Editorial

0
895 views

Sidang Pembaca
yang budiman,

Baru-baru ini sinyalemen Ketua BPK menegaskan bahwa baru 33% Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang Layak atau WTP (wajar tanpa pengecualian). Artinya 67 % sisanya dianggap tidak layak dengan kategori opini WDP (wajar dengan pengecualian), TMP (tidak memberikan pendapat) atau TW (tidak wajar). Maknanya tidak lain, AKUNTABILITAS DAN AUDITABILITAS Laporan Keuangan Pemerintah Daerah masih dipertanyakan. Kondisi tersebut menjadi sangat penting ketika menyimak APBN 2015 sebesar Rp 2.039,5 triliun, yang untuk pertama kalinya menembus angka Rp 2.000 triliun.

Selanjutnya, melalui APBN-Perubahan 2015, pemerintah Jokowi menambah pagu anggaran dana desa. Realokasi pada APBN 2015 tersebut bersumber dari belanja pusat berbasis desa yang direalokasi langsung menjadi anggaran dana desa. Dengan demikian alokasi dana desa dalam APBN 2015 semula sekitar Rp 9 triliun menjadi sebesar Rp 9,06 triliun. Dana yang sedemikian besar tersebut tentunya sangat diharapkan berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Tetapi memperhatikan akuntabilitas dan auditabilitas laporan keuangan di atas tentunya memunculkan pandangan pesimistis.
Namun asa selayaknya tetap kita citakan. Capaian 33 % LKPD yang dianggap layak dalam pandangan optimis menunjukkan telah terjadi kemajuan bertahap. Hal ini tidak lain, salah satunya merupakan proses perubahan yang terjadi setelah terbitnya UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan tujuh tahun kemudian ditindaklanjuti PP Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Upaya strategis di atas merupakan langkah maju menuju good governance, sekaligus upaya preventif menghadapi mentalitet koruptif yang telah berurat.

Selama 69 tahun sejak merdeka kita mengacu pada Indische Comptabiliteitswet (ICW), Staatsblad tahun 1925 Nomor 448 walau telah beberapa kali diubah, tapi dipandang sudah tidak memadai lagi. Pemeriksaan atas laporan keuangan daerah oleh BPK pada dasarnya untuk memberikan keyakinan memadai bahwa LKPD telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, sesuai prinsip akuntansi yang berlaku. Hasil akhir dari proses audit BPK memberikan pendapat/opini kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam LKPD.
Opini terhadap LKPD tersebut merupakan pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria:
1) Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)
2) Kecukupan pengungkapan
3) Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan;
4) Efektivitas Sistem Pengendalian Intern (SPI).

Suatu daerah yang mendapat predikat WTP berarti daerah tersebut dinilai telah mencerminkan sebuah daerah dengan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih. Daerah dengan predikat WTP mendapat banyak keuntungan, diantaranya: penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut?akan mendapat kepercayaan dan dukungan masyarakat serta para pelaku usaha/investor mendapat dana insentif (reward); serta mendapat kepercayaan Pemerintah Pusat dalam menerima sejumlah anggaran pembangunan.

Karena itu, pemerintah daerah dituntut bekerja lebih keras dan mempelajari betul SAP, sekaligus harus memperbaiki kualitas dan tata kelola dalam penyusunan laporan keuangan. Perbaikan laporan keuangan maupun adanya tindak lanjut atas hasil rekomendasi BPK, harus diupayakan pemerintah daerah melalui peran serta gubernur, walikota maupun bupati, agar transparansi dan akuntabilitas semakin meningkat. Belum diperolehnya opini WTP menunjukkan bahwa LKPD masih belum sepenuhnya dapat diyakini kewajarannya oleh BPK yang disebabkan berbagai faktor,
antara lain:
a) Adanya kelemahan sistem pengendalian intern
b) Belum tertatanya barang milik negara/daerah dengan tertib
c) Tidak sesuainya pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dengan ketentuan yang berlaku
d) Penyajian laporan keuangan yang belum sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
e) Kelemahan dalam sistem penyusunan laporan keuangan
f) Kurang memadainya kompetensi sumberdaya manusia (SDM) pengelola keuangan pada pemerintah daerah.

Kunci utama pada SDM yang harus memahami dan mampu menyelenggarakan akuntansi sesuai standar, sekaligus meyakini pelaksanaan standar akuntansi sanggup dilakukan. Implementasi standar akuntansi pemerintahan (SAP) berbasis akrual pada pelaksanaan APBD 2015 menjadi tantangan setiap pemerintah daerah. Dalam kaitan di atas Komunita mencoba memotret upaya riil yang dilakukan pemerintah daerah, masyarakat, serta perguruan tinggi (PT) ? khususnya di Jawa Barat ? dalam menuju pemerintahan daerah yang amanah. Komunita juga menyajikan rubrik lain seputar pendidikan Widyatama, akuntabilitas dan inovasi perguruan tinggi, ragam yang merupakan olah pikir civitas academica terkait dengan profesi masing-masing. Kali ini ini kami ungkap lanjutan keindahan kreatifitas permainan layang-layang dalam ideologi dan kehidupan masyarakat Bali.

Selain itu, di tengah-tengah persaingan bisnis di era global yang ditandai dengan inovasi dan kreatifitas, serta semakin menipisnya nilai-nilai kemanusiaan kami angkat resensi buku The Lord of The Rings: The Fellow Ship of The Ring yang mengandung nilainilai amanat, persahabatan, kesetiaan, komitmen, dan pengorbanan. Juga tulisan rehat berupa aktivitas Widyatama, inspiring, dan komunitas yang diharapkan menambah energi kreatif, serta lifestyle dan wisata Bandung selatan untuk relaksasi. Mari kita simak bersama. Vivat Widyatama, Vivat Civitas Academica, Vivat Indonesia dan Nusantara tercinta.