Angela Davis Gardner merupakan Professor Emeritus dari MC State University dimana dia mengajar selama 20 tahun. Dia telah mengajar di Tsuda College Tokyo, mulai mencintai budaya Jepang dan tertarik terhadap hubungan diplomatik antara Jepang dan Amerika. Waktu yang dilewati di Jepang mempengaruhinya dalam penulisan roman Plum Wine, salah satu novel yang terkenal, yang mendapat banyak penghargaan, diantaranya Kiriyama Prize Notable Book.
Alur cerita sangat menarik. Seorang dosen dari Amerika bernama Barbara Jefferson yang mengajar di sebuah universitas di Jepang telah menerima warisan dari Michiko Nakamoto, seorang dosen di Universitas yang sama yang telah membimbing dan menjadi ibu bagi Barbara, membantunya untuk mengadaptasi diri dengan gaya hidup orang Jepang, dan memahami perasaan orang Jepang. Sayangnya, Michiko Nakamoto meninggal tiba-tiba dan agak misterius. Warisan yang diterima oleh Barbara adalah sebuah tansu atau peti yang berisi botol-botol minuman terbuat dari buah plum. Awalnya, Barbara mengira bahwa itu hanya botol-botol minuman biasa dan heran mengapa diberikan kepadanya, karena Michiko mengetahui Barbara tidak begitu menyukai minuman itu.
Akan tetapi, melihat dengan teliti, Barbara menemukan bahwa tiap botol itu diberi tanggal antara tahun 1930-1965 dan dibungkus dengan kertas yang ada tulisan tangan. Barbara menduga bahwa ini adalah sebuah diary, mungkin cerita tentang kehidupan Michiko Nakamoto, yang menjadi kesulitan Barbara, tidak mengerti bahasa Jepang.
Barbara meminta tolong kepada seorang pemuda Jepang yang berbahasa Inggris, Seiji Okada yang juga pernah dekat dengan Michiko. Dari apa yang diterjemahkan oleh Seiji terungkap bahwa Michiko memiliki seorang anak perempuan
yang cacat akibat bom Hiroshima. Ketika peristiwa pemboman itu terjadi, Michiko sedang mengandung. Perjuangan Michiko
untuk membesarkan anaknya luar biasa, sendiri karena suaminya juga menjadi korban bom Hiroshima. Satu-satunya orang yang membantu Michiko adalah Seiji. Seiji selalu dekat dengan Michiko, dan kapan saja dibutuhkan dia bersedia. Antara
mereka berdua terjadi hubungan lebih dari persahabatan. Penerjemahan berjalan lancar, lalu Barbara dan Seiji mulai dekat, hubungan cinta mulai terjalin. Akan tetapi, Seiji kelihatan cukup menjaga jarak dan Barbara tidak mengerti mengapa sikapnya demikian. Selain itu Seiji tidak menerjemahkan seluruh teks yang tertulis, ada bagian yang dia lewatkan.
Barbara tidak mengerti kenapa? Setelah diselidiki, Barbara mengetahui bahwa baik Michiko maupun Seiji menjadi korban bom
Hiroshima. Mereka menderita seumur hidup karena radiasi dari bom Hiroshima dan mereka tidak sanggup menjalani kehidupan yang normal secara emosional. Di pihak lain, Barbara bingung dan membela diri ketika teman-teman orang Jepang membicarakan hal yang tidak menyenangkan tentang orang Amerika, tentang perang yang mereka buat di Vietnam. Barbara tidak dapat bertahan dan pulang walaupun hatinya dan hati Seiji terluka.
Cara pengarang mendeskripsikan budaya dan perasaan orang Jepang memukau. Semua dialog hidup dan cerita tentang orang Jepang yang selamat dari bom Hiroshima begitu riil, sehingga pembaca merasakan dan berempati terhadap tokoh-tokohnya. Sebenarnya, cerita cinta antara Barbara dan Seiji adalah cerita biasa, tetapi deskripsi penderitaan Michiko dan Seiji akibat bom Hiroshima, cara mereka menyembunyikan perasaan, kesabaran dan kekuatan membuat pembaca tertarik. Angela Davis Gardner pandai mendeskripsikan berbagai kota di Jepang, kondisi, legenda, dan seni. Plum Wine mendeskripsikan hubungan manusia, perbedaan budaya dan dampak perang bom Hiroshima terhadap Jepang.
Plum Wine adalah sebuah buku yang sangat menarik. (Christina Victoria)