PSAK vs IFRS Dengung, Gaung, Bingung

0
762 views
psak
Aida Wijaya S.E. Ak. M.Si.

Di saat sidang skripsi, almarhumah Prof. Koesbandijah menguji saya dengan satu pertanyaan: Apa yang anda ketahui mengenai IAS. Dengan bangga saya menjawab bahwa IAS adalah singkatan dari International Accounting Standard, yakni standar akuntansi berskala internasional yang disusun oleh International Accounting Standard Committee/Board (IASC/B). Pengetahuan saya yang sebatas itu tok, ternyata meluluskan saya jadi sarjana (rekan seperjuangan saya saat itu tidak lulus gara-gara tidak mampu menjawab pertanyaan tersebut). Itu di tahun 1996. Di saat itu Indonesia baru saja punya standar akuntansi yang disebut PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan). Lumayan tebalnya, hasil jerih payah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menterjemahkan dari standar akuntansinya Amerika Serikat, yang disebut US GAAP (Generally Accepted Accounting Principles). Waktu itu saya sudah 2 tahun kerja di kantor akuntan publik, pernah sesekali membuka PSAK tapi tidak pernah melihat yang namanya IAS.

Tahun 1997 saya mudik ke kampus untuk menjadi dosen, setahun kemudian diutus mengikuti workshop bedah buku mengenai akuntansi internasional. Ketika itu saya mulai menyadari bahwa dengung IAS sudah menyambangi negeri kita. Tetapi, bertahuntahun kemudian saya masih mengajar mahasiswa hanya bicara tentang PSAK, sama sekali lupa tentang IAS. Kemudian di tahun 2005 saya diutus lagi untuk mengikuti seminar internasional yang diselenggarakan oleh IASB mengenai IAS, yang ternyata sudah ganti nama menjadi IFRS (International Financial Reporting Standards). Sepulang seminar, saya melihat bahwa dengung IAS semasa saya kuliah sudah menjadi gaung IFRS yang harus dihadapi praktisi di negeri kita. IAI menyatakan bahwa terhadap standar akuntansi? Indonesia (PSAK) akan dilakukan harmonisasi dengan IFRS. Tetapi pulang seminar, saya tetap masih mengajar dengan bicara tentang PSAK, bukan IAS/IFRS. Gaung akuntansi internasional semakin keras ketika saya ditugasi mengajar mata kuliah akuntansi internasional di tahun 2009. Kata para praktisi IAI, bukan lagi harmonisasi yang dituju, melainkan konvergensi ke IAS/IFRS.

Kalau ditanya apa bedanya harmonisasi dengan konvergensi, jawabnya tidak pernah jelas, karena kosa kata Indonesia tidak ada terjemahan untuk convergence, makanya diterjemahkan jadi konvergensi. Pokoknya, kesan yang saya tangkap adalah bahwa IASB merasa BT dengan niat harmonisasi? negaranegara dunia, karena ujung-ujungnya setiap negara punya modifikasi masing-masing atas IAS/IFRS, yang dampaknya sama saja dengan sebelum ada IAS/IFRS, dimana setiap negara punya standar masingmasing. Karena itulah IASB kemudian menuntut konvergensi, alias mengadopsi secara penuh semua IAS/IFRS, tanpa kompromi.

Atas tuntutan tersebut, akuntan Indonesia bertekad melakukan full adoption. Mulai Juli 2009 sudah diluncurkan berbagai revisi atas PSAK untuk menyamakan dengan IAS/IFRS, kemudian atas desakan kondisi internasional, sejak tahun buku 2011 semua perusahaan yang selama ini menggunakan PSAK, harus menerapkan PSAK hasil konvergensi dengan IAS/IFRS tersebut. Alhasil, saya kebagian menyambangi berbagai perusahaan yang membutuhkan orang yang punya pengetahuan yang up-to-date tentang akuntansi internasional ini. Kebetulan saya mengajar mata kuliah akuntansi keuangan menengah yang sudah versi IFRS, sehingga saya paham mana-mana saja perubahan dari PSAK yang berbasis pada US GAAP versus IFRS yang pada dasarnya banyak dipengaruhi oleh GAAP-nya Inggris.

Namun sayangnya, dengung yang sudah saya dengar sejak 17 tahun yang lalu, yang sudah menjadi gaung memekakkan sejak 8 tahun lalu, toh sampai saat itu belum juga berhasil menumbangkan PSAK Indonesia sepenuhnya. Beberapa waktu lalu, dosen saya Pak Nengah Seroma menyentil dengan pertanyaan, Apakah kita saat ini sudah pakai IFRS. Tanpa pikir panjang saya jawab, Sudah donk, pak, sejak tahun buku 2011 kemarin. Kemudian beliau bertanya lagi, Kalau begitu, di laporan auditor kita menyatakan bagaimana?. Di situ saya mandeg. Weleeeh, iya, ya, kita tidak menyatakan bahwa laporan keuangan yang diaudit sudah disusun berdasarkan IFRS, melainkan disusun berdasarkan standar akuntansi di Indonesia! Artinya, kita belum pakai IFRS donk?! Apalagi kalau ditengok, hampir di setiap PSAK yang sudah mengacu pada IAS/IFRS terkait masalah yang sama, masih saja ditemukan catatan pada awal halaman mengenai berbagai pengecualian alias hal-hal yang tidak sama persis dengan IFRS/IAS-nya. Kembali ke pertanyaan, apa bedanya harmonisasi dengan konvergensi.

Akhirnya, kapan PSAK konvergensi kita bisa menjadi IFRS sepenuhnya Para pakar IAI kita berkali-kali menyatakan salah satu kendalanya adalah menterjemahkan IFRS ke dalam bahasa Indonesia. Kalau memang demikian, apa salahnya menggunakan bahasa Inggris yang notabene merupakan bahasa internasional?! Dengung sudah bergaung, tapi kita tetap bingung!

Aida Wijaya
(Dosen Akuntansi Universitas Widyatama dan juga Praktisi)