Dosen, Siapakah Mereka ? dan Bagaimana PT Mengelola Diri

0
1,535 views

Komunita : Menurut Prof. Hakim, bagaimana kondisi faktual dosen diJawa Barat?

Prof.Ir.H.Abdul Hakim Halim, M.Sc.JPG 2

Prof. Hakim : Menurut saya ada kesalahan disini, dimana seseorang yang baru menjadi dosen sudah langsung diberikan tugas pengajaran. Idealnya dosen baru itu 1-2 tahun permata dimulai dari menjadi seorang peneliti, sebab bagaimana dia menjadi pengajar yang baik tanpa didahului menjadi seorang peneliti yang baik. Karena peneliti tahu proses pembentukan ilmu, mulai dari state of the art nya, kemudian studi literatur, lalu hipotesis dan menghasilkan ilmu. Akibat dari permulaannya langsung mengajar, maka tidak sedikit orangyang berprofesi sebagai dosen menganggap kalau dosen itu tugasnya hanya mengajar, ini salah. Kemudian ketika seorang dosen itu sudah mendapatkan jabatan akademik asisten ahli, lalu selama berpuluh-puluh tahun hanya asisten ahli saja, tidak naik. Kenapa tidak naik jabatan akademiknya? Karena dia tidak mempunyai penelitian.

Komunita : Apakah untuk mendapatkan jabatan akademik Guru Besar menjadisulit??

Prof.Ir.H.Abdul Hakim Halim, M.Sc.JPG 3

Prof. Hakim : Saya bilang tidak susah, syaratnya hanya di penelitian. Namun kebanyakan dosen hanya mengajar saja dari pagi sampai sore, tidak ada penelitian. Kalau tidak ada penelitian maka tidak bisa menjadi guru besar, dan saya jamin ketika tidak ada penelitian maka jabatan fungsionalnya tidakakan bisa naik.

Komunita : Bagaimana peranan Perguruan Tinggi terhadap perkembangan dosen?

?Prof. Hakim :Perguruan Tinggi/PT yang baik adalah PT yang tidak membebankan banyak mengajar, beban dosen 12 sks bukan semuanya di pengajaran, tetapi idealnya 9 sks di pengajaran dan sisanya 3 sks di penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Ke depannya PT didorong untuk membebankan 12 sks kepada dosen menjadi 6 sks pengajaran, dan 6 sks di penelitian dan pengabdian. Bahkan, PT Research? University 12 sks dibagi menjadi 9 sks di penelitian dan pengabdian, sisanya 3 sks di pengajaran.

Kampus atau PT seharusnya memberikan value yang lebih besar kepada mahasiswa/i nya dan cost atau biaya lebih kecil dari value yang didapatkan oleh mahasiswa/i. Sebab kalau di pendidikan itu ada yang disebut anomali pendidikan, anomali pendidikan adalah perlakuan berbeda dari pemilik kepada bisnisnya. Contohnya jika seseorang berbisnis maka harga jual pasti lebih tinggi daripada biaya. Maka, kalau di pendidikan terbalik. Harga jualnya murah tapi untuk membuat pendidikan yang berkualitas dengan mengeluarkan biaya yang mahal, lalu bagaimana bagi Perguruan Tinggi Swasta/PTS ? Seharusnya, PTS mengalihkan konsen-trasinya yang tadinya mengambil keuntung dari pengajaran menjadi mengambil keuntungan dari penelitian.

Di PTN ini sudah diterapkan misalnya di ITB dulu biaya pengeluaran satu orang mahasiswa itu Rp. 18.000.000,- tapi SPP yang dibebankan kepada mahasiswa Rp. 4.000.000,-, menutupi biaya lainya sebagian dari pemerintah dan sisanya dari research. Kemudian, contoh lagi di Standford University tuition fees (biaya kuliah) hanya sekitar 15% dari biaya pendidikannya.

Standford University ini adalah universitas swasta, lalu dari mana dananya? Berasal dari research, Google juga bagian dari Standford University, disamping juga ada beberapa unit usahanya. Kalau untuk PTS di kita, seharusnya Yayasan mempunyai unit-unit bisnis yang dapat menghidupi kampus, ini idealnya. Kalau sekarang masih belum, maka yang penting tidak terlalu berlebihan saja biayanya.