Takala dosen tidak profesional, kompetensi dan keilmuannya tidak memadai jangan diharapkan kita mendapatkan lulusan yang berkualitas sebagaimana diharapkan. Jadi, kalau kita agak luas compare-nya sekalipun penyelenggara pendidikannya bagus, infrastruktur bagus, supporting untuk kepentingan kegiatan belajar mengajar baik, dan budgeting memadai tapi tatkala ujung tombaknya – dosen-dosennya – tidak berkualitas, maka tidak akan berhasil sebagaimana diharapkan. Sekali lagi, perlu digaris bawahi bahwa dosen merupakan ujung tombak utama dalam berhasilnya tingkat kualitas pendidikan tinggi.
Karena itu, makna dosen bagi pribadi, masyarakat, dan bangsa negara akan berbeda. Makna secara pribadi, dosen yang amanah mentransfer ilmu pengetahuan menjadi makna utama dari dosen, jangan sekedar cari dosen yang mencari sesuap nasi. Hams yang merasa terpanggil untuk transfer ilmu bukan hanya koin yang dikejar, hams amanah dalam berpartisipasi mencerdaskan hidup bangsa. Mudah? mudahan tujuan itu pada hari ini dapat terus berlanjut.
Prof. Dr. Thomas Suyatno, negarawan, Ekonomi, guru besar Ekonomi/Manajemen. Sebagai seorang yang peduli pendidikan beliau menegaskan, bahwa ?inti makna dosen tercantum dalam UU. No. 14 tahun 2005. Tetapi tantangan saat ini, untuk meraih tingkatan jabatan fungsional tertinggi dosen dititikberatkan pada tugas Dharma ke-2 dari Tridharma, yakni bidang penelitian. Hal ini dimaksudkan agar para dosen/peneliti mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian serta bersaing di kancah nasional maupun internasional. Adapun bentuk luaran atau output yang dihasilkannya adalah dapat melalui proceeding seminar dan jurnal. Untuk tingkatan jabatan fungsional ‘guru besar’, diwajibkan menghasilkan karya ilmiah penelitian dan mempublikasikannya ke dalam bentuk jurnal internasional berindex Scopus.
Dalam kaitan itu, pembinaan kepada para dosen adalah agar dosen mampu menjalankan peran dan fungsinya sekaligus mendukung pula visi serta misi dari perguruan tinggi ? Secara operasional, dosen merupakan tenaga pendidik yang kewenangannya berada dalam tanggungjawab rektorat/satuan pendidikan. Namun status kepegawaian, sebagai pegawai/tenaga pengajar tetap dalam tanggung jawab yayasan karena memiliki badan hukum yang legal. Oleh karenanya,semua pengangkatan dosen tetap dilakukan oleh yayasan dengan pendelegasian wewenang kepada rektor. Jadi, dalam ha!ini segala tugas rektor adalah untuk dan atas nama yayasan. Berkaitan dengan proses pembinaan terhadap dosen, yayasan hams terlibat dalam peningkatan mutu melalui dukungan antara lain peningkatan jenjang pendidikan tertinggi (studi lanjut). Hal ini merupakan salah satu fungsi pembinaan yang dilakukan yayasan. Kata pembinaan dalam suatu institusi pendidikan tinggi sebenarnya memiliki dua makna, yaitu: pembinaan dalam rangka melaksanakan tugas Tridharma di bawah kendali rektorat dan pengawasan terhadap aktivitas yang sedang dilakukan oleh dosen.
Prof.Dr. Obsatar Sinaga, M.Si.,- Guru Besar Universitas Pajajaran, menegaskan : sebagai profesi luar biasa sekaligus ilmuwan yang menjunjung tinggi kebenaran ilmiah dan kejujuran, maka dosen mutlak hams menghindarkan diri dari plagiarisme. Isu plagiarisme menjadi kajian penting dalam pendidikan tinggi. Karena plagiarisme sudah melanggar hukum, yakni terjadi pengambilan hak intelektual seseorang dalam pemikiran-pemikiran yang menjadi sebuah karya. Secara etika, ilmuwan ham mampu menilai mana yang baik dan mana yang buruk, yang pada hakikatya mengharuskan seorang ilmuwan mempunyai landasan moral, etika dan estetika yang kuat sebagai penuntun dalam berkarya dan berinovasi. Sehubungan dengan itu, seharusnya keilmuwanan dan keintelektualan dosen dapat berbanding lurus dengan output karyanya yang anti plagiat? Hal ini berlandaskan bahwa, etika keilmuan yang bertujuan menerapkan prinsip-prinsip moral, yang baik dan menghindarkan dar” yang buruk ke dalam perilaku keilmuan dosen, sehingga dosen dapat menjadi ilmuwan yang mempertanggungjawabkan?perilaku ilmiahnya. Dalam konteks tersebut, seorang Guru Besar tentunya memiliki pekerjaan rumah untuk mendidik dan membangun para peneliti yang notabene para dosen agar menghasilkan riset orisinil yang menghindari tindakan plagiarisme. Seorang dosen yang guru besar seharusnya menjadi tutorial, serta mendampingi dosen, dalam satu sistem mendampingi, yakni academic leadership (kepemimpinan akademik) yang salah satunya agar menghindari kemungkinan plagiarisme.
Prof. Dr. Ir. H. Eddy Jusuf Sp.,M.Si., M.Kom. – Guru Besar Universitas Pasundan, Dalam proses mendidik – sebagaimana UU Guru dan Dosen -harus diperhatikan bahwa fungsi dosen tidak hanya sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan teknologi, akan tetapi dosen harus bisa menjadi figur teladan bagi peserta didiknya Kedua, perubahan proses belajar mengajar yang sebelumnya pembelajaran berpusat pada dosen atau tenaga pendidik menjadi sistem SCL (Student Center Learning) artinya mahasiswa mempunyai ruang belajar yang luas tidak semata-mata mengandalkan bahan ajar dari dosen ?tetapi juga bisa memperkaya ilmu melalui internet dan persputakaan. Sehingga dosen sekarang harus lebih siap berdiskusi, berdialog dan siap menerima kritikan dari mahasiswa. Ini bisa menjadi stimulus fighting spirit dosen sehingga dosen menjadi kaya bahan ajarnya. (Lee, Maret 2017)