Merdeka Belajar – Kampus Merdeka, Tidak Perlu Diperdebatkan Lagi ?

0
656 views

Merdeka Belajar – Kampus Merdeka, Tidak Perlu Diperdebatkan Lagi ?

.

Sidang Pembaca yang budiman,

  Sebelas Desember 2019 Kemendikbud meluncurkan kebijakan pendidikan nasional “Merdeka Belajar”, berisi empat program pembelajaran nasional yang menyentuh pendidikan dasar dan menengah, yang merupakan episode pertama terobosan pendidikan dalam meningkatkan daya saing lulusan, sumber daya manusia.

  Bagaimana dengan jenjang pendidikan tinggi ? Kampus Merdeka (”Merdeka Belajar – Kampus Merdeka/MBKM”) diluncurkan kemudian, 24 Januari 2020 yang menyentuh pendidikan tinggi. Dua bulan kemudian, Maret 2020 kasus pertama Covid-19 terdeteksi di Bogor, dan dinyatakan sebagai pandemi yang melanda seluruh dunia sampai 2021 ini. MBKM yang baru diluncurkan mendapat tantangan yang berat dengan diterapkan proses belajar dari rumah via daring.

  Kebijakan MBKM sejatinya dalam rangka mewujudkan proses pembelajaran di perguruan tinggi yang otonom dan fleksibel sehingga perguruan tinggi mampu merancang dan melaksanakan proses pembelajaran inovatif agar mahasiswa dapat meraih capaian pembelajaran mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara optimal. Kebijakan ini bertujuan meningkatkan “link and match” dengan dunia usaha dan dunia industri, serta mempersiapkan mahasiswa dalam dunia kerja sejak awal. Juga untuk meningkatkan kompetensi lulusan, baik soft skills maupun hard skills agar lebih siap dan relevan dengan kebutuhan zaman, serta menyiapkan lulusan sebagai pemimpin masa depan bangsa yang unggul dan berkepribadian. Ini artinya sejauh ini pendidikan tinggi kita belum mampu menjawab tantangan dunia kerja dan perubahan. Utamanya lagi menghadapi Industri 4.0 dan Society 5.0.

  Kata kunci pelaksanaan MBKM adalah inovasi dan kreativitas. Juga dukungan dan kerja sama berbagai pihak mulai sivitas akademika, kementerian lain hingga dunia industri. Inilah paradigma baru yang menjadi tantangan perguruan tinggi kita. Mungkin stigma perguruan tinggi ibarat menara gading dengan konotasi negatif sebaiknya dipupus saja.

  Kebijakan MBKM episode di atas disusul episode Keempat – Organisasi Penggerak, episode Kelima – Guru Penggerak, episode Keenam – Transfomasi Dana Pemerintah untuk Perguruan Tinggi, episode Ketujuh – Sekolah Penggerak, episode Kesembilan – Kartu Indonesia Pintar/KIP Kuliah Merdeka.

  Kebijakan episode 9 (Sembilan) tentang KIP Kuliah Merdeka sejatinya beasiswa melanjutkan kuliah. KIP Kuliah bertujuan meningkatkan akses masyarakat tidak mampu pada pendidikan tinggi secara lebih merata dan berkualitas. Kebijakan ini diharapkan akan mewujudkan keadilan sosial, juga memiliki mobilitas sosial tinggi. Sehingga anak yang berprestasi tapi kurang mampu bisa mencapai mimpi setinggi-tingginya. Diharapkan KIP Kuliah Merdeka mampu memberikan akses pendidikan tinggi secara merata, berkualitas, dan berkesinambungan.

  Merdeka Belajar yang telah memasuki episode 9 (sembilan), tentunya tidak perlu dipermasalahkan lagi. Dimana bedanya dengan konsep “Link & Match” yang sangat popular di tahun 90-an era Menteri Pendidikan Prof. Wardiman Djoyonegoro (1992-1998). Dimana problemanya. Lebih tepat bagaimana implementasi MBKM menghadapi pandemi Covid-19 dan seterusnya Kenormalan Baru.

  Apapun namanya, sejatinya MBKM merupakan upaya menjawab tantangan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Tantangan ke depan kita menurut Proyeksi 2030 terkait Kebutuhan versus Ketersediaan Tenaga Kerja Indonesia menggambarkan: pertama, Permintaan pekerja berpendidikan sarjana pada tahun 2030 meningkat lebih dari tiga kali lipat dari tahun 2010, sementara tenaga kerja semi terampil dengan kualifikasi pendidikan sekolah menengah meningkat hampir dua kali lipat pada tahun 2030;    kedua, sektor jasa akan mensyaratkan 90 % tenaga kerja semi terampil dan terampil; ketiga, sektor industri mensyaratkan sekitar 80 %; keempat, sektor pertanian mensyaratkan 40 % tenaga kerja semi terampil dan terampil. Diprediksi kebutuhan tenaga kerja per jenjang pendidikan pada tahun 2030 akan kekurangan 2 juta tenaga kerja sarjana, khususnya di bidang sains dan insinyur. Sementara untuk Jawa Barat dengan dikembangkan Kawasan Ekonomi Khusus Segitiga Rebana (Cirebon, Patimban, Kertajati), peluang baru 2030 industri di Segitiga Rebana menjadi tulang punggung koridor ekonomi Jawa akan menyerap 4, 3 juta tenaga kerja terampil.

  Pembangunan sumber daya manusia memang tantangan tersendiri bagi kita bila mencermati data World Bank (Bank Dunia) tahun 2020, bahwa indeks sumber daya manusia (Human Capital Index/HCI) Indonesia sebesar 0,53 atau peringkat ke-87 dari 157 negara. HCI Indonesia yang 0,53 mengindikasikan pemerintah perlu meningkatkan investasi yang efektif untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui kesehatan dan pendidikan demi daya saing ekonomi Indonesia di masa mendatang.

  Pembangunan Manusia dengan peta jalan yang jelas dan terukur serta dilakukan secara masif memang diperlukan guna menjawab tantangan pembangunan, serta memastikan konstribusinya terhadap pencapaian Visi Indonesia 2045. Utamanya dalam mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera, maju, berdaulat, adil dan makmur, menjadi ekonomi terbesar ke-lima dunia, dengan Produk Domestik Bruto (PDB) lebih dari 7,3 triliun dollar AS dan pendapatan per kapita di atas 25 ribu dollar AS.

  Apakah dengan terobosan MBKM, pendidikan tinggi dan perguruan tinggi kita mampu mewujudkannya ditengah problema pendidikan tinggi yang menyangkut akses, relevansi lulusan, dan kualitas mereka ? Jawabnya “Mari kita wujudkan bersama”. Semoga.

  Vivat Widyatama, Vivat Civitas Academica, Vivat Indonesia dan Nusantara tercinta. (@lee)

.

Redaksi – Lili Irahali

.

.