Indonesia saat ini sedang menikmati bonus demografi – yang puncaknya pada tahun 2035. Artinya jumlah pemuda? yang seharusnya produktif – lebih banyak dibanding golongan usia lebih tua maupun anak-anak. Karena itu Indonesia diharapkan mampu mengoptimalkan bonus demografi ini dengan memberikan daya produktif bagi pemuda.Terdapat sekitar 61,8 juta pemuda atau 25 % dari total penduduk Indonesia yang 235 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, 7 juta atau 11 % nya adalah mahasiswa. Jumlah mahasiswa tersebut seharusnya berperan aktif sebagai kaum intelektual, aktivis, serta penggerak masyarakat yang juga mampu menjawab tantangan zamannya, sebagaimana dicontohkan para pendiri negeri ini. Bisa dibayangkan betapa dinamisnya negeri ini, dan mungkin percepatan kesejahteraan segera bisa dirasakan masyarakat. Namun fakta lain menyebutkan bahwa mahasiswa kita cenderung pragmatis.Sehingga dihawatirkan harapan itu hanya menjadi harapan.
Pragmatisme sebagai aliran filsafat mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan melihat pada hasil yang bermanfaat secara praktis. Artinya, bukan kebenaran objektif yang penting, melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan tersebut (Wikipedia).Seseorang berpola pikir pragmatis menginginkan segala sesuatu yang dikerjakan atau yang diharapkan segera tercapai. Pola pikir ini menunjukkan seseorang tidak paham mendalam tentang apa yang ia kerjakan.
Maksudnya,pola pikir ini bisa jadi menghalangi seseorang untuk lebih mengerti apa yang ia kerjakan dan akibatnya, serta mengerti arti hidup sesungguhnya.Seorang mahasiswa yang tidak pragmatis mengerti benar mengapa dia menjadi mahasiswa. la akan mengerti bahwa keberadaannya sebagai mahasiswa bukan sekedar ber IPK tinggi, lulus tepat waktu dan cum/aude, atau demi kepentingan dirinya semata, tetapi bagaimana keilmuan, dan intelektualitasnya dapat bermanfaat bagi kepentingan masyarakat dan negerinya.Karena ia paham status mahasiswanya mengikuti studi untuk kepentingan kebenaran keilmuan dan kepentingan orang banyak. Kita renungkan, jika 7 juta mahasiswa tersebut tidak menjadi mahasiswa pragmatis. Negeri ini bakal mempunyai kader penggerak pembangunan yang luar biasa.
Majalah Komunita melakukan riset tentang pragmatisme mahasiswa. Mari kita renungkan gambaran riset di bawah ini. Perlukah kita menggugat mahasiswa melalui revolusi mental?Tim redaksi Komunita melakukan Riset terhadap 100 orang mahasiswa tentang tingkat Pragmatisme mereka. Kami mengambil 6 variabel pertanyaan yang merupakan indikator tingkat pragmatisme mahasiswa, yaitu : kematangan berpikir, mengerjakan sesuatu secara cepat atau instan, tipe ambisius dan kurang penyabar, menghalalkan segala macam cara dalam mencapai tujuan, menyalin tugas orang lain, dan kegiatan apa yang dilakukan setelah perkuliahan berakhir.
1.Dalam memutuskan sesuatu apakah anda memikirkannya secara mendalam/ matang – matang?
Dari jumlah mahasiswa yang disurvei, 96 % Mahasiswa menyatakan bahwa mereka dalam memutuskan sesuatu memikirkannya dulu secara mendalam, dan hanya 4 % Mahasiswa yang memutuskan sesuatu tanpa pertimbangan matang. lni mengindikasikan bahwa mahasiswa sebagai mahasiswa sudah dewasa dan matang dalam memutuskan sesuatu hal dengan cara mendalam tanpa tergesa-gesa.