Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 Pijakan PTS Bersikap menuju Transformasi Pendidikan Tinggi? Bersama ABP PTSI

0
744 views

Berbagai peristiwa dunia pendidikan tinggi kita, menampakkan berbagai faktor yang berkontribusi menghambat upaya proses meningkatkan kualitas pendidikan tinggi. Beberapa faktor yang berkontribusi pada situasi tersebut, diantaranya: keterbatasan sumber daya, kekurangan sumber daya manusia berkualitas, kebijakan pendidikan yang tidak konsisten, standar dan akreditasi, kultur organisasi perguruan tinggi, serta keterlibatan pihak-pihak terkait. Kompleksitas persoalan tersebut di atas utamanya dihadapi oleh perguruan tinggi swasta (PTS) yang justru mengusung jumlah mahasiswa terbesar dibanding PTN. Data menunjukkan saat ini PTS mendidik sebanyak 72 % mahasiswa, sehingga perhatian pada kualitas perlu ditingkatkan. Keperwiraan ini sesungguhnya dalam upaya PTS membantu penyelenggaraan pendidikan tinggi yang seharusnya menjadi tanggungjawab pemerintah.

Namun satu sisi pembinaan atau bantuan pemerintah yang diperuntukkan bagi PTS kurang lebih 6% dari total anggaran. Sementara PTN menerima kurang lebih 94% dari total anggaran. Padahal seharusnya tidak boleh terjadi, mengingat PTN dan PTS memiliki tanggungjawab yang sama dalam meningkatkan partisipasi pendidikan tinggi.

Baru-baru ini pemerintah telah mengafirmasi upaya transformasi pendidikan tinggi dengan menyederhanakan beberapa peraturan sebelumnya, juga berisi pengembangan. Yakni dengan terbitnya Permendibudristek Nomor  53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi yang diharapkan mendororng perguruan tinggi dan program studi lebih inovatif dan adaptif menghadapi dinamika perubahan.

Apakah Permen ini mampu menjadikan pijakan perguruan tinggi untuk menerobos percepatan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi – khususnya PTS? Kami mencoba berbincang dengan Ketua Umum Asosiasi BP PTSI Pusat – Asosiasi Badan Penyelenggara PTS untuk memahami problematik PTS, serta mengapa Permendikbudristek tersebut diterbitkan.

Berikut secara tertulis bincang-bincang Tim majalah Komunita, Drs. Lili Irahali, M.M., B.A, ODCP menemui Prof. Dr. Thomas Suyatno, Ketua Umum ABP PTSI Pusat di tengah kesibukan beliau.

Komunita:

Perspektif Profesor tentang problematik pendidikan tinggi kita ? Bagaimana idealnya.

 

Prof. Thomas:

Dalam perjalanan waktu dan dinamikanya, bahwa dunia pendidikan Indonesia menghadapi  era-era baru: era VUCA (Volatile,  Uncertain,  Complex, Ambiguos),  era MOOC (Massive Open Online Curses), dan era makin cepatnya perkembangan teknologi. Lalu bersamaan dengan tantangan di era tersebut di atas, dunia pendidikan tinggi kita menghadapi  berbagai bukit masalah dan tantangan yang kompleks dan beragam.

Beberapa diantaranya adalah aspek: a) Sosialisasi  dan    implementasi     berbagai    peraturan  perundang-undangan    belum dilaksanakan secara optimal.  Bahkan terlalu sering terjadi perubahan dalam waktu yang relatif pendek; b) Efektivitas PDDikti (Pusat Data Dikti); c) Otonomi  PT dan proses transformasi  Dikti; d) Budaya, sistem, dan mekanisme bekerja birokrasi; e) Meningkatnya persaingan antar-PT/PTS:  nasional, regional, dan global; f) Conflict of interest pada setiap  level:  antar organ  di  dalam yayasan, pengurus yayasan dan pimpinan PTS, antara  pimpinan PTS dan senat PTS, dan lain-lain; g) Zona kenyamanan (comfort zone) hingga enggan masuk ke new zone; h) Kualitas pendidikan dan tenaga kependidikan yang rendah; i) Rasio dosen : mahasiswa yang pincang; j) Angka partisipasi  kasar (APK) yang rendah; k) banyaknya PTS yang sakit atau  kurang sehat  (diperkirakan sekitar  60% dari  total  PTS saat ini:  2.984 buah); dan lain-lain.

Lalu bagaimana lembaga pendidikan tinggi bersikap? Tentunya, berbagai tindakan dan/atau  kebijakan sebaiknya perlu dilakukan oleh lembaga pendidikan tinggi.  Semisal antara  lain: a) Kolaborasi antar semua unsur atau eksponen PT. b) Peningkatan daya kreativitas dan daya inovasi di segala bidang. c) Bagi yayasan dan pimpinan PTS, merupakan kesempatan untuk segera melakukan transformasi   dan   reformasi,   serta   meningkatkan   mutu   manajemen   dan   mutu akademik masing-masing. d)  Meningkatkan daya saing dan daya tawar. e) Bermitra   dengan   PT   asing   untuk   bidang-bidang   ilmu   yang   pengembangannya memerlukan modal besar dan teknologi tinggi. f) Pengembangan  kepemimpinan  yang  lebih  kuat  dan  giat (viable),  sehingga  memungkinkan berlakunya  manajemen  pendidikan tinggi yang lebih efektif dan lebih efisien. g)   Mengembangkan pola pikir global dan keterampilan  manajemen global. h) Mengelola  budaya dan organisasi global. i) Responsif  terhadap  kebutuhan  akan perubahan dan pembaruan  kelembagaan sesuai visi, misi, sasaran, tujuan,  dan sumber daya yang dimiliki. j) Peningkatan dan/atau penyempurnaan organisasi, manajemen, dan tata pamong yang menunjang kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Tridharma PT), serta perwujudan akademik yang kondusif.

 

Komunita:

Apa yang melatarbelakangi terbitnya Permendikbudristek  No. 53/2023

Prof. Thomas:

Penerbitan Permendikbudristek dimaksud bila dicermati dimaksudkan untuk  melakukan transformasi terhadap  SN Dikti  dan sistem akreditasi,    mendorong    peningkatan    mutu    pendidikan   tinggi,    serta   melakukan sinkronisasi dan harmonisasi pengaturan mengenai penjaminan mutu  pendidikan tinggi.

Hal tersebut dilandasi oleh realita bahwa: a) Standar  Nasional  Pendidikan  Tinggi  (SN Dikti)  mengatur terlalu  kaku dan terlalu  rinci, sehingga perlu disesuaikan agar memberikan PT ruang lebih  luas untuk berinovasi. Selain  itu,  b) sistem  akreditasi  masih  dirasakan    membebani  PT  secara administrasi  maupun finansial.

Komunita:

Bagaimana peran ABP PTSI terkait terbitnya Permendikbudristek tersebut?  

Prof. Thomas:

Sejalan dengan fungsi dan  tujuan Asosiasi, maka Pengurus Asosiasi  BP  PTS  Indonesia (ABP PTSI) sangat aktif dalam menanggapi setiap rancangan Permendikbudristek dan berbagai peraturan perundangan-undangan lainnya, baik di bidang pendidikan,   perrpajakan,   pertanahan,   dan   masalah-masalah   aktual   terkait   dengan pendidikan tinggi.

Khusus mengenai  proses diterbitkannya  Permendibudristek  No. 53   Tahun  2023 tentang Penjaminan  Mutu  Pendidikan  Tinggi,  ABP  PTSI  selalu dilibatkan  dalam setiap  substansi yang akan dimuat di dalam Permendikbudreistek tersebut.  Lamanya penerbitan  Permendikbudristek  tersebut antara lain  belum adanya titik temu antara ABP  PTSI dan Kemdikbudristek. Diantaranya mengenai: transformasi standar nasional; capaian pembelajaran lulusan; penyelenggaraan proses pembelajaran, penerimaan mahasiswa baru oleh PTN; bentuk tugas akhir, asesmen, dan berbagai standar lainnya.

 

Komunita:

Lalu apa konsekuensi Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 bagi PTS.

Prof. Thomas:

Konsekuensinya   bagi  PTS jelas yakni melaksanakan berbagai kaidah, norma, dan peraturan sesuai dengan Permen tersebut. Jika di dalam pelaksanaan menghadapi berbagai kendala dan/atau masalah, PTS dan/atau anggota  ABP  PTSI  diberi ruang menyampaikan  masalahnya kepada ABP  PTSI  Pusat  untuk kemudian  dibahas  di  dalam  monthly  meeting  dengan  Dirjen  Diktiristek  yang  selalu diadakan pada awal bulan.

Di dalam pertemuan tersebut dibahas secara tuntas masalah-masalah yang dihadapi PTS. Dirjen   Diktiristek   selalu   terbuka   untuk   semua  kritik   dan/atau   keluhan   masyarakat, utamanya  PTS dalam koordinasi ABP PTSI.

 

Komunita:

Saran Ketua ABP PTSI terhadap anggota dan PTS?

 

Prof. Thomas:

ABP   PTSI   merupakan   organisasi   tempat   mengadu,   mengaduh,   dan  menangis  bagi anggotanya. Oleh karena itu,  Pengurus ABP PTSI selalu terbuka dan senang mendengarkan keluhan dan kesulitan anggotanya, di antaranya:

  1. pada satu sisi, ABP PTSI dapat mengingatkan  pemerintah terkait pengawasan terhadap outcome PTN/UT, terutama dengan melonjaknya mahasiswa di PTN/UT;
  2. pada sisi   lain,   perkembangan  MOOC (termasuk   PTN   dan  UT)   makin  cepat   dan dipercepat  dengan adanya PT berbasis IT yang merupakan ‘keniscayaan’;
  3. ABP PTSI  sejauh  mungkin  memfasilitasi  kemungkinan/peluang  kerjasama anggotanya dengan MOOC  menuju ‘win-win’ bagi anggotanya;
  4. terus menggalang   semangat   kolaborasi   antar sesama   institusi   dan/atau   lembaga pendidikan dan pemangku kepentingan

 

(Editor: lili irahali)