“METAVERSE” Dibalik Learning Loss, Hight Context Cultures, Gradual & Hybrid System

0
646 views

“METAVERSE”

Dibalik

Learning Loss, Hight Context Cultures, Gradual & Hybrid System

.

    Pandemi Covid-19 dengan kebijakan social distancing telah membatasi interaksi langsung kita dalam segala aspek kehidupan selama hampir 3 tahun belakangan. Pandemi ini dirasakan hampir di seluruh belahan bumi kita. Salah satu hikmah dari sisi pendidikan yakni memberi pengalaman kuat bagaimana kita bersikap memanfaatkan teknologi internet guna melaksanakan pembelajaran yang tidak bisa ditunda dalam mencerdaskan anak bangsa. Pembelajaran daring menggunakan model interaktif berbasis internet dan Learning Manajemen System (LMS) menjadi keharusan dalam kondisi serba darurat tersebut.

  Namun perlu diperhatikan sisi hambatan Pembelajaran daring terkait: kendala aktivitas belajar, kendala teknologi, serta kendala pribadi dan lingkungan mahasiswa. Kendala pertama, kurangnya pemahaman materi, pembelajaran kurang interaktif dan tidak efektif, waktu pelaksanaan belajar tidak sesuai jadwal, serta kesulitan mengakses sumber belajar. Kendala kedua, teknologi yang meliputi jaringan internet, kuota internet, dan perangkat belajar. Tanpa sarana dan prasarana TIK (teknologi informasi dan komunikasi) pelaksanaan Pembelajaran daring banyak mengalami hambatan. Kendala ketiga, pribadi dan lingkungan yang meliputi: lingkungan belajar tidak kondusif, kurang motivasi, tidak fokus, gangguan kesehatan, dan besaran biaya. Fakta menjelaskan sisi lemah Pembelajaran daring dengan keterpaksaan, serta tanpa persiapan memadai telah menimbulkan “learning loss”, yakni situasi dimana peserta didik kehilangan pengetahuan dan keterampilan karena kondisi tertentu sehingga mengakibatkan penurunan penguasaan kompetensi peserta didik (The Education and Development Forum, 2020).

  Belum lepas isu “learning loss” saat melaksanakan Pembelajaran daring yang belum teratasi hingga saat ini. Berkembang perbincangan terkait “Metaverse” (“the next chapter of internet”). Metaverse adalah konsep alam semesta 3D, online, serta menggabungkan beberapa ruang virtual berbeda yang menghubungkan pengguna di semua aspek kehidupan mereka. Metaverse akan membawa manusia merasakan sensasi baru di mana kita dapat merasakan hidup di dunia virtual (Mark Zuckerberg). Metaverse akan memungkinkan pengguna untuk bekerja, bertemu, bermain, dan bersosialisasi bersama di ruang 3D tersebut (https://academy.binance.me/en/). Sebagai iterasi internet di masa depan Metaverse bisa dimanfaatkan sebagai sarana melengkapi dan memajukan kehidupan, termasuk di dalamnya pendidikan. Hasil riset menyebutkan pendidikan berbasis pengalaman menjadi lebih baik, apakah belajar secara langsung maupun melalui simulasi didukung teknologi.

  Implementasi Metaverse memiliki peluang besar dalam menunjang proses pelaksanaan pendidikan menjadi lebih baik (Yose Indarta, Ambiyar, Agariadne Dwinggo Samala, Ronal Watrianthos, 2022). Hadirnya Metaverse dapat mengoptimalkan teknologi serta media pendidikan menjadi lebih efektif dan diharapkan mengembangkan soft-skills, serta menumbuhkan self-perception yang lebih baik. Metaverse bisa digadang memberikan solusi bagi pembelajaran jarak jauh lebih baik dibanding Pembelajaran daring saat ini. Namun ada sisi yang belum terduga dari Metaverse.

  Dari pengertian dan kecenderungan Metaverse di atas, selayaknya kita mempertanyakan dampak sosial jangka panjang terhadap transformasi lingkungan manusia, khususnya pendidikan. Kehidupan kita dan pendidikan di dalamnya adalah menjawab tantangan kehidupan nyata, bukan kehidupan maya atau virtual yang dibentuk di Metaverse. Terdapat sesuatu yang bias ketika transformasi digital dengan realitas yang ada. Apa yang terjadi pada masyarakat ketika kita tidak sepenuhnya memahami apa yang terjadi di sekitar kita, karena terjebak pada realitas virtual Metaverse. Perlu perhatian aspek kesehatan mental, kesehatan fisik, juga kesehatan sosial ketika Metaverse dioptimalkan sebagai model atau konsep pembelajaran. Kehidupan nyata adalah model pembelajaran manusia yang realistis, dan tentunya akan memberi kita situasi lebih sehat secara mental dan fisik. Bukan realitas virtual yang direkayasa yang bias tanggungjawab.

  Memang dunia pendidikan tidak dapat menolak kemajuan teknologi. Kita wajib memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut sebagai alat untuk melakukan kegiatan pendidikan yang positif. Teknologi harus memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia. Selaras dengan tujuan pendidikan di Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, memanusiakan manusia serta membangun peradaban yang beradab. Penggunaan Metaverse dalam dunia pendidikan adalah cara, bukan menjadi esensi kehidupan.

  Prof. Dra. Hj. Rachmah Ida, Ph.D. mengingatkan Metaverse lahir dari konstelasi budaya barat yang menerapkan “low context cultures”, dimana dalam konteks budaya Barat pendidikan selalu sekuler. Mereka berprinsip “a equal”, equality before the law dan liberal arts. Bagi mereka pendidikan adalah demokratisasi. Berbeda dengan Indonesia yang hidup di dalam High Context Cultures (Antropolog Edward T.Hall), yakni kultur sosial budaya yang masih mempertahankan konsep tradisional seperti sopan santun, norma, value, dsb. Pendidikan di Indonesia menganut High Context Cultures yang berkewajiban mendidik akhlak dan moral peserta didik. Pendidikan di Indonesia mengandung muatan “moral ethics baggage”, sementara di Barat ethical educations academic mereka wujudkan dalam bentuk regulasi-regulasi yang padat.

  Dalam gambaran tersebut maka Metaverse perlu dicermati sebaik-baiknya. Artinya implementasi teknologi atau konsep Metaverse tidak bisa sepenuhnya diterapkan dalam pendidikan kita. Apa yang harus dilakukan? Prof. Rachmah Ida menyarankan implementasi teknologi dan konsep Metaverse dalam pendidikan sebaiknya dilaksanakan secara gradual. Dalam rentang tersebut pembelajaran dalam proses pendidikan lebih baik dilakukan secara Hybrid System.

  Apakah Metaverse bakal menjadi solusi baru dalam meningkatkan kualitas pendidikan perguruan tinggi. Tergantung pada bagaimana kecerdasan kita dalam memanfaatkan Metaverse. Beberapa hal tentunya bisa dilakukan. Contoh di pendidikan kedokteran bahwa model-model pembelajaran tertentu yang mengandung resiko, semisal tentang mempelajari sosok fisik manusia. Contoh lain dalam kedirgantaraan: untuk desain pesat terbang, untuk pengoperasian instrumen laboratorium bisa diambil alih menggunakan konsep atau teknologi Metaverse. Wallahualam.

  Vivat Widyatama, Vivat Civitas Academica, Vivat Indonesia dan Nusantara tercinta. (@lee)

.

Redaksi – Lili Irahali

.