Terdapat kompleksitas permasalahan pendidikan tinggi, yakni : kualitas penyelenggaraan tridharma; budaya akademik: kejujuran; budaya penelitian; fasilitas dan sumber daya pendidikan; penyebaran perguruan tinggi (jenis dan jumlah); pelanggaran aturan: kelas jauh, substandard, vested interest; aturan tumpang tindih dan kekosongan aturan; dikotomi PTS dan PTS; dan transformasi Kopertis menjadi L2 Dikti. Juga, paradigma dalam pendekatan pembinaan dan pelayanan PTS yang berorientasi pada pengawasan, pengendalian dan pembinaan/ WASDALBIN, sehingga cenderung tidak memberdayakan PTS. Bagaimana memaknai L2Dikti yang bakal mengganti Kopertis ?
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (KemenristekDikti) tahun ini akan merealisasikan penghapus dikotomi pembinaan PTN dan PTS. Keberadaan Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) selama ini memisahkan PTS dengan PTN dirubah menjadi institusi baru bernama Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (L2 Dikti). Menurut MenristekDikti, M. Nasir L2 Dikti nantinya bertanggung jawab atas PTN dan PTS, dimaksudkan menghapus dikotomi tersebut, sekaligus bertujuan agar pendidikan tinggi mencapai hasil terbaik.
Disambut Baik
Rekonstruksi kebijakan dalam tataran pendidikan tinggi, khususnya pendirian L2Dikti sangat diperlukan karena Indonesia sudah tertinggal dalam menghadapi persaingan yang berkembang pesat. Sehubungan dengan itu Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABP-PTSI) mendesak pemerintah untuk segera merealisasikan pembentukan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (L2Dikti). Hal tersebut dianggap penting agar segera menghilangkan diskriminasi dan dikotomi antara Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dan Pergurutan Tinggi Negeri (PTN).
Ketua ABP-PTSI, Thomas Suyatno menyatakan, dengan terbentuknya L2Dikti secara otomatis keberadaan Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) akan hilang. Konsep L2Dikti didesain untuk mengatur tugas, wewenang, hak dan tanggung jawab semua perguruan tinggi. Kami senantiasa memohon kepada bapak Menristekdikti supaya segera dikeluarkan peraturan yang mengatur secara rinci tugas, wewenang hak dan kewajiban dari penanggung jawab L2Dikti ini. L2Dikti akan berada di setiap wilayah atau provinsi. Namun, bukan hanya mengurus PTS, tapi juga PTN. Dengan adanya L2Dikti, maka jika ada satu PTN yang sudah maju akan ada tugas tambahan bagi PTN maju tersebut untuk membina PTS yang masih lemah, katanya. Menurut dia, pembentukan L2Dikti mendapat dukungan penuh dari seluruh Kopertis. L2Dikti bekerja seba-gai perpanjangan pusat di daerah yang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap PTS dan PTN. L2Dikti menghilangkan dikotomi antara PTS dan PTN, semua berada pada satu payung institusi yang sama.
Namun pengamat pendidikan Muhammad Abduhzen menilai bahwa kebijakan KemenristekDikti tersebut belum menghapuskan dikotomi antara PTS dan PTN. Lebih pada menghapuskan kekhususan Kopertis yang hanya melayani PTS. “Hal itu tentunya hanya soal birokrasi dan efeknya terhadap mutu tidaklah besar, bahkan bagi PTN kebijakan itu menambah rantai birokrasi.” Abduhzen menilai, pembentukan L2Dikti lebih bersifat penataan lembaga birokrasi. Pengaruh birokrasi terhadap mutu pendidikan bersifat tidak langsung dan sangat kecil. PTS dan PTN memiliki perbedaan dalam hal sumber pendanaan, mahasiswa, dan kualitas dosen. Perbedaaan tersebut berimplikasi pada berbagai aspek yang bermuara pada perbedaan kualitas antara PTS dan PTN.
Hal senada disampaikan Ketua ABP PTSI Jawa Barat, Drs. H. Sali Iskandar, bahwa pada prinsipnya menyambut positif sebagai tindak lanjut pelaksanaan UU No. 12 tahun 2012. Namun yang perlu dicermati adalah penyiapan sumberdaya, khususnya SDM di Kopertis, serta perubahan paradigmanya. Yakni paradigma melayani kepentingan stakeholder, dalam hal ini PTS dan PTN ditunjang dengan sistem dan mekanisme yang seharusnya semakin mempercepat. Hal ini tentunya sesuai dengan tujuan pendirian L2Dikti.
Selain pandangan asosiasi dan pengamat di atas, berikut pandangan PTN dan PTS sehubungan dengan kebijakan tersebut?
Komunita : Mohon pandangan Bapak mengenai adanya isu perubahan nama Kopertis menjadi Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (L2 Dikti) berdasarkan UU.No.12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi ?
Dr. Suhendra : Mengenai isu ini sudah difikirkan sebelumnya berdasarkan pada undang-undang serta telah memuat perbedaan antara kedua lembaga tersebut. Kalau kopertis memang ditujukan untuk tingkat perguruan tinggi swasta sementara keberadaan lembaga L2 Dikti ini nantinya akan menaungi institusi negeri juga (perguruan tinggi negeri). Namun tidak semua institusi negeri berada dibawah kewenangannya melainkan yang baru saja seperti Universitas Siliwangi dan Singaperbangsa di Jawa Barat. Kembali kepada tujuan dibentuknya lembaga tersebut yakni untuk menegakkan 4 pilar: pertama, peningkatan mutu & relevansi bagi institusi swasta yang diharapkan saling berkesinambungan guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri. Kedua, peningkatan akses ke semua sektor baik pemerintah maupun industri. Insitusi pendidikan tinggi di Jawa barat sendiri termasuk dalam kategori masih rendah dalam hal akses ke pemerintah maupun kalangan industri sekitar 27% menurut pak menteri yang kadang hanya mencapai 18%. Jauh sekali dengan negara-negara lainnya seperti malaysia, korea, kanada bahkan amerika. Ketiga, peningkatan daya saing antar wilayah kopertis di Indonesia. Misalnya peta persaingan antara kopertis wilayah jawa barat dengan beberapa wilayah lainnya. Keempat, peningkatan Good University Governance (GUG) bagi semua institusi swasta yang mampu melayani semua kebutuhan masyarakat dan kebermanfaatannya bagi sektor pemerintah maupun industri. Inilah 4 pilar yang seharusnya dapat ditegakkan dan direalisasikan secara menyeluruh bagi semua kalangan.
Jika kita melihat dan mengamati ketimpangan permasalahan mutu pendidikan tinggi di Indonesia cukuplah rumit dibandingkan dengan luar negeri. Dari segi kedudukan rangking/peringkat secara global, institusi kita sangat jauh dengan mereka yang berada diluar negeri. ITB dan beberapa perguruan tinggi top yang ada di Indonesia saja hanya mampu berada di peringkat kisaran 800 dunia. Coba kita lihat Hongkong yang institusinya bisa masuk 100 besar dunia. Kalau dilihat secara bangunan fisiknya, kemungkinan lebih hebat perguruan tinggi di kita. Kemudian saya sempat berkunjung ke Taiwan yang ternyata ada perguruan tinggi secara fisik tidak sebesar perguruan tinggi di kita tapi peringkatnya justru malah terbaik di tingkat dunia. Salah satu permasalahan tentang perguruan tinggi di kita yakni terkait dengan pengelolaan manajemen perguruan tinggi serta GUG yang masih kurang dipahami & dipraktekkan. Nah, itu sebetulnya tugas dikti dan lembaga L2 Diktinya dalam mengatasi segala permasalahan dan tantangan global bagi peningkatan mutu pendidikan tinggi di Indonesia. Sejauh ini kita masih saja berkutat di tingkat nasional sementara pemikiran akan go-internasionalnya bisa dibilang rendah. Itulah tugas kita kedepannya harus bersama-sama membangun iklim atmosfir pendidikan tinggi yang berkualitas serta mampu berdaya saing secara global.
Komunita : Berkaitan dengan adanya perubahan dari kopertis menjadi L2 Dikti, apakah akan ada jaminan & berpotensi memberikan pengaruh cukup besar dalam rangka peningkatan mutu pendidikan tinggi di Indonesia ?
Dr. Suhendra : Tergantung bagaimana cara menafsirkan hal-hal yang tadi dibicarakan. Kita berpikir positif saja daripada berpikir negatif. Berpikir positifnya adalah mudah2an perubahan ini membawa perubahan pula pada orang-orangnya (SDM). Tentu bapak koordinator dan rekan-rekan birokrasi yang berada di kopertis harus dapat memahami benar filosofi perubahan lembaga ini. Menurut saya, jika 4 pilar ini bisa dijalankan dengan baik, maka sangat bagus pengaruhnya bagi kesuksesan perubahan serta peningkatan kualitas di segala bidang. Namun kembali lagi kepada orang-orangnya yang mau menjalankan prinsip/pilar tersebut.
Komunita : Apakah informasi mengenai adanya perubahan ini sudah disosialisasikan ke semua univesitas negeri maupun swasta ?
Dr. Suhendra : Sebenarnya hal ini sudah lama dilakukan sejak UU no.12 diterbitkan. Tinggal petunjuk pelaksanaannya saja (SOP) yang harus dijalankan oleh semua pihak meskipun dikatakan telat, sebab sudah hampir 5 tahun belum juga ada realisasinya. Kalau undang-undang memang kadang seperti itu dan agak lama dalam hal implementasinya. Hanya pertanyaannya selama 5 tahun kemarin, apa saja yang telah dilakukan?.. Padahal kita bisa lakukan dalam membuat target-target khusus selama periode tersebut. Misalkan, membuat program peningkatan mutu SDM antar lembaga, program peningkatan akses dan program lainnya.
Komunita : Mengenai elemen peningkatan mutu yang dijelaskan oleh bapak tadi, apakah keberadaan akreditasi juga merupakan suatu program lembaga L2 Dikti ini ?
Dr. Suhendra : Tugas lembaga L2Dikti bukan disana, melainkan hanya memfasilitasi saja. Tentang assesment mutu dan lainnya merupakan tugas lembaga Badan Akreditasi Nasional (BAN). Hanya kemungkinan kedepannya lembaga L2Dikti ini dapat memfasilitasi terbentuknya Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM). Sementara yang berhak melakukan inisiasinya adalah kewenangan APTISI (Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia) karena harus disesuaikan dengan rumpun bidang keilmuannya masing-masing. Kita berharap agar LAM dapat juga terwujud serta difasilitasi oleh L2 Dikti, sementara untuk kebutuhan SDM sebagai tenaga ahlinya bisa diperoleh melalui APTISI.
Komunita : Jika nanti diberlakukan perubahan kopertis menjadi L2 Dikti, bagaimana dampak yang terjadi terhadap kinerja perguruan tinggi swasta ?
Dr. Suhendra : Kita berfikir positif saja dan harus yakin bisa dengan adanya visi & misi yang baru bagi keberadaan lembaga L2 Dikti ini. Misalnya dengan diawali dengan konsep pembinaan, lalu pengendaliann sehingga proses pengawasannya dapat dimonitoring lebih intensif lagi terutama bagi perguruan tinggi swasta khususnya yang berada pada level bawah. Hal-hal yang demikian ini perlu dilakukan penelaahan & pemikiran matang lagi guna mendapatkan ide-ide kreatif & lebih produktif.
Komunita : Berdasarkan pada peraturan yang ada, kopertis rasanya membatasi ruang gerak kita dari segala bentuk pelayanan yang menyangkut ide-ide kreatif PTS ?
Dr. Suhendra : Yang salah itu bukan dari perguruan tingginya, namun kita lihat saja respon masyarakat yang berkembang. Bukan hanya respon perubahan pada perguruan tinggi saja akan tetapi pada lingkungan dunia yang terus menerus selalu berubah. Malah sekarang ada informasi mengenai penyederhanaan rumpun ilmu tertentu yang notabene sudah usang (kuno), sehingga muncullah istilah rumpun ilmu dengan mengikuti nomenklatur terbaru. Misalnya dengan mnghilangkan kata sastra. Bagi orang-orang yang bergelut & ahli di bidang sastra, akan mempertanyakan mengapa kalimat dalam pendidikan bahasa Indonesia tidak disatukan lagi dengan kata sastra-nya. Kemana kata sastranya menghilang?.. kesimpulannya bahwa saat ini pemerintah tidak lagi mengerti tentang arti kata sastra yang memang pendekatan maknanya sungguh berbeda. Sekarang itu harus dibarengi dengan pendekatan literasi. Sehingga banyak hal-hal baru yang perlu diingatkan fungsinya guna memfasilitasi dan mengakomodir semuanya seiring dengan adanya dinamika perkembangan zaman. Jadi keberadaan L2 Dikti pun harus mengikuti perkembangan zaman sekarang yang serba kekinian (Zaman Now). (Written by Dwinto & Editted by Abdul Rozak)