BUMANTARA
Judul : Bumantara
Penerbit : PT. Alex Media Komputindo
Penulis : Ulva Afdillah Umar
Ketebalan : 196 hlm
Dimensi : 14 cm x 21 cm
Cover : Soft Cover (doff)
ISBN : 978-623-00-1886-2
Berat : 300 gr
Tahun Terbit : 2020
Semesta selalu saja menciptakan konspirasi di dalamnya. Manusia diciptakan untuk bertemu satu sama lain, seperti halnya Adam dan Hawa yang meski terpisah jauh namun pada akhirnya dipertemukan oleh Allah. Untuk saling menguji, hidup berdampingan, dan menjadi pengingat satu sama lain.
Menguji dalam hal apa? Dalam hal kesabaran dan kekuatan hati. Berdampingan dalam hal apa? Dalam segala bentuk interaksi yang diciptakan dalam kehidupan bermasyarakat maupun berkeluarga. Pengingat apa? Pengingat dalam hal beribadah.
“Tidak akan ada kehidupan tanpa kematian. Maka tidak ada pula pertemuan tanpa perpisahan. Dan kembali lagi, kematian adalah perpisahan yang sebenarnya”_hal 6.
_________________________________________
Buku ini mengusung judul BUMANTARA, secara Bahasa artinya Angkasa. Menggambarkan betapa dunia benar-benar sudah sangat tua untuk kita yang masih sibuk mengejar nikmatnya. Banyak hal di muka bumi ini yang bisa dijadikan sebagai pelajaran. Ujian hidup yang kita alami adalah sebaik-baiknya pelajaran yang harus dipetik hikmahnya. Hidup akan terus berputar sampai ia diperintahkan untuk berhenti. Ujian datang kepada kita untuk menguatkan. Dan sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.
Pernahkah menemukan orang-orang yang senantiasa ridlo terhadap hidup yang sedang dilalui? Atau orang-orang yang didiagnosis dengan penyakit kronis, namun masih bisa mengukir senyum di wajahnya? Atau juga orang-orang yang bekerja dengan gaji tidak seberapa, namun tetap melakoninya?
Orang-orang seperti ini adalah mereka yang dianugerahi hati yang kuat oleh Tuhan. Mereka senantiasa berbahagia dengan apa yang sedang direncanakan Tuhan untuknya. Orang-orang yang bermental baja, berhati lapang, dan bertekad kuat. Ujian hidup tidak menjadikan mereka lemah dimata manusia. Namun, mereka menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya juri dalam kehidupan. Penilai apa saja yang sedang mereka lakoni. Manusia diciptakan di dunia, untuk berlomba-lomba dalam kebaikan (Fastabiqul Khairat). Ada banyak perbuatan baik yang bisa dikerjakan, tanpa lupa harus bersyukur dan tanpa harus banyak mengeluh. Meskipun sifat dasar manusia memang suka mengeluh, apabila ditimpa kesusahan mereka mengeluh, dan ketika mendapatkan kebaikan berupa harta, justru mereka kikir. Padahal sejatinya, mengeluh tidak akan mengubah keadaan tetapi justru hanya akan menambah beban yang ada.
Ingatlah bahwa Tuhan menurunkan ujian untuk menguji tarap keimanan setiap hambanya, dan Tuhan memberikan ujian karena Dia sayang dan ingin menyapa hambanya. Teka teki permasalahan pasti ada jalan keluarnya, tinggal bagaimana cara kita menyikapi permasalahan tersebut. Apakah hanya akan diam berpangku tangan sambil menghujat dan menghakimi ini itu, atau berusaha bangkit, ikhtiar dan berdoa untuk menyelesaikan permasalahan.
“Mengeluh bukan jalan keluar. Pun tidak akan menjadikanmu baik-baik saja. Hadapi, nikmati dan jalani setiap masalah yang ada. Jangan mengeluh, Tuhan sedang mengujimu” hal 22.
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan, sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya aku akan menambahkan nikmat kepadamu. Tetapi jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka pasti Azab-Ku sangat berat” (QS. Ibrahim:7)
Karena hidup ini bukan hanya perihal aku, kamu, dan kita. Di luar sana, di belahan bumi yang lainnya, Saudara-saudara kita juga memerlukan perhatian lebih. Pedulilah pada mereka. tidak mudah berputus asa dan tidak mudah puas dalam mencari ilmu. Mencari ilmu tidak hanya di lembaga formal seperti sekolah, tetapi bisa juga dengan mengikuti beberapa kajian ilmu. Karena sesungguhnya apa yang kita peroleh saat ini hanyalah sebagian kecil dari ilmu yang tersebar di bumi. Tanamkan dalam hati, bahwa hidup adalah perihal belajar. Maka jika kita tidak belajar, kebodohan akan senantiasa mengitari hidup.
“Jangan cepat puas pada satu ilmu. Jangan merasa cukup hanya karena hari ini belajar banyak. Namun merasa kuranglah agar kamu senantiasa merasa haus akan ilmu”.
Banyak orang-orang terdahulu yang memilih mengarungi bentang samudra hanya untuk mencari ilmu. Bahkan hingga saat ini, banyak orang yang mampu menjadi inspirasi kita untuk terus menuntut ilmu. “semakin berisi, semakin menunduk” pepatah ini tentu sering kita dengar, bukan? Umumnya dikenal dengan istilah ilmu padi. Perlu diketahui, bahwa Itu bukan sekadar pepatah kuno, karena di dalamnya kita akan menemukan ilmu yang luar biasa. Padi, tanaman yang darinya kita mampu mengolah sebutir beras menjadi sebakul nasi. Saat tumbuh dan menjulang ke atas, ia tidak serta merta berdiri dan menegakkan kepala untuk sekadar menjadi perhatian tanaman lainnya. Ia memilih merunduk ke bawah. Dia tidak lupa dari mana dia berasal dan bermula.
Semoga buku ini mampu membawa kita pada tingkat pemahaman dan kesadaran bahwa saat ini, kita berada pada titik di mana gejolak problem sedang meningkat. Segala hiruk-pikuk dunia yang kerap diabaikan menimpa banyak umat manusia. Sedangkan kesadaran kita untuk mengetahuinya sering kali hilang entah ke mana. Melalui buku ini, semoga kita semua tersadar jika kematian itu benar-benar ada dan selalu mengintai kita. Hingga akhirnya kita senantiasa mempersiapkan diri untuk dijemput oleh-Nya, dalam keadaan baik (husnul Khatimah).
Intan Liswandini