Guru Besar Harus Mendampingi dalam Academic Leadership, untuk Hindari Plagiarisme

0
616 views
Guru Besar Harus Mendampingi dalam Academic Leadership, untuk Hindari Plagiarisme

Wawancara Prof. Dr.H.Obsatar Sinaga, S.IP., M.Si

Prof. Dr.H.Obsatar Sinaga, S.IP., M.Si

Komunita : Plagiarisme menjadi kajian penting dalam dunia pendidikan, karena telah ada pengambilan hak intelektual seseorang mengeluarkan pemikiran-pemikiran menjadi sebuah karya. Bagaimana tanggapan Bapak melihat plagiarisme yang muncul di dunia akademisi ? Bukankah seharusnya keintelektualan pendidikan dapat berbanding lurus dengan output anti plagiat? Terkait etis dan non etis serta pelanggaran hak karya?

Prof. Obsatar : Plagiarisme dari namanya sudah melanggar hukum. Yang kedua, mestinya ada batasan yang jelas antara seseorang mengutip dan mengambil menjadi narasumber, atau mengutip dan mengambil menjadi pragmatisme. Ketika dia mengutip dan melupakan mekanisme komputerisasi. Dalam sistem komputerisasi, dalam sekian persen disebut plagiarisme. Sistem itu secara kuantitatif, bukan kualitatif. Memang dari kerangka intelektual harus karyanya sendiri, sedang kerangka teoritis perlu merujuk pendapat ahli. Ini tidak menjadi jelas.

Komunita : Sebagai seorang Guru Besar tentu gejala ini menjadi pekerjaan rumah untuk mendidik dan membangun para peneliti, dosen-dosen untuk dapat menghasilkan riset secara orisinil. Program atau tindakan apa yang sudah ataupun akan dilakukan untuk menghilangkan plagiarisme?

Prof. Obsatar : Pertama, Kita Dikti – mempunyai sistem Turnitin (is an Internet-based plagiarism-prevention service created by iParadigms, LLC, first launched in 1997. Typically, universities and high schools buy licenses to submit essays to the Turnitin website, which checks the documents for unoriginal content. Leading academic plagiarism checker technology for teachers and students. Online plagiarism detection, grammar check, grading tools – Red). Dengan Turnitin dimasukkan saja, keluarlah berapa persen. Jika hasilnya keluar dari batasan Dikti, maka dia akan mengurangi batasan tertentu. Kedua, membuat ide yang cemerlang atau sistem cemerlang. Ketiga, sebagai guru besar menjadi tutorial. Kita mendampingi mereka, dalam satu sistem mendampingi mereka dalam academic leadership.

Komunita : Pemahaman apa yang sebenarnya sudah terbentuk di kondisi lapangan para peneliti, sehingga melakukan plagiat?

Prof. Obsatar : Kalau plagiat rata-rata yang melakukannya tidak menyadari. Orang-orang tertentu memang dengan cara singkat, misal dia ingin naik pangkat. Langkah ini dilakukan tampaknya dia tidak tahu bahwa setiap karya tulis segera online kan. Alam google citizen, kalau ada yang nyontek ketahuan. Kalau mengambil untuk kepentingan referensi, boleh.

Komunita : Menurut pendapat Bapak, motif orang melakukan plagiarisme? Apakah ruang kajian semakin terbatas ataukah hasil penelitian-penelitian terdahulu sudah memberikan kepuasan, sehingga peneliti lebih menyukai meng-eksplore apa yang sudah ada?

Prof. Obsatar : Meng-eksplore yang sudah ada bukan plagiarisme. Manfaatnya memberikan kesempatan untuk mengkritisi dan mengembangkan pemikiran dan penemuan yang lalu untuk penyempurnaan. Motif yang banyak untuk kepentingan sesaaat.

Komunita : Batasan-batasan apa yang terdapat di plagiarisme?

Prof. Obsatar : Untuk mendeteksi plagiarisme Ditjen Dikti menggunakan perangkat dengan nama Turnitin, yakni pernagkat software teknologi untuk memeriksa academic plagiarism bagi dosen dan mahasiswa. Perangkat ini dapat mendeteksi plagiarisme, grammar check, serta grading tools. Melalui perangkat ini Ditjen Dikti memberikan toleransi sekitar 18%.

Komunita : Mohon dijelaskan dampak dari plagiarisme terhadap kemunduran pendidikan?

Prof. Obsatar : Jumlah pendidik yang naik meningkatkan IPK-nya. Tapi IPK naik karena nyontek artinya nyontek. Sesungguhnya secara riil IPK manusia Indonesia masih rendah. Ketika ada persaingan pada ?31 Desember mendatang terkait dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN ketahuan kita tidak punya karya.

Komunita : Sejak kapan plagiarisme ada, dan bagaimana perkembangan plagiarisme itu sendiri dari jaman ke jaman. Apakah transformasi jaman telah mencetak banyak orang menjadi sarjana, sebagai indikator semakin maju dunia pendidikan, namun kenapa beririsan dengan masalah yang ditimbulkannya?

Prof. Obsatar : Sejak orang belajar menulis sudah ada. Semakin maju ?menjadi sesuatu yang urgen, tetapi plagiarisme digunakan pada karya tulis. Persoalannya perkembangannya tergantung pada kebutuhan. Kalau digampangkan semakin mudah. Saringan yang dilakukan di dunia pendidikan termasuk etika ilmiah, yang produknya memang karya ilmiah sendiri.

Komunita : Strategi apa yang perlu dilakukan perguruan tinggi untuk meminimalisasi plagiarisme?

Prof. Obsatar : Mudahnya, semua karya di online kan, semua perguruan tinggi berlangganan Turnitin.

Komunita : Aturan tidak cukup untuk mengikat para peneliti agar berada pada jalur seharusnya. Pembekalan mental menjadi syarat utama dalam kesadaran untuk berkarya. Dorongan apa yang bapak sampaikan untuk membangkitkan berkarya secara etis dalam artian jujur dan benar?

Prof. Obsatar : Rata-rata kebutuhan ekonomi, salary nambah, take home nambah. Hal ini harus diselesikan terlebih dahulu. Jabatan ilmiah tidak boleh dihubungkan dengan salary. Tentukan sanksi yang tegas pada orang-orang yang melakukan plagiarisme. Umumkan di nama-nama besar, seseorang yang meneliti ditutorialkan, untuk guru besar dijatuhkan skorsing. Perlu menerapkan sistem yang mampu menjawab kepentingan berbeda. (RR-Lee)