Membangun PTS = Sinergi Pemerintah, Aptisi & ABPTSI

0
567 views
Membangun PTS = Sinergi Pemerintah, Aptisi & ABPTSI

Membangun PTS = Sinergi Pemerintah, Aptisi & ABPTSIMembangun PTS = Sinergi Pemerintah, Aptisi & ABPTSI

 

Pembangunan memang sudah menetapkan pendidikan sebagai salah satu prioritas, namun dalam implementasinya diperoleh kesan bahwa penanganan pendidikan masih pragmatis (straight to the problem) belum dalam perspektif jangka panjang dan longitudinal. Hal semacam ini sulit untuk bisa mengatasi masalah pendidikan itu sendiri serta akan kurang memberikan sumbangan yang besar terhadap pemecahan masalah ekonomi. Linking Education to Economy masih belum terpaut.

Kesenjangan lainnya, terletak dalam proses pendidikan yang tampak pada proses kegairahan atau motivasi belajar yang belum tinggi, semangat kerja yang relatif rendah. Ada gejala-gejala menurunkan disiplin nasional, generasi santai, sikap hidup yang masih menunggu, konsumtif, tradisional yang belum kreatif produktif modern. Gejala-gejala tersebut merupakan indikasi kesenjangan atau kriteria produktivitas kualitas manusia yang relatif rendah, baik dalam proses maupun iklim pendidikan. Apabila kesenjangan itu dibiarkan berlarut-larut dapat menggangu laju pembangunan. Oleh karena itu, memang seharusnya Kementerian Pendidikan & Kebudayaan terus bergiat melalui kebijakankebijakan peningkatan profesionalisme maupun tata kelola pendidikan yang lebih akuntabel, berkualitas, dan terstandarisasi nasional maupun internasional.

PTS memang menjadi perhatian masyarakat, disamping jumlahnya yang fantastis (3.019 dibandingkan 238 juta penduduk dan sebarannya tidak merata), 2,2 juta lebih mahasiswa belajar di PTS, jumlah lulusan sekitar 233.522 orang yang bakal terjun ke duia kerja. Karena itu, perhatian pemerintah selayaknya lebih dikembangkan. Pembinaan ini diperlukan untuk menjamin proses pendidikan berjalan dengan benar, serta semakin produktif dan berkualitas.

Perguruan tinggi swasta (PTS) pertama dan tertua lahir tahun 1945 di Yogyakarta, kemudian bermunculan perguruan-perguruan tinggi swasta berikutnya yang kini telah memberi sumbangsih bagi pengembangan sumber daya manusia Indonesia. Sekitar 3.102 perguruan tinggi tersebar, 95 diantaranya berstatus PTN, selebihnya adalah PTS. Sekitar 72 % mahasiswa belajar di PTS sisanya di PTN. Memang kualitas penyelenggaraan pendidikan di PTS sangat beragam. Dalam realitas tersebut kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi dirasakan berat sebelah. Dalam arti ada ketidakadilan dalam perlakuan terhadap PTS dan PTN. Ketidakadilan yang kemudian menimbulkan pergesekan.

Kita tidak lupa kasus UU BHP yang akhirnya dibatalkan Mahkamah Konstitusi. UU BHP cenderung bakal menimbulkan konflik dalam penyelenggaraan PTS. Selain itu, politik anggaran pendidikan, akreditasi yang dianggap tidak berpihak pada PTS. Belakangan ini sanksi bagi plagiat yang juga menghukum institusi PTS-nya. PTS terkesan institusi yang dikerdilkan. Padahal permasalahannya adalah pembinaan yang?berkesinambungan, konsisten serta adil.Ketua AB PTSI Jawa Barat, Drs. Sali Iskandar menjelaskan bahwa peta PTS di Jawa Barat (473) terdiri atas : 20 % adalah PTS mapan, mampu mandiri, 30 % PTS menengah, 50 % PTS bawah. Dari peta tersebut tentunya memerlukan perlakuan tepat dalam pelaksanaan kebijakan pembinaannya. AB PTSI selaku asosiasi yayasan penyelenggara pendidikan pada prinsipnya mendukung upaya-upaya meningkatkan kualitas PTS. Tetapi asosiasi mengharapkan perlakuan yang adil agar PTS dalam mengelola pendidikan mendapat pembinaan yang sesuai. Sejauh ini AB PTSI telah mengajak dan melakukan konsolidasi dengan anggotanya untuk terus meningkatkan diri dalam pengelolaan pendidikan tinggi mereka dengan memberikan sosialisasi model penyelenggaraan PT yang baik. AB PTSI selalu melakukan harmonisasi dengan pihak terkait ? baik di eksekutif maupun legislatif- dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi.

Hal senada disuarakan pula oleh APTISI Wil. IV A Jawa Barat dalam Musyawarah Wilayah ke-4 yang menggaris-bawahi masalah kualitas. Kualitas menjadi kunci untuk melahirkan sarjana yang berkompeten. PTS pada saat ini mendidik 72 % mahasiswa sehingga perhatian pada kualitas perlu ditingkatkan. Ini menjadi tantangan bagi PTS bagaimana seluruh proses pendidikan dijamin dengan sistem manajemen mutu yang baik. Upaya-upaya PTS untuk meningkatkan sarana dan prasarana, mutu dosen, mutu lulusan seharusnya mendapat dukungan pemerintah. Keberadaan PTS memberikan akses luas kepada masyarakat untuk mendapatkan pendidikan tinggi sekaligus menjamin kualitas pendidikan tinggi sehingga menghasilkan sarjana dengan kompetensi dan karakter yang kuat.

APTISI menekankan isu-isu penting yang perlu dibahas bersama seluruh stakeholder terkait dengan : a) Penataan organisasi PTS menuju PTS yang sehat, b) Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing terkait produk Akademik, c) Peningkatan akuntabilitas dan pencitraan publik yang menjamin proses pendidikan di PTS taat hukum yang berlaku, d) Pemerataan dan perluasan akses pendidikan bagi masyarakat di seluruh Indonesia, dan e) Pembinaan PTS – sebagai peran serta masyarakat – oleh pemerintah secara seimbang.

Kopertis Wil IV Jabar Banten, Prof. Dr. Ir. Abdul Hakim Halim, M.Sc menegaskan perguruan tinggi dituntut menyelenggarakan pendidikan dengan sebaik-baiknya serta tentunya semakin meningkatkan kualitas. Harapannya bahwa apa yang didapat di perguruan tinggi tak hanya ilmu pengetahuan tetapi kemampuan juga harus didapat. Pemerintah berkehendak agar para lulusan perguruan tinggi memiliki kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja. Keinginan pemerintah terhadap PTS bukan besaran atau jumlah lulusan (output) yang dihasilkan, tetapi outcome atau kualitas lulusan yang bisa dihasilkan PTS dan bagaimana manfaatnya bagi kemajuan bangsa ini.

Tantangan Indonesia saat ini adalah kualitas SDM. Dengan potensi penduduk 238 juta orang yang 75 % adalah usia produktif tidak didukung dengan pendidikan yang memadai. Padahal kita dihadapkan dengan era global dengan antara lain disepakatinya Asean Economic Community 2015 yang tinggal satu tahun lagi. Melalui kesepakatan ini arus lalu lintas tenaga kerja antar negara ASEAN dimungkinkan. Bila daya saing manusia Indonesia rendah tentunya akan tergeser di negerinya sendiri. Jadilah mereka terpinggirkan dalam pembangunan kesejahteraan diri dan bangsanya.

PTS tentunya sangat bisa berpartisipasi meningkatkan daya saing manusia Indonesia. asalkan mendapat kesempatan, serta pembinaan yang tepat dari pemerintah selaku penentu kebijakan pendidikan nasional. Ini semua memang sudah termaktub dalam peraturan perundangan, Tetapi realitanya masih lemah dalam implementasi dan pelaksanaan.

Esensi Perguruan Tinggi
Pendidikan di perguruan tinggi tidak lepas dari pemikiran pada pentingnya pelestarian eksistensi manusia, dalam arti membantu manusia lebih manusiawi, lebih berbudaya, sebagai manusia yang utuh berkembang menyangkut daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif) ? Ki Hajar Dewantara. Atau bisa disebut, educate the head, the heart, and the hand !

Perguruan tinggi selain mencetak individu yang memiliki ilmu juga harus dapat melahirkan individu-individu yang dapat menerapkan, mengembangkan ilmu yang didapatkannya sehingga memberi kemaslahatan bagi masyarakat atau menjadi kata hati umat manusia, kata hati bangsa dan bahkan kata hati kehidupan. Inilah dimensi utuh yang harus dipersiapkan perguruan tinggi yang tentunya berpengaruh pada proses pembelajaran, kurikulum dan iklim pembelajaran. Setiap perguruan tinggi memiliki dan mengembangkan otonomi masing-masing yang tentunya sebuah kecakapan. Melalui otonomi ini perguruan tinggi membuat pilihan dan mempertanggungjawabkan akan hasil dari pilihannya dalam memilih alternatif-alternatif untuk melahirkan para sarjana yang terbaik sehingga berpengaruh sangat signifikan terhadap kurikulum, iklim pembelajaran yang diciptakan dan dibangun (Rektor UPI, Prof. Dr. H. Sunaryo Kartadinata, M.Pd., 2013).

Dengan demikian esensi perguruan tinggi adalah memberikan pendidikan kepada peserta didik agar memiliki kecerdasan jiwa, budi dan intelektualitas. (Lee)