Lulusan Harus Menjadi Kata Hati Manusia Bangsa & Kehidupan

0
507 views

Sejenak Bersama Prof. Dr. H. Sunaryo Kartadinata, M.Pd. – Rektor UPI

soft skill

Hari, Kamis di bulan 19 September 2013, pukul 08.00 WIB tepat kami tiba di Gedung Isola – Kantor Rektor UPI. Gedung peninggalan Belanda merupakan bangunan heritage yang berdiri strategis di ketinggian jl. Setiabudi. Di ruang tamu yang sederhana kami menunggu Prof. Dr. H. Sunaryo Kartadinata, M.Pd. untuk sebuah wawancara terkait soft skill dan perguruan tinggi. Berikut cuplikan wawancara dengan beliau.

Komunita (K-Lee): Apa esensi dari perguruan tinggi dalam menjalankan fungsi tridarmanya.

Prof. Sunaryo (S): Esensi dari perguruan tinggi adalah selain mencetak individu yang memiliki ilmu juga harus dapat melahirkan individu-individu yang dapat menerapkan, mengembangkan ilmu yang didapatkannya sehingga memberi kemaslahatan bagi masyarakat atau menjadi kata hati umat manusia, kata hati bangsa dan bahkan kata hati kehidupan. Inilah dimensi utuh yang harus dipersiapkan perguruan tinggi yang tentunya berpengaruh pada proses pembelajaran, kurikulum dan iklim pembelajaran.

Setiap perguruan tinggi memiliki dan mengembangkan otonomi masing-masing yang tentunya sebuah kecakapan. Melalui otonomi ini perguruan tinggi membuat pilihan dan mempertanggungjawabkan akan hasil dari pilihannya dalam memilih alternatif-alternatif untuk melahirkan para sarjana yang terbaik sehingga berpengaruh sangat signifikan terhadap kurikulum, iklim pembelajaran yang diciptakan dan dibangun.

“Esensi dari perguruan tinggi adalah selain mencetak individu yang memiliki ilmu juga harus dapat melahirkan individu-individu yang dapat menerapkan, mengembangkan ilmu yang didapatkannya sehingga memberi kemaslahatan bagi masyarakat atau menjadi kata hati umat manusia, kata hati bangsa dan bahkan kata hati kehidupan”

hadap lulusan. Dunia kerja menghendaki lulusan dengan kemampuan teknis dan non teknis, perguruan tinggi tidak demikian. Hampir kebanyakan lulusan kurang memiliki atau masih belum memiliki sisi non teknis (soft skill) yang mumpuni. Padahal dunia kerja sebagai dunia yang sangat dinamis memerlukan karyawan dengan kemampuan tersebut.

S :Fenomena gap tidak dapat dipungkiri, sebab dunia kerja sangat dinamis. Karena itu, paradigma proses pendidikan di perguruan tinggi harus mulai dirubah sehingga para mahasiswa harus diberikan soft skill sebagai penunjang dalam percepatan kinerja dan karir saat memasuki dunia kerja atau di masyarakat.

Intinya adalah para lulusan-lulusan perguruan tinggi harus dibekali ilmu survival dalam menghadapi dunia kerja yang bergerak sangat cepat. Soft skill yang meliputi kemampuan berkomunikasi, bernegosiasi dan berfikir kreatif wajib dimiliki para lulusan perguruan tinggi. Harap diingat juga bahwa soft skill bukanlah ilmu yang dapat dipelajari dalam waktu singkat di perguruan tinggi, tetapi merupakan life- long process yang memerlukan waktu lama dan ditempa melalui berbagai dinamika kehidupan dengan kemampuan fleksibilitas dan adaptasi yang tinggi.

Jadi perguruan tinggi bukan satu-satunya yang dapat menuntaskannya. Yang paling utama adalah perguruan tinggi maupun sekolah di jenjang sebelumnya wajib menciptakan manusia yang siap belajar sepanjang hayat. Salah satu strategi yang dapat diterapkan oleh perguruan tinggi dalam menyiapkan lulusan-lulusan yang handal dalam menghadapi tekanan berat dalam dunia kerja atau masyarakat adalah dengan memperkenalkan sedini mungkin terhadap mahasiswa tentang apa yang akan dihadapinya di masa yang akan datang. UPI tahun ini meluncurkan program yang dinamakan early exposure, mahasiswa diterjunkan ke masyarakat sebagai bagian dari training awal.

Kemudahan fasilitas saat ini juga seharusnya dijadikan sebagai penunjang untuk mempermudah dalam proses belajar bagi para mahasiswa untuk belajar lebih keras dan berusaha lebih banyak. Bagi mahasiswa janganlah hidup ini jadi kemanjaan, tapi justru harus berpikir keras, bekerja keras. Lebih jauh tentu nilai tersebut seharusnya ditanamkan kepada mahasiswa baik dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

K-Lee: Bagaimana penerapan konten soft skill di UPI dari sisi perencanaan, pelaksanaan?

S : Penerapan soft skill di UPI,memperhatikan tiga hal.

1). UPI merupakan pencetak tenaga pengajar yang sangat fundamental bagi kehidupan bangsa dan negara yaitu membangun bangsa yang berpendidikan dan cerdas, memiliki ilmu yang tinggi. Pemahaman esensi pendidikan ini ditanamkan UPI kepada seluruh mahasiswa baik mahasiswa S-1, S-2 maupun S-3. Sesungguhnya pendidikan bukan hanya memberikan ilmu pada siswa tetapi juga membangun kepribadian termasuk soft skill seperti toleransi, kecakapan berkomunikasi, toleransi, etika kerja, dsb. Inilah perspektif yang harus dipahami semua mahasiswa UPI.

2). Selanjutnya, menerapkan early exposure dimana mahasiswa terjun ke sekolah-sekolah dihadapkan untuk mengetahui kultur pendidikan dan latar belakang yang dialami para siswa di sekolah. Juga untuk memahami metode apa yang harus diterapkan ketika mengajar siswa. Diantaranya saat ini menonjolkan pada interaksi tinggi secara dua arah.

3). Penerapan teori dan praktek, dengan tema lesson study. UPI selama belasan tahun melakukan riset proses di sekolah-sekolah di kota Bandung tentang konteks transaksi antara siswa dan guru dalam proses belajar mengajar. Selain itu juga program ini telah mampu menciptakan kerjasama antar bangsa seperti pelatihan guru-guru dari negara Etiopia dan Afghanistan. Program Lesson study juga diharapkan dapat menjembatani antara dunia pendidikan dengan dunia kerja dengan akan diadakannya kongres lesson study tahun 2014 yang melibatkan juga para praktisi bisnis. Juga kegiatan yang melibatkan kemahasiswaan seperti job fair dan study dengan unit kegiatan mahasiswa. Lainnya, kegiatan keagamaan sepanjang tahun yang melibatkan tutor mahasiswa juga bagian dari proses pendidikan. Hal di atas merupakan program dan praktek di UPI saat ini. Untuk hal tersebut proses evaluasi, assesment juga dilakukan sebagai upaya perbaikan-perbaikan ke depan. Demikianlah kolaborasi antara internal dan eksternal terus dilakukan.

K-Lee : Bagaimana dengan PTS ? yang memiliki keterbatasan dalam berbagai hal.

S : Perguruan Tinggi Swasta memiliki karakteristik yang berbeda. Seperti standar kualitas yang beragam perlu dibuat perumusan standarisasi yang jelas mulai dari infrastruktur, elemen pengajar dan administratif sampai fasilitas pendukung sehingga seluruh perguruan tinggi baik itu swasta maupun negeri memiliki standar yang tidak berbeda jauh. Perlu juga dibangun kesadaran-kesadaran yang bermuara pada otonomi yang bertanggung jawab. Sehingga para penyelenggara pendidikan tidak asal-asalan atau kurang serius dalam menyelenggarakan proses pendidikan di lingkungan perguruan
tingginya. Format kolaborasi, kerjasama juga perlu dibangun dengan semua stakeholder. Hal lain menyangkut kebijakan, misal dunia usaha yang membantu meningkatkan pendidikan mendapat keringanan pajak. Pemerintah mungkin dapat me-review kembali beberapa kebijakan yang berkaitan dengan pajak yang harus dibebani oleh yayasan penyelenggara pendidikan. Hal ini memiliki dampak yang cukup signifikan karena dengan penghilangan atau pengurangan pajak bagi penyelenggara pendidikan otomatis dana yang dihimpun yayasan dapat lebih banyak dan dapat didistribusikan untuk meningkatkan
kualitas penyelenggaraan pendidikan.

K-Lee : Perspektif soft skill menurut Rektor, bagaimana ?

S : Soft skill lebih terkait dengan karakteristik kepribadian seperti etika kerja, kecakapan berkomunikasi, kecakapan memimpin
kelompok, kecakapan berfikir alternatif, berfikir kreatif, empati, toleran terhadap perbedaan dan etos kerja. Intinya adalah
kematangan, kemampuan individu dalam menerima dan mensikapi tekanan dalam bermasyarakat pada umumnya terutama dunia kerja atau bisnis yang sangat dinamis. Semua kecakapan di atas dapat membawa gabungan individu-individu meraih visi yang sama dalam membangun masyarakat karena visi merupakan perekat. Esensi dari soft skill sendiri menyangkut rasa, hati, pikiran, konteks, emosi, sosial dan spiritual. Jadi harus dibangun dalam kultur nyata dalam setting sebuah pekerjaan. Pembelajaran soft skill sulit untuk diseragamkan, pasti ada kekhasan di masing-masing perguruan tinggi walau ada kaidah-kaidah yang sama tentunya.

K-Lee : Bagaimana dengan dosen sebagai salah faktor kunci untuk memberi value pada pembelajaran soft skill ?

S : Dosen sebagai role model harus memiliki prinsip keteladanan karena dosen atau pengajar merupakan pemegang peran yang paling penting dalam dunia pendidikan. Mereka role model dalam kedisiplinan menjalankan fungsinya, maupun keilmuannya. Karena itu mereka harus konsisten terhadap keduanya sehingga mampu menjadi contoh. Sebagai ilmuwan yang pendidik, dosen harus mampu mendiagnosa keilmuan program studinya yang diterapkannya pada para mahasiswa. Sebagai seorang pendidik, mereka harus disiplin dalam soal waktu, menjalankan kewajibannya dalam pengajaran misalnya. (Fe)

profil Prof. Dr. H. Sunaryo Kartadinata, M.Pd.