Berbagai peristiwa dunia pendidikan tinggi kita, menampakkan berbagai faktor yang berkontribusi menghambat upaya proses meningkatkan kualitas pendidikan tinggi. Beberapa faktor yang berkontribusi pada situasi tersebut, diantaranya: keterbatasan sumber daya, kekurangan sumber daya manusia berkualitas, kebijakan pendidikan yang tidak konsisten, standar dan akreditasi, kultur organisasi perguruan tinggi, serta keterlibatan pihak-pihak terkait. Kompleksitas persoalan tersebut di atas utamanya dihadapi oleh perguruan tinggi swasta (PTS) yang justru mengusung jumlah mahasiswa terbesar dibanding PTN. Data menunjukkan saat ini PTS mendidik sebanyak 72 % mahasiswa, sehingga perhatian pada kualitas perlu ditingkatkan. Keperwiraan ini sesungguhnya dalam upaya PTS membantu penyelenggaraan pendidikan tinggi yang seharusnya menjadi tanggungjawab pemerintah.
Namun satu sisi pembinaan atau bantuan pemerintah yang diperuntukkan bagi PTS kurang lebih 6% dari total anggaran. Sementara PTN menerima kurang lebih 94% dari total anggaran. Padahal seharusnya tidak boleh terjadi, mengingat PTN dan PTS memiliki tanggungjawab yang sama dalam meningkatkan partisipasi pendidikan tinggi.
Baru-baru ini pemerintah telah mengafirmasi upaya transformasi pendidikan tinggi dengan menyederhanakan beberapa peraturan sebelumnya, juga berisi pengembangan. Yakni dengan terbitnya Permendibudristek Nomor  53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi yang diharapkan mendororng perguruan tinggi dan program studi lebih inovatif dan adaptif menghadapi dinamika perubahan.
Apakah Permen ini mampu menjadikan pijakan perguruan tinggi untuk menerobos percepatan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi – khususnya PTS? Kami mencoba berbincang dengan Ketua Umum Asosiasi BP PTSI Pusat – Asosiasi Badan Penyelenggara PTS untuk memahami problematik PTS, serta mengapa Permendikbudristek tersebut diterbitkan.
Berikut secara tertulis bincang-bincang Tim majalah Komunita, Drs. Lili Irahali, M.M., B.A, ODCP menemui Prof. Dr. Thomas Suyatno, Ketua Umum ABP PTSI Pusat di tengah kesibukan beliau.
Komunita:
Perspektif Profesor tentang problematik pendidikan tinggi kita ? Bagaimana idealnya.
Prof. Thomas:
Dalam perjalanan waktu dan dinamikanya, bahwa dunia pendidikan Indonesia menghadapi era-era baru: era VUCA (Volatile, Uncertain, Complex, Ambiguos), era MOOC (Massive Open Online Curses), dan era makin cepatnya perkembangan teknologi. Lalu bersamaan dengan tantangan di era tersebut di atas, dunia pendidikan tinggi kita menghadapi berbagai bukit masalah dan tantangan yang kompleks dan beragam.
Beberapa diantaranya adalah aspek: a) Sosialisasi dan   implementasi    berbagai   peraturan perundang-undangan   belum dilaksanakan secara optimal. Bahkan terlalu sering terjadi perubahan dalam waktu yang relatif pendek; b) Efektivitas PDDikti (Pusat Data Dikti); c) Otonomi PT dan proses transformasi Dikti; d) Budaya, sistem, dan mekanisme bekerja birokrasi; e) Meningkatnya persaingan antar-PT/PTS: nasional, regional, dan global; f) Conflict of interest pada setiap level: antar organ di dalam yayasan, pengurus yayasan dan pimpinan PTS, antara pimpinan PTS dan senat PTS, dan lain-lain; g) Zona kenyamanan (comfort zone) hingga enggan masuk ke new zone; h) Kualitas pendidikan dan tenaga kependidikan yang rendah; i) Rasio dosen : mahasiswa yang pincang; j) Angka partisipasi kasar (APK) yang rendah; k) banyaknya PTS yang sakit atau kurang sehat (diperkirakan sekitar 60% dari total PTS saat ini: 2.984 buah); dan lain-lain.
Lalu bagaimana lembaga pendidikan tinggi bersikap? Tentunya, berbagai tindakan dan/atau kebijakan sebaiknya perlu dilakukan oleh lembaga pendidikan tinggi.  Semisal antara lain: a) Kolaborasi antar semua unsur atau eksponen PT. b) Peningkatan daya kreativitas dan daya inovasi di segala bidang. c) Bagi yayasan dan pimpinan PTS, merupakan kesempatan untuk segera melakukan transformasi  dan  reformasi,  serta  meningkatkan  mutu  manajemen  dan  mutu akademik masing-masing. d)  Meningkatkan daya saing dan daya tawar. e) Bermitra  dengan  PT  asing  untuk  bidang-bidang  ilmu  yang  pengembangannya memerlukan modal besar dan teknologi tinggi. f) Pengembangan kepemimpinan yang lebih kuat dan giat (viable), sehingga memungkinkan berlakunya manajemen pendidikan tinggi yang lebih efektif dan lebih efisien. g)  Mengembangkan pola pikir global dan keterampilan manajemen global. h) Mengelola budaya dan organisasi global. i) Responsif terhadap kebutuhan akan perubahan dan pembaruan kelembagaan sesuai visi, misi, sasaran, tujuan, dan sumber daya yang dimiliki. j) Peningkatan dan/atau penyempurnaan organisasi, manajemen, dan tata pamong yang menunjang kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Tridharma PT), serta perwujudan akademik yang kondusif.
Â
Komunita:
Apa yang melatarbelakangi terbitnya Permendikbudristek No. 53/2023
Prof. Thomas:
Penerbitan Permendikbudristek dimaksud bila dicermati dimaksudkan untuk melakukan transformasi terhadap SN Dikti dan sistem akreditasi,   mendorong   peningkatan   mutu   pendidikan  tinggi,   serta  melakukan sinkronisasi dan harmonisasi pengaturan mengenai penjaminan mutu pendidikan tinggi.
Hal tersebut dilandasi oleh realita bahwa: a) Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti) mengatur terlalu kaku dan terlalu rinci, sehingga perlu disesuaikan agar memberikan PT ruang lebih luas untuk berinovasi. Selain itu, b) sistem akreditasi masih dirasakan   membebani PT secara administrasi maupun finansial.
Komunita:
Bagaimana peran ABP PTSI terkait terbitnya Permendikbudristek tersebut? Â
Prof. Thomas:
Sejalan dengan fungsi dan tujuan Asosiasi, maka Pengurus Asosiasi BP PTS Indonesia (ABP PTSI) sangat aktif dalam menanggapi setiap rancangan Permendikbudristek dan berbagai peraturan perundangan-undangan lainnya, baik di bidang pendidikan,  perrpajakan,  pertanahan,  dan  masalah-masalah  aktual  terkait  dengan pendidikan tinggi.
Khusus mengenai proses diterbitkannya Permendibudristek No. 53  Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, ABP PTSI selalu dilibatkan dalam setiap substansi yang akan dimuat di dalam Permendikbudreistek tersebut. Lamanya penerbitan Permendikbudristek tersebut antara lain belum adanya titik temu antara ABP PTSI dan Kemdikbudristek. Diantaranya mengenai: transformasi standar nasional; capaian pembelajaran lulusan; penyelenggaraan proses pembelajaran, penerimaan mahasiswa baru oleh PTN; bentuk tugas akhir, asesmen, dan berbagai standar lainnya.
Â
Komunita:
Lalu apa konsekuensi Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 bagi PTS.
Prof. Thomas:
Konsekuensinya   bagi PTS jelas yakni melaksanakan berbagai kaidah, norma, dan peraturan sesuai dengan Permen tersebut. Jika di dalam pelaksanaan menghadapi berbagai kendala dan/atau masalah, PTS dan/atau anggota ABP PTSI diberi ruang menyampaikan masalahnya kepada ABP PTSI Pusat untuk kemudian dibahas di dalam monthly meeting dengan Dirjen Diktiristek yang selalu diadakan pada awal bulan.
Di dalam pertemuan tersebut dibahas secara tuntas masalah-masalah yang dihadapi PTS. Dirjen  Diktiristek  selalu  terbuka  untuk  semua kritik  dan/atau  keluhan  masyarakat, utamanya PTS dalam koordinasi ABP PTSI.
Â
Komunita:
Saran Ketua ABP PTSI terhadap anggota dan PTS?
Â
Prof. Thomas:
ABP  PTSI  merupakan  organisasi  tempat  mengadu,  mengaduh,  dan menangis bagi anggotanya. Oleh karena itu, Pengurus ABP PTSI selalu terbuka dan senang mendengarkan keluhan dan kesulitan anggotanya, di antaranya:
- pada satu sisi, ABP PTSI dapat mengingatkan pemerintah terkait pengawasan terhadap outcome PTN/UT, terutama dengan melonjaknya mahasiswa di PTN/UT;
- pada sisi  lain,  perkembangan MOOC (termasuk  PTN  dan UT)  makin cepat  dan dipercepat dengan adanya PT berbasis IT yang merupakan ‘keniscayaan’;
- ABP PTSI sejauh mungkin memfasilitasi kemungkinan/peluang kerjasama anggotanya dengan MOOC menuju ‘win-win’ bagi anggotanya;
- terus menggalang  semangat  kolaborasi  antar sesama  institusi  dan/atau  lembaga pendidikan dan pemangku kepentingan
Â
(Editor: lili irahali)