KNOWLEDGE SOCIETY TANTANGAN PERGURUAN TINGGI

0
1,586 views
Prof. Abdul Hakim Halim , KNOWLEDGE SOCIETY TANTANGAN PERGURUAN TINGGI

Di beberapa negara maju masyarakat sudah berubah menjadi masyarakat pengetahuan atau knowledge society sebagaimana disebut oleh Peter Drucker. Pengetahuan tidak selalu bersifat rahasia, sehingga pengetahuan merupakan sesuatu yang sangat inklusif. Inilah perubahan nyata yang membedakan. Zaman sebelumnya pengetahuan atau knowledge hanya dimiliki orang tertentu atau sekelompok orang-orang tertentu, jelas Koordinator Kopertis Wilayah IV, Prof. Abdul Hakim Halim dalam sambutan Wisuda Universitas Widyatama, 12 Juli 2014.

Ini artinya, anggota knowledge society menjalankan kegiatan ekonomi yang juga berbasis kepada pengetahuan, atau disebut sebagai knowledge economy. Sebuah ciri kegiatan ekonomi berbasis pengetahuan adalah bermunculan dan tumbuh pesatnya industri yang sarat pengetahuan, seperti industri telepon seluler, komputer, TV, pesawat terbang, otomotif, obat-obatan, makanan dan minuman dalam kemasan dan lain sebagainya.

Prof. Abdul Hakim Halim
Prof. Abdul Hakim Halim
Industri sarat pengetahuan ini sudah pasti membutuhkan para manajer dan pekerja yang juga memiliki pengetahuan. Orang-orang yang tidak memiliki pengetahuan memadai sulit diterima perusahaan, atau hanya akan diterima untuk melakukan pekerjaan pada level bawah atau pekerjaan yang bersifat fisik. Untuk pekerjaan manajerial dan strategis sudah pasti dipegang orang-orang yang memiliki pengetahuan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan. Visi Indonesia 2045 menjelaskan komposisi tenaga kerja Indonesia pada tahun 2010 masih didominasi lulusan SD atau tidak tamat SD, berjumlah lebih dari 50%. Sementara, pekerja Indonesia lulusan S1 dan diploma hanya berjumlah 7,3%. Bahkan hasil studi World Bank menyebutkan 84% tenaga kerja Indonesia di sektor manufaktur mengalami kesulitan menempati posisi manajemen.
Kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia sudah terkena dampak dominasi pengetahuan dalam kehidupan sehari hari. Inronisnya bangsa ini belum menjadi masyarakat pengetahuan. Contoh, salah satu industri berbasis penge- tahuan pesawat terbang yang dirintis PT. Dirgantara Indonesia kurang didukung masyarakatnya. Knowledge society di negara-negara maju, berkembang karena masyarakatnya sudah mengubah dirinya menjadi learning society (masyarakat pembelajar), yaitu masyarakat yang senantiasa belajar. Masyarakat sudah tidak lagi menganggap waktu dan tempat sebagai kendala untuk belajar. Kapan pun mereka belajar, dan dimanapun mereka belajar.
Masyarakat negara maju sudah benar-benar menjalankan long life learning atau belajar sepanjang hayat.
Hal penting lain, adalah knowledge cycle (siklus pengetahuan.) Siklus pengetahuan atau dimulai dengan penciptaan pengetahuan atau creation melalui riset, penelitian. Lalu, hasil riset ini didiseminasikan, disebarluaskan melalui diskusi, seminar, workshop, pengajaran, dan publikasi. Tahap berikutnya utili-sasi atau penerapan pengetahuan bagi kesejahteraan masyarakat umum, yang diawali dengan kegiatan prototyping atau penerapan pengetahuan dalam skala laboratorium. Bila sudah terbukti hasil penelitian ini bisa diterapkan dan bermanfaat, maka produk hasil prototyping dibuat secara massal sebagai produk komersial.

Tidak Berdaya

Saat ini, sangat sulit menyebutkan produk komersial yang kita gunakan dalam kehidupan kita sehari-hari berasal dari siklus pengetahuan yang lengkap kita jalankan. Tidak sedikit hasil riset yang sudah kita peroleh, ternyata hanya berhenti pada tahapan diseminasi saja. Artinya, tidak sedikit peneliti atau dosen, bahkan dosen yang bergelar guru besar, yang sudah merasa puas bila hasil penelitiannya sudah dipublikasikan. Padahal, publikasi baru tahap awal dalam siklus pengetahuan. Seharusnya hasil penelitian ditindaklanjuti sampai dihasilkannya produk komersial yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Di pihak lain, di sisi hilir dari siklus pengetahuan ini, kita juga melihat, hampir semua produk komersial yang diperdagangkan dan digunakan dalam kehidupan kita sehari-hari bukan berasal dari penelitian yang kita lakukan. Sebut saja handphone, TV, komputer, pesawat terbang, mobil, motor, obat-obatan, makanan, minuman dalam kemasan dan lain-lain. Semua produk komersial tersebut tidak bisa lepas dari kehidupan kita sehari-hari. Tapi di mana tahap-tahap hulu dalam siklus pengetahuan itu dijalankan ? Kita membutuhkan produk-produk teknologi tinggi untuk menjalankan kehidupan sehari-hari, tapi kita tidak membuatnya.
Bangsa kita benar-benar tidak berdaya. Bangsa ini dengan jumlah penduduk terbesar ketiga hanya menjadi sasaran penjualan produk-produk yang dibuat bangsa lain. Kita hanyalah target pasar dari produsen asing. Kita hanya tempat orang lain mencari keuntungan sebesar-besarnya. Bila sebuah bangsa tidak bisa memberikan nilai tambah atau added value, pada kekayaan yang dimilikinya, tetapi hanya menjual sumberdaya alam untuk membiayai kehidupan sehari-hari, maka seberapa banyakpun kekayaan alam yang dimiliki dalam waktu dekat akan habis terkuras. Bila sumberdaya alam terkuras habis, bagaimana nasib anak-anak kita, bagaimana nasib generasi berikutnya? Apa yang akan kita warisankan kepada generasi mendatang? Apakah kita akan membuat generasi mendatang menjadi generasi lemah dan miskin?
Pendidikan Berkualitas dan Paradigma Memberi
Dapat disimpulkan bahwa saat ini kita sedang menghadapi, paling tidak dua masalah. Pertama, kita harus segera menjadi bagian dari knowledge society yang menjalankan knowledge economy. Kedua, kita harus melengkapkan semua tahapan knowledge cycle, yaitu dari tahap penelitian sampai tahap komersialisasi. Artinya, kita harus menjadi negara produsen yang membuat sendiri produk yang kita butuhkan, sehingga negeri ini bukan sebagai pasar produk asing, bukan sebagai tempat orang asing mencari keuntungan, tetapi menjadi negara produsen yang mampu meningkatkan nilai atau value dari sumberdaya alam yang kita miliki. Kedua masalah tersebut akan dapat dipecahkan apabila bangsa ini mampu menjalankan pendidikan berkualitas. Para lulusan Universitas Widyatama yang diwisuda hari ini serta Yayasan dan Universitas Widyatama akan menjadi bagian dari pemecahan masalah tersebut, bukan bagian dari masalah tersebut, apalagi menciptakan masalah baru. Peran serta dan komitmen seluruh lulusan dan sivitas akademika Universitas Widyatama pada bangsa ini akan membawa bangsa ini lebih cepat dan lebih baik dalam upaya pencapaian tujuan kemerdekaan.
Untuk bisa berperanserta dengan baik dalam upaya pencapaian tujuan kemerdekaan, maka kita semua, seluruh komponen bangsa selain harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan fungsi kita masing-masing. Juga harus menjalani kehidupan ini dengan berorientasi memberi, bukan menerima, apalagi mengambil hak orang lain. Kita tidak perlu ragu-ragu untuk berorientasi memberi, karena memberi memang hakekat dari hidup ini. Seorang dosen setiap hari datang di kampus untuk mengajar. Mahasiswa yang diajar adalah orang lain bagi dosen tersebut, bahkan pada awalnya sama sekali tidak dia kenal. Seorang anggota tentara dan polisi bekerja menjaga keselamatan dan keamanan orang lain, bahkan bisa jadi dengan melupakan keselamatan dan keamanan dirinya sendiri.
Tidak ada seorang pun di dunia yang bekerja untuk dirinya sendiri. Bahkan bila ada orang yang mengatakan: “saya bekerja untuk mendapatkan upah atau gaji,” kalau diperhatikan hanya sebagian kecil saja dari penghasilan orang tersebut yang dia gunakan untuk dirinya sendiri. Sebagian besar dari penghasilan atau kekayaan seseorang itu dinikmati orang lain. Disadari atau tidak, kita bisa hadir dalam acara wisuda ini karena jasa orang lain. Kita berada di sini karena ada orang tua, saudara dan tetangga kita yang menjaga dan mengasuh kita sewaktu kita kecil, karena ada guru SD kita, karena guru kita di tingkat sekolah lanjutan, dan karena dosen-dosen kita yang mengajarkan pengetahuan kepada kita. Dengan demikian, hidup ini pada dasarnya saling memberi. Sama sekali bukan saling meminta, apalagi mengambil hak orang lain.
Kita tidak perlu memikirkan yang akan kita terima karena apa yang akan kita terima bukan urusan kita, tapi urusan yang mempekerjakan kita. Rizqi kita adalah urusan Allah SWT. Kalau bukan urusan, kenapa kita pikirkan. Hal yang harus senantiasa kita pikirkan dengan sungguh-sungguh adalah apa yang terbaik yang akan kita berikan bagi orang lain. Apa yang bisa kita berikan kepada bangsa tercinta ini. Bila kita sudah menjalankan dengan sebaik-baiknya yang harus kita berikan, maka biarkanlah orang lain yang akan menentukan apa dan berapa besar yang akan kita terima. Bila kita sudah menjalankan amal shaleh apapun, biarkan Allah SWT yang memberikan imbalan atas amal shaleh itu, baik yang kita terima di dunia, terlebih lagi pahala yang akan kita terima di akhirat nanti. Percayalah, orang lain atau atasan kita akan melihat kinerja kita, terlebih lagi Allah SWT Maha Mengetahui atas segala sesuatu.

Dengan penerapan paradigma memberi dalam kehidupan kita, maka kita tidak boleh mengukur keberhasilan hidup dengan apa yang kita terima, tapi harus dengan apa yang kita berikan. Artinya, kita tidak boleh mengukur keberhasilan hidup ini dengan seberapa banyak kekayaan yang kita miliki, kita tidak boleh mengukur keberhasilan hidup ini dengan seberapa banyak gelar akademik yang berhasil kita peroleh, dan kita juga tidak boleh mengukur keberhasilan hidup kita dengan seberapa tinggi jabatan yang berhasil kita raih. Kita harus senantiasa mengukur keberhasilan hidup dengan seberapa banyak manfaat terbaik yang bisa kita berikan kepada sesama, kepada bangsa ini. Makin banyak manfaat terbaik yang bisa kita berikan, makin berhasil hidup kita ini. Kepada pengelola Universitas Widyatama, saya ingin menyampaikan bahwa semua yang Saudara lakukan melalui Universitas ini bukan sekedar menjalankan kegiatan rutin, bukan sekedar menghasilkan lulusan, tetapi Saudara semua bertanggungjawab untuk membentuk generasi bangsa yang produktif, memiliki kompetensi yang dibutuhkan dan mau belajar sepanjang hayat serta memiliki komitmen untuk membangun bangsa ini.

Dalam menjalankan kehidupan ke depan, marilah berdoa agar kita tidak merasa benar padahal salah, tidak merasa kuat padahal lemah, tidak merasa pintar padahal bodoh, tidak merasa dermawan padahal pelit, tidak merasa berjasa kepada bangsa ini padahal sebenarnya justeru membawa celaka dan membawa ke gerbang kehancuran bangsa ini. Marilah kita berdoa agar senantiasa diberi hati yang bersih, jauh dari kedengkian terhadap orang lain, mata yang sejuk, jauh dari api kebencian. Marilah kita berusaha sungguh-sungguh dan memohon pertolongan dengan segala kerendahan hati kepada Allah SWT agar segala ucapan kita ini adalah ucapan yang jujur. Aamin Ya Rabbal ‘Aalamiin.

(Prof. Abdul Hakim Halim, Ketua Kopertis IV Jabar dan Banten).