Hidupkan Dosen DPK, Perkuat Kualitas PTS

0
673 views
Prof. Dr. H. Didin Muhafidin S.I.P., M.Si. Rektor Universitas Al Ghifari (Unfari)
Prof. Dr. H. Didin Muhafidin S.I.P., M.Si.
Rektor Universitas Al Ghifari (Unfari)

Fakta yang dihadapi PTS memang masih menunjukkan keprihatinan, dari total 3.128 PTS hanya 10 % dalam kondisi sehat sedang 90 % dipandang masih kurang sehat. Namun terlihat pola belanja negara, khususnya di Kemendikbudristek dalam rangka pembinaan atau bantuan ternyata PTN menerima alokasi 94 %, dibanding PTS hanya 6 % dari total anggaran.

Dengan tugas yang sama meningkatkan partispasi pendidikan tinggi, PTS tidak mendapat bantuan yang memadai sehingga banyak PTS kurang sehat dan mengalami kesulitan dalam operasional. Dalam kaitan itu jelas kualitas pendidikan tinggi di sebagian besar PTS mengalami kendala padahal mereka sudah berupaya. Karena itu, upaya PTS tersebut dalam rangka meningkatkan sarana dan prasarana, mutu dosen, mutu lulusan perlu didukung pemerintah.

Salah satu yang prioritas mendapat perhatian pemerintah adalah peningkatan  jumlah kompetensi, serta kesejahteraan dosen PTS. Mengenai jumlah/rasio dosen upaya yang bisa dilakukan adalah bantuan dosen DPK dari pemerintah. Mengenai kompetensi dosen dan perguruan tinggi antara lain mendorong PTS dapat mengembangkan diri menjadi PTS riset yang mampu menghasilkan hak kekayaan intelektual.

Dalam kaitan dosen DPK ini majalah Komunita berbincang dengan Prof. Dr. Didin Muhafidin, S.I.P., M.Si. – Rektor Universitas Al Ghifari di tengah kesibukan beliau. Berikut bincang-bincang dengannya.

Komunita: Kebijakan pemerintah yang perlu mendapat perhatian berkaitan peningkatan kualitas PTS.

Prof. Dr. Dindin: Yang utama adalah terkait SDM Dosen di PTS. Dahulu kebijakan pemerintah tentang “Dosen DPK” (dosen PNS yang dipekerjakan) sangat membantu PTS. Karena Dosen DPK adalah PNS/ASN yang gaji mereka dari APBN. Sekarang Dosen DPK tidak ada, sehingga Yayasan murni wajib menggaji, sedangkan saat ini banyak Yayasan dalam kondisi sangat terbatas. Terlebih dengan kondisi pandemi Covid-19 pada 3 tahun terakhir ini, pendapatan terbatas, penunggakan mahasiswa banyak. Karena itu, sangat membantu bila ke depan dihidupkan lagi Dosen DPK. Saya kira banyak PTS yang tidak memiliki Dosen DPK. Semisal UNPAS, UNIKOM memiliki banyak Dosen DPK.

Komunita: Sejauhmana bisa meringankan pembiayaan SDM, kita memiliki 3.128 PTS, bagaimana distribusinya, diatur secara cluster ?

Prof. Dr. Dindin: Betul sesuai Cluster, semisal PTS cluster 1 dan 2 tidak perlu mendapat bantuan Dosen DPK, karena mereka dianggap mampu membiayai SDM. Mungkin lebih ke cluster 3 ke bawah, itu harusnya mendapat bantuan Dosen DPK. Karena cluster ini, memang harus dibantu. Sekarang dalam akreditasi ada Unggul, Baik Sekali, Baik. Untuk PTS yang masih dalam kategori baik tersebut harus dibantu, atau mendapat bantuan Dosen DPK.

Komunita: Problemnya Prof, bagaimana Dosen DPK dipersiapkan, tetapi tatakelola PTS-nya (Yayasan dan PTSnya) tidak berjalan dengan baik. Dari sisi akreditasi tercatat 42 % PTS  belum terakreditasi secara Institusi. Artinya belum menjamin bantuan Dosen DPK Pemerintah berdampak positif bagi PTS.

Prof. Dr. Dindin: Jusrtu dengan diadakan bantuan Dosen DPK diharapkan akan mewarnai PTS dengan baik. Dosen DPK rata-rata orang-orang pintar dan memiliki kompetensi baik, karena melalui test yang ketat dan mereka masuk rata-rata dari PT yang hebat. Dengan bantuan dosen DPK ini akan mewarnai pengelolaan PTS bersangkutan, karena mereka-mereka adalah SDM Dosen yang berkualitas.

Komunita: Antara Yayasan dengan PTS-nya, ada pembagian kewenangan yang disepakati, dalam STATUTA terkait aspek  akademik dan non akademik.  Terkait 2 hal itu, kalau kemudian terima Dosen DPK, belum tentu Yayasan memiliki visi yang sama?

Prof. Dr. Dindin: Mestinya, Yayasan selaku badan penyelenggara mendapat pencerahan paling tidak mereka paham, apa yang menjadi visi mereka untuk memajukan unit garapannya (PTS). Semakin maju unit garapan harusnya semakin senang, Caranya memberikan otonomi kepada unit garapan, termasuk seperti penerimaan dosen jangan hanya mutlak oleh Yayasan, seleksi dilakukan oleh PTS. Hasilnya beberapa nanti digabungkan antara Yayasan dan unit garapan. Tingkat selektifitasnya digabungkan, dimana PTS diberikan kewenangan untuk seleksi, diajukan ke Yayasan dan mendapatkan hasil yang terbaik.

Komunita: Jadi Yayasan harus memberikan kepercayaan sampai batas tertentu kepada  unit garapan/PTS melalui mekanisme Statuta PTS, juga dalam implementasinya?

Prof. Dr. Dindin: Itu juga yang paling penting, bahwa Yayasan memberikan trust kepada PTSnya, dan PTS pun akan nyaman dalam menjalankan tugasnya. Tidak ada persepsi dan interprestasi yang berbeda dengan Yayasan, sehingga apapun pemimpin PTS pasti ingin maju, pasti ingin cepat, salah satunya paling berpengaruh adalah SDMnya.

Komunita: Kondisi 42% PTS belum terakreditasi Institusi, taruhlah yang Baik 50 %, antara lain kekurangan SDM.  Butuh berapa SDM Dosen?

Prof. Dr. Dindin: Kenapa belum terakreditasi pasti adalah masalah SDM, karena syarat akreditasi adalah SDM. Nilai berapapun, bila SDM nya kurang maka tidak bisa unggul, tidak bisa A atau Baik Sekali. Syarat mutlak, atau kecukupan, paling utama adalah SDM, juga lulusan. Ketika yang 42% belum terkreditasi pasti persoalannya adalah SDM, rasio Dosen, Jabatan Fungsional, BAN-PT menolak karena belum memenuhi akreditasi. Jumlah (planningpemerintah) harus mempersiapkan Dosen DPK berapa ? Ketika sebuah prodi harus 5 dosen, di yayasan ada berapa, sisanya harusnya dibantu oleh Pemerintah (melalui Dosen DPK). Saya yakin apabila Dosen DPK dibuka kembali, banyak sekali yang berminat, karena berstatus PNS. Saya kira yang harus dibantu bagi  yang belum terakreditasi dulu. Berarti bila dari 42 %, katakanlah yang baik 12 %, maka cukup 30 % ini yang harusnya prioritas, yang belum terakreditasi yang dapat menggunakan insentif Dosen DPK, digabung atau dengan insentif lain sebagainya.

Komunita: Jadi kalau kita menghendaki kualitas PTS naik, bukan hanya sekedar mendorong penggabungan PTS, tetapi bagi yang lain dengan bantuan Dosen DPK. Artinya perlu kebijakan baru terkait Dosen DPK.

Prof. Dr. Dindin: Betul. Apalagi PTN yang sudah BHMN/PTN-BH tidak ada lagi Pegawai Negeri, tidak boleh menerima, pemerintah sudah tidak membantu PTN-BH untuk Dosen PNS. Sehingga anggarannya bisa dialokasikan untuk PTS. Karena anggaran pendidikan bisa juga salah satunya untuk membiayai masalah SDM.

Prof. Dr. Didin Muhafidin diangkat sebagai Guru Besar bidang ilmu Kebijakan Publik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Unpad, dan juga Rektor Universitas Al Ghifari.

Berbagai penelitian telah ia lakukan terkait kebijakan publik. Ia banyak diikutsertakan dalam penyusunan Undang-Undang, salah satunya Undang-Undang Desa tahun 2006. Saat ini, Prof. Didin fokus dalam pendampingan pemerintah daerah untuk melakukan penyusunan sejumlah Peraturan Daerah.

Pengalaman  menjabat  Sekretaris Dekan FISIP 1993-1996; Wakil Koordinator Bidang Akademik Kelas Khusus 1996-2001; Sekretaris Divisi Pengkajian dan Pengembangan Wilayah LPM UNPAD, 2001 -2006; Kepala Divisi Pengkajian dan Pengembangan Wilayah (PPW) LPM Unpad, 2006 s.d 2012; Direktur Pascasarjana UPMI Medan 2013 s.d  2018. Juga narasumber di TVRI, Lemhanas, Kemendagri, Kemenhan, Kemenristek Dikti dan lain-lain.

Mengampu mata kuliah:  Kebijakan Publik , Adm. Publik Kontemporer.

Interview & Rewrite: Lili Irahali – Audio to transcript: Yanda Ramadana