Dari KOPERTIS ke L2IKTI:
Metamorfosis Kelembagaan dan Momentum Pembelajaran Kolektif
Perubahan adalah keniscayaan, yang terjadi sambung-menyambung. Sekarang-sekarang ini Kemristek Dikti membuat tindakan yang disebut-sebut sebagai metamorfosis kelembagaan. Yakni mengubah KOPERTIS menjadi Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (L2Dikti), yang diharapkan mampu menghilangkan dikotomi negatif dalam melayani perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS) di negeri ini. Niat baik yang menimbulkan banyak harapan.Tengoklah koran-koran daerah dan koran nasional, Anda akan dapati para pejabat bersuara seperti koor: setuju dan siap laksanakan.
Komunita edisi nomor 21 ini mencatat suara yang nyaris seperti koor tersebut dengan beberapa pesan pengingat yang patut dicatat. Dua rektor PTS dan PTN di Bandung mengingatkan bahwa pemerintah harus terus belajar dan mengikuti perkembangan yang kini tengah terjadi di mancanegara; dan kehadiran lembaga baru ini tidak boleh memperpanjang rentang dan lika-liku birokrasi. Semua harus fokus pada niat awal lembaga ini: memastikan derap peningkatan mutu layanan dan mutu kinerja akademik lembaga kita di republik ini.
Demi kejelasan sikap dan respons kolektif terhadap metamorfosis kelembagaan ini, basis awal perlu ditegaskan lagi dalam esei ini. Kehadiran lembaga baru tidak boleh menafikan berbagai upaya positif dan investasi pengembangan kapasitas yang telah dilakukan; tidak boleh membuat modal kolektif kelembagaan menjadi nol kembali. Kemubadziran sumberdaya mahal yang langka harus dihindari sekuat tenaga. Basis kedua yang telah mencuat dalam wacana kehadiran L2Dikti ini berkaitan dengan perlunya dibuatkan visi & misi serta aturan pelaksanaan yang eksplisit dan detil untuk menghindari terjadinya distorsi yang dapat menyeret kita ke langkah mundur yang mubadzir. Harapan yang terang-benderang.
Selain itu, artikel ini ingin mengajak sidang pembaca untuk memberi catatan batin terhadap kenyataan bahwa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) telah selama ini mengalami dinamika panjang yang sejatinya dapat memberikan pijakan yang dapat memberdayakan kita sebagai kolektif. Termasuk tiga hal berikut.
1.Berbasis pada kriteria dan aturan mutu yang telah disepakati secara terbuka, PTN di tanah air telah mengalami tahapan perkembangan yang berbeda-beda: dari yang berstatus negeri-dalam-binaan sampai pada yang berstatus mandiri semisal PTN-BH. Tahapan status perkembangan ini telah lama terjadi dan telah berurat-berakar dalam tatakelola dan elan-kerja yang unik dan memiliki dinamikanya sendiri. L2Dikti tidak boleh menyamakan PTN dan PTS begitu saja hanya demi kepentingan penyamaan belaka.
Prinsipnya, pengelolaan sumberdaya dan dukungan pengembangan harus dibuat dan dikembangkan atas dasar keadilan. Adil berarti proporsional.
2.Dengan alasan dan logika dinamika yang serupa (meski mungkin tak sepenuhnya sama), PTS juga telah melalui proses perkembangan dan hasil capaiannya sendiri. Proses dan hasil dinamika ini harus dihargai dan jangan dilompati.
Prinsipnya, perbaikan mekanisme pengembangan sumberdaya dan kultur akdemik PTS harus dilakukan dengan mengakui konteks sosiokultural yang selama ini membesarkannya. Dengan satu pegangan: perbaiki kekurangan yang ada dari tahap ke tahap dengan cara kerja dan pemberian dukungan yang lebih baik.
3.Pola pembinaan dan pengembangan sumberdaya dan kelembagaan pendukung yang telah terbukti baik di lingkungan PTN perlu dipelajari dan disadap semangatnya untuk dicobaterapkan di lingkungan PTS. Bila memungkinkan, hal serupa yang baik-baik dari pengalaman PTS yang unggul dipelajari untuk dipertimbangkan pemanfaatannya dalam memperbaiki PTN. Dengan cara seperti ini, pola pembinaan dan pengembangan mutu dapat dijadikan sumber pengalaman dan pengetahuan berharga bagi semua.
Prinsipnya, perbaikan mutu harus dilakukan setahap demi setahap secara sinambung sehingga semakin banyak pengalaman dan pengetahuan diperoleh semakin tinggi dan mulia elan kerja dan mutu kinerja lembaga kita. Perguruan Tinggi kita (PTS dan PTN) secara kolektif merupakan agen paling pantas untuk mengujungtombaki perkembangan Indonesia sebagai entitas pembelajaran (learning organism/atau learning organization).
Untuk melengkapi khazanah pemikiran kita yang akan terus berkembang dari waktu ke waktu, dan untuk memastikan kinerja kita yang lebih baik dalam menyikapi dan mengendalikan perubahan yang terus terjadi, berikut disajikan petikan pelajaran (lessons learned) dari para pakar mancanegara (lihat, misalnya, Michael Fullan, 1982:250-256).
Pertama, pahami dan bedakan antara ketaatan dan kemampuan. Para pejabat sering dengan sigap menyatakan setuju dan siap mendukung terhadap inisiatif yang diajukan pemerintah pusat. Pernyataan semacam ini mungkin dapat secara sepintas dipandang sebagai pertanda awal ketaatan terhadap ajakan pimpinan lembaga untuk berbuat sesuatu kebajikan dan/atau kebijakan yang baik. Namun, jelaslah tidak tepat untuk memaknainya sebagai pernyataan kemampuan untuk merealisasikan program. Pastikan kita percayakan pelaksanaan program kepada yang mampu melaksanakannya dan bukan kepada yang hanya sekadar menyambut ajakan berpestapora.
Kedua, pastikan adanya kejelasan relasi antarunit dan ekspektasi ekspilisit tentang capaian kinerja setiap unit kerja yang ada. Dalam lembaga baru yang dibuat dengan gambaran visi-misi dan tatakelola dan prosedur kerja yang remang-remang dan belum teruji dalam praktik telah banyak contoh kekisruhan kinerja terjadi dalam bentuk tumpang-tindih tugas (baca duplikasi tugas) dan garis komando yang implisit. Keadaan semacam ini tak boleh lagi terjadi pada tataran kelembagaan semisal L2Dikti yang notabene membawahi banyak kaum terdidik. Tentukan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) dengan eksplisit dan gariskan dengan jelas alur komando dan pertanggungjawaban kinerja antarunit. Kerapihan alur tugas dan kerampingan birokrasi merupakan fungsi kinerja manajemen modern yang kita inginkan bersama.
Ketiga, kerahkan sumberdaya yang cukup untuk mendukung pengembangan program dan bantuan teknis. Sebagai entitas organisme pembelajaran (learning organism) L2Dikti harus sudah belajar (memampukan diri) untuk mengembangkan program-program progresif dan mendukung pelaksanaannya dengan sistem pendanaan yang mantap. Cari dan dapatkan bantuan teknis yang diperlukan dan berlakukan sistem rekrutmen dan penganggaran tenaga bantuan teknis secara transparan sehingga pengalaman ini kelak dapat dijadikan bahan pembelajaran kolektif yang memberdayakan bagi ummat.
Prinsipnya, secara progresif kinerja lembaga harus semakin efektif-efisien dari waktu ke waktu, dan pengalaman hari ini memampukan peningkatan kinerja untuk masa berikutnya.
Ke empat, siapkan dan kompakkan satuan kerja handal untuk pelaksanaan program-program utama kelembagaan. Seperti diindikasikan dengan jelas dalam berbagai bagian Komunita edisi 21 ini, beban tanggungjawab L2Dikti semakin besar dan rentang pengelolaan dan pengendaliannya semakin luas. Banyak harapan publik yang harus dipenuhi stakeholdfers pendidikan tinggi. Hal ini harus dipandang sebagai amanah ladang-amal baru yang harus disambut dengan sikap waspada dan hati-hati (dan tidak boleh dipandang sebagai peluang memperoleh kue pembangunan besar untuk pesta-raya yang bersifat hura-hura). Rapatkan barisan dan rapihkan shaf untuk bahu-membahu melayani keperluan ummat pendidikan tinggi yang lebih cerdik, mulia, dan berjaya. Untuk memastikan sukses kinerja dalam lembaga (dengan nama) baru ini, jangan ragu menginvestasikan energi untuk membangun kapasitas kinerja (capacity building), tetapi lakukan dengan akuntabilitas substantif yang berwawasan ukhrowi dan tidak tergoda dengan permainan pertanggungjawaban formal yang aspal (baca: fiktif dan manipulatif).
Ke lima, perlunya rencana kegiatan dan aktivitas pengembangan yang dibuat eksplisit dan jangka panjang dan dikawal dengan sistem akuntabilitas substantif yang steril dari noda. Ini pesan dan prinsip pamungkas yang harus disikapi sebagai harga mati. Jangan mencoba menawar-nawar. Rencanakan dengan rapih program kerja kelembagaan dengan detil tanggungjawab yang dieksplisitikan untuk setiap unit dan relasi peran antarunit. Ikuti pelaksanaan kegiatan dan aktivitas sinambung pengembangan kinerja berazaskan akuntabilitas substantif berwawasan ukhrawi yang mampu menepis godaan yang menyimpangkan praktik dari rel visi-misi kelembagaan yang dijanjikan. Pejabat relijius zaman now harus berani lurus menapaki janji suci yang diikrarkannya sendiri dihadapan Tuhannya yang mahatahu dan mahamembalas tindakan sekecil apapun. Rumuskan janji suci dan beristiqomahlah dalam jalur amalan shalih ini.
Demikianlah artikel ini diakhiri dengan harapan bahwa metamorfosis kelembagaan KOPERTIS menjadi L2DIKTI ini akan membawa seluruh stakeholders pendidikan di Indonesia ke ruang lapang kebajikan yang diberkatiNya. Semoga demikian adanya.