Menuju Ekosistem Riset & Inovasi Indonesia Pandemi Covid-19 memicu semangat riset dan inovasi?

0
1,548 views
Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro

Bambang Permadi Soemantri BrodjonegoroPandemi Covid-19 yang berdampak eksponensial mewabah ke 212 negara maupun teritori baik negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Pandemi ini telah membuat dunia gagap. Jumlah total kasus positif virus corona (Covid-19) di dunia sudah mencapai 4.009.472 jiwa (www.Pikiran-Rakyat.comdari Worldometers, 9 Mei 2020).

Warga dunia juga tidak tinggal diam. Sampai saat ini negara-negara terdampak sedang berlomba melakukan riset untuk menemukan obat yang dapat menangkalnya. Satu lagi riset terkait dengan obat-obatan menjadi agenda dunia yang tidak bisa dinafikan, dimana hal tersebut seharusnya dikolaborasikan dalam rangka menangkal Pandemi tersebut. Bahkan, juga riset dan inovasi berbasis teknologi.

Sebagian hasil penelitian dan kemajuan teknologi digunakan untuk menghadang laju penyebaran virus. Mulai dari penggunaan artificial intelligence (AI) sampai hadirnya helm canggih yang bisa memantau suhu tubuh manusia – (https://www.cekaja.com), yakni: Robot AI untuk identifikasi pergerakan virus dan pengembangan vaksin (Bluedot menciptakan robot berbasis artificial intelligence (AI), serta Microsoft juga bergabung dalam aktivitas tersebut. Perseroan tersebut telah meluncurkan panel interaktif untuk bisa mengikuti evolusi virus secara real-time); Helm pembaca suhu tubuh (Cina melakukan terobosan inovasi teknologi untuk mengurangi penyebaran virus corona dengan membuat helm pembaca suhu tubuh. Dalam produk baru tersebut disematkan teknologi infra merah dan sistem virtual reality. Sehingga, petugas di lapangan bisa melihat suhu tubuh setiap orang yang lewat); Cincin pendeteksi suhu tubuh (para pekerja medis di garis depan dalam aktivitasnya melawan virus corona dibekali Cincin canggih yang mampu mendeteksi suhu tubuh. Cincin tersebut bisa digunakan secara terus menerus untuk memantau pola tidur, denyut jantung dan tingkat aktivitas harian. Melalui cincin canggih ini, proses isolasi diri dapat dilakukan secara lebih cepat); Drone pemantau suhu (Drone dimodifikasi untuk membaca suhu tubuh di jalan juga digunakan Cina. Drone tersebut diterbangkan di pusat keramaian untuk membaca citra panas dari pantauan udara. Selain itu, drone tersebut juga difungsikan mengangkut sample medis dari dan ke rumah sakit. Jadi tidak ada kontak langsung yang terjadi); Robot pelayan pasien (Tim dosen Institut Teknologi Sepuluh November/ITS bekerja sama dengan Rumah Sakit Universitas Airlangga tengah mengembangkan robot pelayan pasien. Inovasi menjadi prioritas mengingat jumlah tenaga medis yang gugur di Indonesia relatif banyak. Kedepan robot tersebut akan dapat mengantarkan makanan, pakaian serta peralatan lainnya yang dibutuhkan pasien); Ventilator portable (Tim ITB bekerjasama dengan Unpad saat inimengembangkan Vent-I/Ventilator Indonesia yang sedang diuji tim ahli dari Kementerian Kesehatan untuk dilihat dan memverifikasi keamanan ventilatorportabel terebut. SetelahVent-Isudah mendapatkan lampu hijau, maka produksi akan segera dilakukan).

Edisi tahun 2019 lalu, Global Innovation Index/GII (Indeks Inovasi Global) yang telah menganalisis lanskap inovasi medis dekade berikutnya dengan mengangkat tema Menciptakan Kehidupan Sehat – Masa Depan Inovasi Medis. Indeks ini melihat bagaimana inovasi teknologi dan non-teknologi medis akan mengubah layanan kesehatan di seluruh dunia, juga mengeksplorasi peran dan dinamika inovasi medis dalam membentuk masa depan perawatan kesehatan, dan pengaruh potensialnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Kini tema itu menemukan jawaban tak terduga seiring menghadapi Pandemi Covid-19.

Sebelum Pandemi Covid-19 merebak di Indonesia, adalah Prof. Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, S.E., M.U.P., Ph.D., Menteri PPN/Kepala Bappenas dalam Forum Grup Diskusi di Hotel Fairmont Jakarta, Selasa, 8 Januari 2019 lalu menyebutkan Indonesia menghadapi tantangan Megatrend 2045 yang semakin nyata.

Apakah Megatrend Megantrend adalah sumber kekuatan utama yang bersifat global, berkelanjutan dan berkekuatan ekonomi makro yang berdampak pada sistem sosial dan lanskap ekonomi dunia. Perubahan ini bersifat radikal, masif, terstruktur, dan tidak dapat dibendung, berimplikasi pada sumber daya dimulai dengan kelangkaan sumber pangan, air, dan energi, urbanisasi yang masif, dan pertumbuhan ekonomi kelas menengah dunia (Wayan Suparta, Ph.D – ww.Suara.com – 2019).

Menurut Menteri Bambang yang perlu diperhatikan Indonesia menghadapi Megatrend 2045 meliputi: Demografi Global, Urbanisasi Dunia, Perdagangan Internasional, Peranan Emerging Economies dan Dominasi Kelas Menengah, Keuangan Internasional, Persaingan Sumber Daya Alam dan geostrategis, Kemajuan Teknologi, Perubahan Iklim dan Perubahan Geopolitik (http://bussnews.id/).

Demografi global, ditandai dengan semakin tingginya migrasi antar negara (borderless society), dan peningkatan proporsi penduduk usia lanjut. Dalam 30 tahun ke depan, pertumbuhan penduduk dunia diperkirakan melambat. Hal ini membawa konsekuensi pada penyesuaian sektor produksi untuk menjawab kebutuhan hidup masyarakat denganlife spanyang semakin panjang.

Urbanisasi dunia, pada 2050, PBB memperkirakan sekitar 65 persen penduduk dunia akan tinggal di perkotaan dengan 95 persen pertambahannya terjadi diemerging economies. Konsekuensinya, peranan perkotaan dalam pembangunan semakin penting, sebagai ruang bagi berkembangnya eksternalitas positif dari aglomerasi industri dan tenaga kerja terlatih.

Perdagangan internasional, kawasan Asia Pasifik diyakini tetap mampu menjadi poros perdagangan dan investasi dunia. Antisipasi industri nasional terhadap dampak dari perubahan ini dapat diupayakan melalui penguatan kerja sama internasional serta perdagangan dan investasi dalam kawasan.

Tumbuh kelas menengah dalamemerging market economies(EMEs) di kawasan Asia dan Amerika Latin. Secara ekonomi, kelas menengah akan menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi karena meningkatnya pendapatan per kapita akan mendorong pengeluaran serta meningkatkan tabungan dan investasi. Khusus Indonesia, penduduk yang tergolongconsuming classpada 2015 sebanyak 45 juta, dan akan terus meningkat sehingga pada 2045 diperkirakan mencapai 258 juta orang atau 80 persen dari penduduk Indonesia. Untuk itu, kemampuan menguasai pasar domestik sangat penting, dengan melihat industri apa yang diperlukan bagi 258 jutaconsuming classIndonesia.

Persaingan sumber daya alam (SDA) dan geostrategis. Persaingan memperebutkan SDA ke depan tetap tinggi seiring dengan bertambahnya penduduk dunia, meningkatnya kegiatan ekonomi, serta perubahan gaya hidup. Kondisi ini membawa konsekuensi bahwa pengembangan industri nasional diarahkan untuk menjaga dan mengelola SDA denganinovasi dan teknologi.

Kemajuan teknologi dan revolusi industri yang memasukan faseIndustry4.0. Pada fase ini,internet of thingsatau otomatisasi dan penerapan teknologi yang bertumpu pada internet dan pertukaran data (big data) akan menjadi tren manufaktur yang memungkinkan adanya proses yang lebih efisien dalam proses manufaktur (smartfactory) dan pengelolaanvalue chain.

Dengan mencermati megatrend tersebut, diharapkan Indonesia dapat menjadi developed country dengan sektor industri sebagai penggerak utama ekonominya. Indonesia dituntut mampu keluar darimiddle income trapatau menjadi negara maju pada 2034 dengan PDB per kapita USD13.000, dan terus meningkat hingga mencapai USD 29.000 pada 2045. Untuk itu, ekonomi Indonesia perlu tumbuh dengan laju rata-rata 6,4 persen dalam periode 2017-2045, dan diharapkan kontribusi PDB sektor industri manufaktur terus meningkat mencapai 32 persen di tahun 2045, jelas beliau (https://www.bappenas.go.id/id/).

Menghadapi Megatrend tersebut, Indonesia mengembangkan Visi Indonesia 2045 yakni: meningkatkan 4 (empat) pilar pembangunan 2045 yang meliputi aspek: Pembangunan Manusia dan Penguasaan Iptek, Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan, Pemerataan Pembangunan dan Pemantapan Ketahanan Nasional, serta Tata Kelola Kepemerintahan.

Menata kembali

Dalam kaitan aspek Pembangunan Manusia dan Penguasaan Iptek, serta Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan, sumbangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi penting, yakni dengan menguatkan ekosistem riset dan inovasi. Sejak runtuhnya Era Orde Baru berganti dengan Era Reformasi peran iptek semakin terpinggirkan/tidak menjadi prioritas, tidak ada riset dan inovasi yang menjadi unggulan (Flagship) yang mengangkat kemajuan inovasi Indonesia. Indonesia cenderung sebagai pasar hasil inovasi negara-negara lain. Padahal ketika industri startegis PT Dirgantara Indonesia memiliki riset, inovasi dan produk unggulan CN-235 dan N-250, Indonesia memiliki keunggulan dan masuk dalam peta inovasi dan produk unggulan kedirgantaraan dunia.

Setelah dilantik menjadi Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Ka. BRIN) Prof. Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, S.E., M.U.P., Ph.D. mengakui bahwa ekonomi Indonesia saat ini masih dalam kelompok negara Investment-Driven Economy. Untuk menjadi bangsa yang berdaya saing dan dapat masuk 10 besar ekonomi dunia, Indonesia harus bertransformasi menjadi negara Innovation-Driven Economy.

Salah satu hal yang sangat penting adalah menerapkan konsep dan menjalankan program ekonomi berbasis inovasi, yang pada intinya memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan (litbangjirap) yang menghasilkan inovasi, mengkomersialisasikan serta melaksanakan sektor-sektor produksi nasional. Oleh sebab itu, Indonesia perlu segera memperbaiki dan meningkatkan kinerja Ekosistem Sistem Inovasi Nasional kita, agar mampu melahirkan lebih banyak lagi produk-produk inovasi yang mendunia dan menjadi Brand Nasional, ungkap Menteri Bambang, ketika memberi Kuliah Umum bertema Strategi dan Arah Kebijakan Kemenristek/BRIN Dalam Pengembangan Iptek dan Inovasi di Balai Senat Universitas Gadjah Mada (UGM) Rabu 18 Desember 2019.

Menteri Bambang menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan riset dan inovasi membutuhkan optimalisasi kerja sama antara peneliti dari Perguruan Tinggi/lemlitbang (Academicians/researchers), dunia usaha/industri (Businesses), serta Pemerintah (Government). Atau yang biasa dikenal sebagai sinergitas Triple Helix. Dimana semua elemen triple helix berperan sesuai dengan kompetensi dan kapasitasnya. Sinergitas yang kuat antara tiga elemen ABG ini sangat penting untuk memperkecil lembah kematian antara produk riset dan produk inovasi.

Untuk mengoptimalkan ekosistem riset, teknologi dalam rangka meningkatkan produk-produk inovasi, maka Pemerintah (Kemenristek/BRIN) akan melanjutkan program-program dukungan kebijakan, kelembagaan untuk membangun dan mengoptimalisasikan Pusat Unggulan Iptek (PUI) dan Kawasan Sains dan Teknologi (KST) baik yang sudah ada maupun yang baru, melalui pendanaan/insentif riset dan inovasi, jelas Menteri Bambang.

Adalah UU Sisnas Iptek/Sistem Nasional Iptek dan BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) diluncurkan pemerintah saat ini dalam kaitan di atas. Melalui pijakan UU di atas, berbagai kalangan berharap ekosistem riset dan inovasi Indonesia menjadi lebih baik. Pidato kenegaraan Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat pada 16 Agustus 2019 lalu, Presiden Joko Widodo menegaskan, Indonesia membutuhkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang membuat negara ini bisa melompat dan mendahului bangsa lain. Kita butuh terobosan-terobosan jalan pintas yang cerdik, yang mudah, yang cepat. Kita butuh sumber daya manusia (SDM) unggul yang berhati Indonesia, berideologi Pancasila. Kita butuh SDM unggul yang toleran yang berakhlak mulia. Kita butuh SDM unggul yang terus belajar bekerja keras, berdedikasi, tegas Jokowi (https://katadata.co.id/analisisdata/2019/12/18/)

UU Sistem Nasional Iptek merupakan UU inisiatif pemerintah yang disusun sejak 2014, sebagai pengganti Undang-undang nomor 18 Tahun 2002, yang dalam penerapannya belum mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam pembangunan nasional. Ada tiga faktor yang mempengaruhi UU 18 Tahun 2002 belum memberikan kontribusi secara optimal dalam pembangunan nasional, yakni:

Payung hukum tersebut belum mengatur mekanisme koordinasi antarlembaga dan sektor pada tingkat perumusan kebijakan, perencanaan program anggaran, serta pelaksanaan kebijakan secara lugas.
Banyak peraturan perundang-undangan yang telah berubah, sehingga perlu harmonisasi. Seperti UU Sistem Keuangan Negara dan UU Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
UU 18 Tahun 2002 belum mengatur hal-hal khusus dan strategis lainnya, seiring perkembangan lingkungan strategis serta sistem ilmu pengetahuan dan teknologi.

Menristekdikti periode 2014 – 2019, Prof.H.Mohamad Nasir,Drs.,Ak.,M.Si.,Ph.D, menyebutkan, Embrio dari UU Sistem Nasional Iptek adalah Peraturan Presiden mengenai rencana induk riset nasional. Harapannya ke depan UU Sisnas Iptek ini akan mendorong terintegrasinya riset yang ada di berbagai kelembagaan riset. Pokok-pokok penting dalam pengaturan UU Sistem Nasional Iptek yang menjadi perhatian, adalah:

Rencana Induk Pemajuan Iptek akan menjadi acuan dalam penyusunan RPJPN dan RPJMN.
Penambahan batas usia pensiun untuk Peneliti Ahli Utama (menjadi 70 tahun) dan Peneliti Ahli Madya (menjadi 65 tahun)
Hasil Litbang wajib dipublikasikan dan didiseminasikan
Komisi Etik dibentuk untuk menegakkan kode etik penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan (litbangjirap) iptek.
Pemerintah menetapkan wajib serah dan wajib simpan atas seluruh data primer dan output riset, paling singkat selama 20 tahun, melalui sistem informasi iptek yang terintegrasi secara nasional.
Untuk menjalankan litbangjirap dan menghasilkan invensi dan inovasi yang terintegrasi dibentuk badan riset dan inovasi nasional (BRIN).
Dana abadi litbangjirap invensi dan inovasi dibentuk oleh pemerintah untuk membiayai
Insentif pengurangan pajak bagi badan usaha yang melakukan litbangjirap
Dilarang melakukan pengalihan material kekayaan hayati dll, kecuali uji materialnya tidak dapat dilakukan di Indonesia. Dalam hal ini wajib dilengkapi dengan dokumen MTA.
Pemerintah melakukan pengukuran indikator iptek nasional secara berkala.
Kegiatan litbangjirap yang berisiko tinggi dan berbahaya wajib mendapatkan izin dari pemerintah, melalui proses di komisi etik.
Beberapa sanksi administratif dan ketentuan pidana bagi pelanggar UU ini.

Karena itu, UU Sisnas Iptek diharapkan melengkapi pengaturan sebelumnya, sekaligus menegaskan jalannya pembangunan di tanah air berbasis Iptek. Ini artinya hasil penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan Iptek tidak lagi sekedar mejadi rekomendasi pertimbangan dalam keputusan pembangunan nasional. Iptek dalam UU tersebut merupakan upaya agar kebijakan pembangunan yang dijalankan dapat dipertanggungjawabkan secara moral, etika, dan keilmuan dengan berpedoman pada haluan ideologi Pancasila, jelas Prof. Mohammad Nasir.

Landasan kebijakan dan aturan di atas diharapkan mengurangi kekhawatiran beberapa pihak. Sebagaimana diungkapkan Sekretaris Jenderal Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI), Berry Juliandi mengatakan akibat fungsi dan tata kelola yang tidak maksimal, seringkali terjadi tumpang tindih penelitian dan kadang-kadang itu justru karena kebijakan atau aturan pemerintah, bukan kesalahan di lembaganya.

Selanjutnya, mekanisme riset sebaiknya menggunakan skema kompetisi. Skema kompetisi melalui mengajukan proposal yang nanti direview oleh tim independen. Setelah lolos, baru mendapat pendanaan. Melalui sistem ini, antar lembaga penelitian atau kementerian atau perguruan tinggi nanti bisa saling bekerja sama. Lewat skema kompetisi nasional, dengan sendirinya akan terjadi mekanisme pasar, peneliti yang tidak perform tidak akan mendapat dana. Dia bisa beralih menjadi perencana atau analisis kebijakan, karena mungkin memang bukan di situ keahliannya. Mekanisme pasar ini juga akan membuat lembaga penelitian yang tidak perform akan berguguran dengan sendirinya.

Sementara itu, menurut Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho, jika ingin menata ekosistem riset di Indonesia, pertama-tama yang harus mengakui ada masalah di sini. Tidak gampang mengakui bahwa ada masalah dalam ekosistem riset, mulai soal publikasi, dana riset, output yang dihasilkan tidak memiliki daya saing, dan masih banyak lagi. Selama ini selalu terjadi perdebatan antara kebijakan atau tata kelolanya yang perlu diperbaiki. Untuk riset, menurut saya, dua-duanya perlu menjadi perhatian. Sehingga, penataan kembali ekosistem riset Tanah Air, artinya memperbaiki tata kelola riset yang ada (https://katadata.co.id/2019/12/18). Semoga. (lee)