Setiap Human Capital harus melalui proses development, termasuk penyediaan anggarannya

0
498 views
Prof. Dr. Adiwijaya, S.Si., M.Si. Rektor/Guru Besar Universitas Telkom (Telkom University)
Prof. Dr. Adiwijaya, S.Si., M.Si. Rektor/Guru Besar Universitas Telkom (Telkom University)

Tidak bisa dipungkiri bahwa sumber daya manusia
merupakan intangible asset. Literatur Manajemen
menunjukkan pentingnya peran aset tidak berwujud
(intangible asset) ini dalam menciptakan nilai-nilai organisasi
sekaligus mendukung pencapaian kinerja masa depan
organisasi (Sullivan, 2000). Pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan akan menjadi
asset organisasi yang paling bernilai. Peneliti Chan et al. (2005) mengatakan bahwa
dukungan sumber daya manusia yang baik serta pengetahuan yang luas merupakan
asset yang akan menciptakan nilai tambah dan keunggulan yang kompetitif
(competitive advantage) bagi organisasi. Apalagi pendidikan tinggi Indonesia masih
menghadapi masalah dalam kualitas layanan Tridharma perguruan tinggi yang salah
satunya dipengaruhi rendahnya kualitas dosen.
Perguruan tinggi menjadi tempat berkumpulnya peneliti, intelektual, pemikir dan
para ahli di bidangnya yang menghasilkan karya-karya, baik pengetahuan ataupun teori
baru (Canibano dan Sanchez, 2004). Kekayaan intelektual di perguruan tinggi sangat
erat kaitannya dengan kinerja organisasi tersebut. Ramona & Anca (2015)
berpendapat bahwa kekayaan intelektual di perguruan tinggi perlu dikelola dengan baik
karena memiliki dampak positif bagi keberlangsungan organisasi perguruan tinggi di
masa yang akan datang.
Karena itu, sudah saatnya organisasi perguruan tinggi mengubah cara pandang
terhadap aspek SDM dalam organisasi perguruan tinggi, bila menginginkaan perguruan
tinggi menjadi lebih unggul dan semakin besar. Sumber daya manusia yang berkarya di
perguruan tinggi sudah saatnya diperlakukan sebagai human capital. Human capital
adalah orang-orang yang tidak terlepas dari nama besar organisasi, sulit digantikan,
tetapi dapat dibangun melalui suatu proses kapitalisasi individual knowledge menjadi
asset organisasi.
Dalam dunia yang sedang berubah, bermakna apa yang dianggap sebagai
pendidikan berkualitas kemarin, mungkin tidak memenuhi standar sebagai berkualitas
pada esok hari. Artinya perguruan tinggi harus terus meningkatkan diri dengan
mensikapi perubahan dalam masyarakat serta menyiapkan generasi masa depan
dengan pendidikan tinggi berkualitas yang relevan. Perguruan tinggi ditantang

memposisikan diri merespon tuntutan para pembelajar yang berbeda. Para pembelajar
ingin menjadi “multiskill” serta terus-menerus dilatih ulang melalui pembelajaran
sepanjang hayat untuk senantiasa mengejar daya tarik lingkungan kerja yang terus
berubah.
Karena itu, perguruan tinggi harus memposisikan dirinya, serta meninjau posisi
alternatifnya. Salah satunya dalam aspek pengembangan Dosen yang kuat dan inovatif
merupakan salah satu strategi yang akan menjamin kualitas dan relevansi pendidikan
tinggi yang terus berubah. Perguruan tinggi adalah kumpulan bakat terkonsentrasi yang
perlu dikelola dengan baik memanfaatkan sumber daya Dosen yang tak ternilai
harganya.
Dalam kaitan tersebut majalah Komunita berdialog dengan Rektor Universitas
Telkom, Prof. Dr. Adiwijaya, S.Si., M.Si. di tengah kesibukan beliau menakhodai
perguruan tinggi yang berdiri sejak 2013 lalu. Berikut perspektif beliau dalam
pengembangan terkait profesionalisme Dosen di perguruan tinggi.
Komunita: Gambaran profesional Dosen, seyogyanya seperti apa?
Prof. Dr. Adiwijaya: Profesionalisme dosen harus sejalan dengan amanat undang-
undang bahwa tugas dosen itu adalah melaksanakan pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat dimana di dalamnya memuat proses transformasi,
mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan teknologi serta seni melalui
Tridharma tersebut. Terkait pendidikan, proses itu melingkupi semua tahapan dari mulai
merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran sesuai standar dan mengevaluasi
hasil pembelajaran tersebut sehingga bisa memberikan umpan balik untuk mahasiswa.
Komunita: Perspektif tuntutan Profesionalisme Dosen menghadapi megatrends global?
Prof. Dr. Adiwijaya: Sejalan dengan megatrends global yang juga dirasakan di
Indonesia, dosen sebaiknya melakukan engagement dengan industri, ataupun seluruh
stakeholder eksternal yang merupakan para pengguna lulusan, sehingga bridging
antara ilmu pengetahuan yang diberikan dengan kebutuhan pasar saat ini atau
penggunaan lulusan mencapai kesesuaian. Ini sangat penting karena sesuai dengan
filosofinya. Perguruan tinggi memiliki satu hal yang unik, yakni dosen-dosennya belajar
di masa lalu, sedang mahasiswa belajar di masa kini, dan tentunya mahasiswa nanti
akan berkiprah di masa depan. Bagaimana bridging tersebut bisa terjadi antara masa
kini, dan masa depan? Karenanya engagement perguruan tinggi dengan dunia industri,
dan stakeholder eksternal sangat penting terutama dalam hal pengembangan riset dan
inovasi yang diharapkan mahasiswa bisa engage (terlibat) di dalamnya sehingga tidak
tertinggal dengan megatrends global. Selain itu, kita anggap sangat penting juga dalam
penyempurnaan kurikulum supaya sesuai dengan kebutuhan pasar (pengguna lulusan).
Komunita: Implementasi Profesionalisme Dosen terhadap Kualitas Pendidikan kita?
Prof. Dr. Adiwijaya: Bagaimana mengawal implementasi profesionalisme Dosen
tersebut orientasinya tentunya adalah dua hal. Pertama, adalah standar dan quality
assurance harus dikawal dengan baik, tak hanya dokumentasinya tetapi juga proses
implementasinya. Selanjutnya yang kedua, adalah service excellence, bagaimana
Dosen sebagai role model itu juga menjadi sorotan supaya memang benar-benar bisa

mengimplementasikan layanan terbaik tanpa mengorbankan kualitas. Selanjutnya
setiap Dosen diharapkan mampu melakukan pemenuhan standar dan quality assurance
yang telah ditetapkan, serta dipadu-padankan dengan service excellence yang
dilaksanakan di lingkungan pembelajaran Dosen tersebut.
Komunita: Apa yang diharapkan Dosen untuk mengembangkan profesionalisme
dirinya?
Prof. Dr. Adiwijaya: Paling tidak, ada dua hal yang diperlukan untuk mengembangkan
profesionalisme dosen. Pertama adalah cognitive ability (kemampuan), dan yang
kedua, adalah dari behavior competency (kemauan). Untuk pengembangan yang
pertama terkait dengan kemampuan, bisa melalui semacam workshop atau in house
training untuk peningkatan kemampuan dan kualitas kontribusi keilmuan. Ini bisa
dilakukan dengan bergabung dalam riset inovasi dengan teknologi terkini ataupun
problem – problem terkini, use case use case yang ada di industri ataupun stakeholder
perguruan tinggi. Terkait pengembangan di behavior competency (kemauan) bisa
dilakukan dengan mengembangkan organization culture (budaya organisasi) untuk
seluruh pegawai, sehingga memotivasi untuk selalu memberikan yang terbaik dalam
setiap kesempatan. Bagaimana mengelola antusiasme Dosen terhadap apa yang
menjadi tugas pokok maupun tugas tambahannya, untuk itu budaya organisasi sangat
berperan.
Komunita: Selaku pimpinan lembaga perguruan tinggi bagaimana mengembangkan
profesionalisme Dosen ?
Prof. Dr. Adiwijaya: Di Telkom University tentunya fokus bagaimana mengembangkan
profesionalisme dosen tersebut. Dimana kami pandang setiap human capital
seharusnya dilakukan proses development termasuk penyediaan anggarannya.
Anggaran pengembangan SDM beserta kurikulum yang diberikan merupakan
keniscayaan dalam suatu organisasi. Tentunya, ini berorientasi pada kebutuhan dari
Dosen tersebut. Misalkan pelatihan leadership, pengembangan konten pembelajaran,
workshop proposal dan lain-lain. Ini sangat penting, dan bagaimana kita bisa
meningkatkan kapasitas dari Dosen yang kita miliki.
Komunita: Himbauan kepada jajaran Dosen, dan sejawat PT dalam mengembangkan
proesionalisme Dosen dan Kualitas pendidikan tinggi.
Prof. Dr. Adiwijaya: Menurut saya Dosen adalah sebagai role model bagi mahasiswa.
Jangan lupakan bahwa pendidikan tidak hanya sekedar transfer of knowledge, tetapi
juga bagaimana menginspirasi, membangun akhlak mulia, dan membangun karakter
mahasiswa. Sejalan dengan ini, Dosen merupakan role model yang dituntut memiliki
akhlak mulia dan bisa memberikan inspirasi, tidak hanya sekedar transfer of knowledge
atau hanya sekedar melaksanakan perkuliahan di kelas. Dengan demikian, Insya Allah
bisa memberikan benefit yang luas bagi mahasiswa, bahkan benefitnya lebih luas
termasuk untuk institusi dimana tempat kita bekerja bahkan untuk Indonesia.

Prof. Dr. Adiwijaya, adalah Rektor dan Guru Besar Telkom University, dan Wakil Dekan I
Fakultas Informatika periode (2014-2017), Ketua STT Telematika PWT periode (April-Agustus

2017), Direktur Bandung Techno Park periode (2017- 2018), Rektor Telkom University periode
(2018 – 2024). Ia meraih gelar Sarjana dari ITB Bandung, 1998 (Bachelor in Mathematic); ITB,
2004 (Master in Mathematic); ITB, 2012 (Doctor in Mathematic). Pengajaran dalam mata kuliah:
Pemodelan & Optimasi, Algoritma Graf, Matriks dan Ruang Vektor, serta Matematika Diskrit.
Tercatat sebagai peneliti dengan disiplin di atas serta mengembangkan berbagai riset (441
aktivitas riset tercatat) dalam https://scholar. google.com/citations. Juga publikasi buku, serta
pengabdian kepada mamsyarakat. Ia memiliki Google Scholar h-index 23, dengan lebih 2223
sitasi atas karya-karyanya dari 441 dokumen. Melakukan berbagai kolaborasi riset, sebagai
pembicara, orasi ilmiah di pertemuan ilmiah sejak tahun 2010 sampai saat ini. Mendapat
penghargaan dosen berprestasi, dan terbaik diantaranya dari Kopertis Wil IV, Yayasan
Pendidikan Telkom, dan Telkom University.
Interview & Rewrite: Lili Irahali – Audio to transcript: Yanda Ramadana