-Faktor ketiga, fasilitas fisik meliputi fasilitas kampus ; ruang kantor, area kampus luas, laboratorium, ruang seminar, ruang kegiatan mahasiswa, aula, area perkulihaan out door, perpustakaan, kelas ber-AC, toilet, tempat parkir, fasilitas olah raga dan interaksi mahasiswa, dan lain-lain, fasilitas pengajaran : overhead projector, whiteboard, in-focus, sound system, alat-alat laboratorium, internet, buku di perpustakaan.
-Faktor kempat, kurikulum yakni seperangkat subsistem pengajaran sesuai kajian ilmu yang mengandung materi/bahan mata kuliah serta tahapan pengetahuan kearah hasil akhir penguasaan ilmu yang harus dicapai dengan logis dan sistematis dan senantiasa dilakukan penyempurnaan serta penyesuaian dengan empirikal.
Nafas kepemimpinan yang berkualitas tercermin pada budaya organisasi perguruan tinggi yang kondusif, setiap lini staf berfungsi dalam proses peningkatan out put yang berkualitas yang dilaksanakan berdasarkan birokrasi wewenang dan tanggungjawab yang jelas. Kepemimpinan yang mempraktekkan budaya tembak langsung dengan melakukan mekanisme tindakan secara linier kepada lini staf akan menimbulkan kerancuan dalam pendelegasian wewenang dan pertanggungjawaban kerja. Sebagaimana konsep span of control menyatakan : siapa yang memberi wewenang dan kepada siapa pertanggungjawaban dilakukan dan seberapa besar wewenang yang didelegasikan serta seberapa besar tanggungjawab yang dipikul tidak dapat diterapkan. Jika garis komando dilakukan secara linier tidak melalui birokrasi yang telah dibangun dalam suatu sistem, maka akan berdampak pada sikap apatisme dan krisis mentasikan di medan kerja.
Kepercayaan (catatan : silahkan diteliti bagi peneliti yang senang bereksperimen)
Dosen yang berkualitas dapat diukur dengan jelas melalui indikator : kinerja dosen dan jabatan fungsional dosen sebagaimana ditetapkan berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor : 61409/MPK/KP/1999 dan Nomor : 181 Tahun 1999 Tanggal : 13 Oktober 1999 yang mengatur kinerja seorang dosen. Perguruan tinggi yang lambat bahkan gagal dalam merealisasikan pelaksanaan penilaian indikator dosen adalah perguruan tinggi yang gagal dalam menciptakan dosen yang berkualitas. Fasilitas fisik secara signifikan?akan mempengaruhi terciptanya perguruan tinggi yang berkualitas, bahkan masyarakat awam menilai fasilitas fisik perguruan tinggi yang lengkap adalah perguruan tinggi yang berkualitas, karena masyarakat tidak mengetahui kandungan yang ada di dalam perguruan tinggi. Masyarakat hanya menilai fasilitas fisik yang megah, banyak dosen Profesor dan Doktor dan lulusannya bekerja di berbagai bidang serta banyak yang berposisi pada tingkat Chief Executif Organization adalah perguruan tinggi yang berkualitas. Masyarakat tidak memahami kandungan kurikulum, bagaimana proses kurikulum dibuat, apakah sesuai dan dapat diimple.
Jargon kualitas yang ditempelkan pada saat menjual pelayanan pendidikan tinggi pada masyarakat merupakan jargon yang sangat ampuh saat memasarkan perguruan tinggi pada calon mahasiswa. Melalui strategi pemasaran, perguruan tinggi melakukan perang guerila dalam menghadapi pesaingpesaingnya untuk hadir di ke kantungkantung calon mahasiswa. Ironis dan sungguh paradoks, satu sisi perguruan tinggi yang selalu miris terhadap jumlah penerimaan mahasiswa baru pada saat tahun ajaran baru yang akan berdampak pada pembiayaan operasional bahkan tendensi kebangkrutan, pada sisi lain animo masyarakat untuk memperoleh pendidikan tinggi sangat tinggi dengan keyakinan bahwa lulusan perguruan tinggi akan mampu mendongkrak harkat derajat dan kesejahteraan.
Masyarakat memiliki kepekaan yang sangat tinggi untuk memilih perguruan tinggi swasta yang berkualitas, tetapi masyarakat tidak mempunyai kemampuan yang merata untuk memilih perguruan tinggi yang berkualitas, karena konsekwensi pelayanan pendidikan yang berkualitas adalah harga beli yang cukup mahal. Sungguh pendustaan publik jika terdapat perguruan tinggi swasta yang menawarkan pelayanan pendidikan berkualitas dengan harga murah. Harga pelayanan pendidikan yang murah hanya dapat dilakukan oleh institusi pendidikan pinggiran jalan yang tidak jelas akreditasi dan visi dan misinya. Pemerintah dalam hal ini sudah seharusnya merubah cara-cara pembinaan yang selama ini dilakukan.