Trace study dan career center menuju relevansi pendidikan

0
512 views
Trace study dan career center menuju relevansi pendidikan

Prof. Dr. Ir. H. Abdul Hakim Halim, M.Sc.,

Prof. DR. IR. H. ABDUl HAKIM HAlIM, M.SC.,

Koordinator Kopertis Wilayah iV

Setiap perguruan tinggi diharapkan memiliki program untuk memperpendek masa tunggu lulusan dalam memperoleh pekerjaan.”

Pendidikan tinggi merupakan pendidikan lanjutan dari pendidikan sebelumnya, dan sebagai terminal akhir pendidikan formal yang menghantarkan peserta didik memasuki dunia kerja. Karena itu perguruan tinggi dituntut menyelenggarakan pendidikan dengan sebaik-baiknya serta tentunya semakin meningkatkan kualitas. Dulu, orientasi perguruan tinggi hanya berkisar pada pengetahuan, misal lulusan ekonomi dulu ditanya apa yang kamu ketahui? Tetapi sekarang yang ditanya adalah kamu bisa apa? Harapannya bahwa apa yang didapat di perguruan tinggi tak hanya ilmu pengetahuan tetapi kemampuan juga harus didapat. Pemerintah berkehendak agar para lulusan perguruan tinggi memiliki kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja serta bermanfaat bagi kemajuan bangsa ini.

Dalam kaitan tersebut kami berbincang dengan Kopertis Wil IV tentang lulusan perguruan tinggi dan career center menuju relevansi pendidikan.

Komunita: Bagaimana pandangan bapak mengenai career center atau pusat informasi ketenagakerjaan di perguruan tinggi disertai dengan perkembangannya?

Hakim: Diantara keberhasilan suatu perguruan tinggi adalah dilihat dari berapa lamanya seorang alumni, sejak dia lulus hingga diterima bekerja pada perusahaan. Oleh karena itu perguruan tinggi diha- ruskan memiliki data bagi para alumninya yang telah bekerja maupun yang belum (disebut tracer study). Nah, tentu saja setiap perguruan tinggi diharapkan memiliki program untuk memperpendek masa tunggu lulusan dalam memperoleh pekerjaan. Upaya dalam mengatasi masa tunggu tersebut, maka dibentuklah wadah bernama career center yang bertujuan untuk memfasilitasi antara lulusan/alumni perguruan tinggi dengan perusahaan sebagai penerima tenaga kerja. Hal ini ?pun dapat pula dilakukan dengan cara mengundang beberapa perusahaan dalam rangka melakukan perekrutan sekaligus wawancara secara langsung guna mem- peroleh SDM yang berkualitas.

Komunita: Lulusan perguruan tinggi baik pada jenjang S1 maupun S2 yang terserap di dunia kerja hanya 30% saja setiap tahunnya. Artinya ada sekitar 70% lulusan yang menganggur. Apa yang menyebabkan hal ini terjadi?

Hakim: Saya memiliki data tersebut pada tahun 2010, dengan jumlah sekitar

800.000 lulusan perguruan tinggi yang tidak terserap di dunia kerja. Kemudian setiap tahun dari seluruh lulusan perguruan tinggi se-Indonesia meluluskan

300.000 alumni akan tetapi yang terserap hanya sekitar 200.000 saja, artinya yang 100.000 lagi akan menjadi penganggur. Yang menjadi penyebab semakin tingginya jumlah pengangguran dikarenakan adanya: 1.Mismatch yaitu ketidakcocokan antara apa yang dibutuhkan oleh perusahaan dengan apa yang telah dihasilkan oleh kebanyakan perguruan tinggi. Misalkan: jumlah yang dihasilkan oleh program studi/Prodi X sudah jarang atau bahkan sama sekali tidak ada, akan tetapi masih saja program studi tersebut diselenggarakan. 2. Kualitas, artinya mutu atau standar yang dibutuhkan oleh perusahaan harus sesuai dengan potensi & tingkat kemahirannya. Setiap perusahaan yang merekrut karyawannya pasti memiliki standar tertentu sehingga apabila tidak sesuai maka secara otom- atis akan ditolak. 3. Pentingnya wadah yang bernama career center sebagai pusat informasi untuk menjembatani para pencari kerja dengan perusahaan penghasil pekerjaan.

Saat ini, banyak perusahaan dan perguruan tinggi melakukan berbagai pameran bursa kerja (job fair) dalam rangka menjaring para lulusan agar dapat dicocokkan minat/bakat sesuai dengan bidang pekerjaannya. Selain itu, kegiatan semacam ini pun ditujukan untuk menghindari adanya unsur penipuan yang marak diselenggarakan oleh perusahaan abal-abal (bodong). Contohnya perusahaan yang hanya menginginkan ijazah dari para calon pelamar tanpa ditindak lanjuti dengan serius mengenai posisi pekerjaannya.

Komunita: Sebagaimana penjelasan yang bapak sampaikan mengenai maraknya fenomena sarjana yang menganggur di usia produktif, menunjukkan adanya ketidakselarasan antara pendidikan tinggi dengan dunia kerja. Bagaimana peran pemerintah khususnya Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi dan Kopertis selaku otoritas bidang pendidikan tinggi swasta dalam menyikapi hal tersebut?

Hakim: Kami sudah memikirkan hal ini sejak lama disertai dengan dikeluarkannya UU Pendidikan Tinggi, serta Permendik- bud No. 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Kemudian kita melakukan penyetaraan untuk semua pro- gram studi berdasarkan undang-undang dan peraturan tersebut agar sesuai dengan standarnya. Sebagai contoh: Program studi yang diselenggarakan di Universitas Widyatama dengan Universitas Parahyangan untuk bidang ekonomi belum tentu sama standarnya. Kami meminta kepada seluruh perguruan tinggi khususnya swasta didalam penyelenggaraan Tridarma-nya untuk memenuhi standar ini. Nah, jika tidak sampai memenuhi pada standar ini maka tidak akan terakreditasi. Oleh karenanya pemerintah menerbitkan peraturan mengenai standarisasi tersebut dalam rangka mengantisipasi mutu/kualitas program stu- di yang diselenggarakan perguruan tinggi.

Komunita: Diperkirakan Indonesia akan mengalami bonus demografi sepanjang tahun 2020 hingga 2030 sebagai puncaknya. Saat ini penduduk usia produktif sekitar 48,9% dari 251 juta penduduk. Diperkirakan jumlah penduduk usia produktif pada tahun 2035 sebesar 213,92 juta jiwa. Jika hal ini tidak dapat diantisipasi sedini mungkin maka Indonesia akan kehilangan peluang emas. Bagaimana menurut pandangan bapak menyikapi hal tersebut guna menghindari keterpurukan pada generasi bangsa di masa mendatang?

 

Hakim: Artinya bahwa berdasarkan data statistik tersebut bisa saja disebut sebagai peluang bagi Indonesia jika memang memperoleh bonus demografi. Namun bagi saya, kesemuanya itu akan tergantung pada pendidikan. Apabila pendidikan tidak dijalankan dengan baik, pasti akan menjadi bencana begitu pula sebaliknya. Bayangkan, begitu banyak orang yang menginjak usia produktif namun masih saja menganggur. Kerjaannya melakukan demo saja tanpa memiliki kejelasan dalam memperoleh pekerjaan.

Jika hal ini semakin dibiarkan berlarut-larut, maka akan meningkatkan tindakan kriminalitas di masyarakat. Berbagai permasalahan? menurut saya merupakan sinyal/alarm sebagai tanda peringatan agar kita mampu menyelenggarakan sistem pendidikan tinggi yang benar. Jangan sampai bonus demografi tersebut malah akan menjadi bencana. Oleh karenanya berbagai aturan yang telah dibuat oleh pemerintah antara lain dalam rangka mengupayakan agar ?kita memperoleh bonus tersebut kemudian terus meningkatkan nilai APK (angka partisipasi kasar). Saat ini, nilai APK mencapai 27%, artinya bahwa ada sekitar dua puluh tujuh persen dari penduduk Indonesia berusia antara 18 – 24 tahun yang mengenyam pendidikan, berarti sisanya sebesar 73% tidak mengenyam pendidikan.

Nah, untuk kategori menganggur terjadi pada angkatan lulusan yang telah mengenyam pendidikan apalagi yang tidak sama sekali. Inilah permasalahan bangsa mengenai semakin besarnya jumlah pengangguran yang kemudian diperlukan penanganan lebih serius lagi. Titik utama yang menjadi fokus dan tanggung jawab atas seputar permasalahan tingginya angka pengangguran intelektual di Indonesia adalah ada pada lembaga perguruan tinggi tersebut. Jadi, kita harus melakukan monitoring serta mendorong agar perguruan tinggi dapat berperan aktif dalam mensukseskan para lulusannya sehingga mencapai keberhasilan di dunia kerja. Selain itu, aplikasi tambahan yang perlu dilakukan oleh setiap perguruan tinggi yaitu dengan cara mengimplementasikan unsur pendidikan yang berkarakter (moral) pada setiap aspek keilmuannya.

Hal ini penting sekali guna peningkatan nilai budi pekerti serta nilai etika/kesopanan yang semestinya dipraktekkan sejak berada di bangku kuliah.

Komunita: Menurut pantauan bapak, sejauhmana program Career Center dan Tracer Study mulai diterapkan pada perguruan tinggi sebagai salah satu upaya menekan pengangguran?

Hakim: Pemerintah melalui lembaga BAN PT mulai mensyaratkan adanya tracer study bahkan sebagai syarat pula dalam penilaian akreditasinya. Kami selaku pihak Kopertis telah menghimbau kepada setiap perguruan tinggi swasta untuk melakukan kegiatan tracer study guna memonitoring keberadaan para alumni/lulusan baik yang telah bekerja maupun yang belum memperoleh pekerjaan. Adapun mengenai keberadaan lembaga career center itu sendiri pada perguruan tinggi, pihak kami tidak melakukan pengecekan satu persatunya. Namun jika dipandang dari segi kebermanfaatannya, memang sangat berguna dalam memfasilitasi dan memudahkan para lulusan memperoleh pekerjaan sesuai dengan minat keilmuan & bakat keterampilannya.