yakni: kelompok industri hulu, kelompok industri antara, dan kelompok industri hilir. Kelompok industri hulu mencakup: bahan olahan karet (bokar) dan kayu karet. Kelompok industri antara mencakup: crumb rubber, sheet/RSS, latek pekat, thin pole crepe, dan brown crepe. Kelompok industri hilir mencakup: ban dan produk terkait serta ban dalam, barang jadi karet untuk keperluan industri, barang karet untuk kemiliteran, alas kaki dan komponennya, barang jadi karet untuk penggunaan umum, dan alat kesehatan dan laboratorium.
Ragam produk karet yang dihasilkan dan di ekspor Indonesia masih terbatas, umumnya masih didominasi oleh produk primer (raw material) dan produk setengah jadi. Produk karet alam bisa ditingkatkan dengan meningkatkan teknologi pengolahan karet yang mampu meningkatkan efisiensi, sehingga lateks yang dihasilkan dari getah karet bisa lebih banyak dan menghasilkan material sisa yang semakin sedikit.
Terlebih dari itu, nilai tambah produk karet dapat diperoleh melalui pengembangan industri hilir, selain juga pemanfaatan kayu karet sebagai bahan baku industri kayu. Industri hilir karet dari bahan lateks dan crumb rubber (keduanya berasal dari getah karet) meliputi: industri alat kesehatan & laboratorium, Ban, Kelengkapan kendaraan lain, Pelengkapan & pakaian olah raga, Perlengkapan Teknik Industri, Perlengkapan Anak & Bayi, Perlengkapan Rumah Tangga, serta barang lain (pelampung), dsb.
Saat ini Indonesia masih “terperangkap” menghasilkan produk-produk antara dari karet. Produk olahan karet alam Indonesia lebih didominasi untuk menghasilkan RSS, SIR dan crepe. Lebih dari 90% produk-produk tersebut diekspor, kurang dari 5% yang diolah menjadi produk final. Berbeda dengan Thailand yang telah mengembangkan produk-produk akhir dari karet alam.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong sektor industri pengolahan karet agar semakin produktif dan berdaya saing serta mampu melakukan diversifikasi produk. Langkah tersebut sekaligus memacu program hilirisasi dan memperdalam struktur sektor manufaktur di dalam negeri. Dalam pertemuan dengan Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo), 14 Juni 2020 di Jakarta, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan bahwa pemerintah terus mengupayakan agar industri dapat terus berproduksi serta meningkatkan kinerjanya, mengingat kontribusi penting industri karet alam terhadap pengembangan industri di dalam negeri.
Jika industri hilir berkembang, maka status industri karet akan berubah dari pemasok bahan mentah menjadi pemasok barang jadi atau setengah jadi yang bernilai tambah lebih tinggi yakni melakukan pengolahan lebih lanjut dari hasil karet. Semuanya memerlukan dukungan teknologi industri yang lengkap, diperoleh melalui kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi yang dibutuhkan. Indonesia telah memiliki lembaga penelitian karet yang menyediakan ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi di bidang perkaretan.
Memperhatikan peningkatan permintaan bahan karet alam di negara‐negara industri terhadap komoditi karet, maka upaya meningkatkan persediaan karet alam dan industri produksi karet merupakan langkah tepat. Mendukung upaya ini perlu diperhatikan perkembangan perkebunan karet, serta industri hilir guna memberi nilai tambah hasil industri hulu. Apakah perguruan tinggi akan bergabung terkait dengan program kampus merdeka – merdeka belajar (MBKM)? Diperlukan kebijakan pemerintah yang memadai.
Potensi Hilirisasi
Sumber: STA Group, 2013
Potensi Indonesia menjadi produsen karet alam terbesar kedua di dunia merupakan peluang industri pengolahan karet semakin produktif, berdaya saing, dan mampu mendiversifikasi produk melalui program penghiliran. Syamdian, Kepala Balai Riset dan Standardisasi (Baristand) Industri Palembang, mengatakan dorongan penghiliran diimplementasikan dengan program penelitian, pengembangan inovasi, konsultasi, penjaminan kualitas produk, dan pelatihan transfer teknologi industri khususnya Jambi dan provinsi penghasil karet lainnya. Kolaborasi di antara stakeholder memegang peran penting dalam pembentukan ekosistem industri karet alam. Selain itu dapat mendukung perumusan langkah strategis penghiliran industri barang jadi karet serta usulan rencana aksi untuk mengembangkan perkomoditi dan potensi lainnya.
“Baristand Industri Palembang memiliki teknologi yang siap untuk dimanfaatkan calon wirausaha, contohnya ban pejal kursi roda, rubber tips untuk tongkat pasien, shock dumper, selang gas LPG, bantalan conveyor, karet otomotif, karpet, tegel, alas kaki dan paving block karet,” melalui siaran pers, Rabu (9/12/2020). Baristand Industri Palembang juga sedang mengembangkan teknologi pengolahan lateks menjadi karet keperluan medical device. Pada akhirnya hasil litbang prototip barang karet sudah techno-proven dan economically feasible untuk diadopsi ke tenant. Bahkan, Baristand juga siap menjadi Techno-Incubator dan Quality Assurance bagi pelaku industri di dalam negeri.
Upaya yang diinisiasi oleh Baristand Industri Palembang untuk mengembangkan industri hilirisasi karet alam, mendapat banyak dukungan dari stakeholder di Jambi. Semoga.