Oppi Imam Hanafiah Alumni Bahasa Jepang Widyatama yang Sukses di Negara Sakura
Oppi mampir ke redaksi Komunita dan senang sekali menceritakan kehidupannya di Jepang. Berikut ini pengalaman Oppi saat berbagi dengan tim redaksi, Di Jepang kebetulan saya bagian humas dan komunikasi sehingga sering berkomunikasi dengan pihak lain (Kedutaan) sambil mencari peluang yang lebih baik. Saya mahasiswa masuk tahun 2007 ke Universitas Widyatama Diploma 3 mengambil jurusan Bahasa Jepang. Dan aktif di PRESMA 2009/2010. Awalnya kaget karena mahasiswanya hanya berjumlah 11 orang tetapi saya tetap mengambil hikmah supaya tetap eksis dan mencari banyak kawan baik itu di dalam maupun luar komunitas. Dari sebelas orang terjadi penyusutan alami sehingga menjadi 7 (tujuh) orang. Pada tahun kedua mendapatkan beasiswa yang cukup membantu.
Dalam berorganisasi aktif awalnya di Taekwondo dan Sepakbola. Walaupun menurut AD/ART tidak boleh tapi di tahun pertama saya sudah menjabat wakil ketua Senat mahasiswa di Fakultas Bahasa. Bukan karena pintar atau hebat tetapi karena kekurangan orang di Fakultas Bahasa. Tahun berikutnya saya terpilih menjadi Presiden Mahasiswa. Walaupun banyak pertanyaan mengenai kesibukan yang akan bertambah dan sebagainya tetapi alhamdulillah lulus dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mencapai angka 3,73. Yang sedikit miris adalah pemikiran bahwa apabila masuk ke dalam organisasi atau unit kegiatan mahasiswa maka kegiatan belajar akan banyak terganggu, karena justru dengan banyak kegiatan organisasi maka kita menjadi lebih pandai membagi waktu dan untuk urusan tugas-tugas dapat di kerjakan bersama dengan rekan yang lain. Inti dari berorganisasi adalah kita dapat menambah ilmu dalam bersosialisasi menghadapi banyak karakter. Ada beberapa hal yang cukup menyentuh hati saat berkuliah disini. Sebagai Presma yang dianggap dapat mewakili 3000-an mahasiswa justru saya kurang mampu untuk mengurusi keluarga kecil Prodi Bahasa Jepang yang hanya berjumlah 7 orang pada saat itu, selanjutnya 2 hari sebelum acara wisuda saya harus bertolak ke Jepang ke Bungkyo University untuk pemantapan belajar Bahasa Jepang disana, sehingga saya tidak pernah merasakan di wisuda. Pemantapan ini berlangsung sekitar 1(satu) tahun yang gunanya untuk syarat apabila akan langsung mengambil Strata-2 atau akan langsung bekerja mengingat saya bersekolah dari Diploma 3.
Selama sekitar 6 (enam) bulan tinggal di Tokyo bersama kakak yang bekerja disana sehingga bersyukur untuk urusan biaya hidup tidak terlalu berat mengingat biaya hidup yang tinggi sekitar 9 (Sembilan) juta rupiah perbulan untuk Apartemen saja. Karena rutinitas yang sangat padat maka saya hanya punya waktu senggang di hari Sabtu dan minggu apakah akan dihabiskan untuk bekerja paruh waktu atau ikut berorganisasi. Akhirnya saya memutuskan untuk ikut berorganisasi di PPI Sanpo bagian humas dan organisasi. Saat libur musim dingin juga bekerja paruh waktu di Perusahaan Ekspedisi bernama Yamato Kuremeko di saat malam sampai pagi lanjut bekerja juga di toko roti kala pagi sebelum berangkat kuliah.
Untuk mudah mendapatkan dulu N2 semacam Toefl bila disini (Indonesia) yang kerja minimal kerja paruh waktu harus memiliki dulu N2 semacam Toefl bila disini (Indonesia) yang kerja minimal kerja paruh waktu harus memilik dulu N2 semacam Toefl bila disini (Indonesia) yang struktur bahasa. Bedanya N2 di Jepang dengan di dititikberatkan dari penguasaan bahasa, menghafal struktur bahasa. Bedanya N2 di Jepang dengan di dititikberatkan dari penguasaan bahasa, menghafal Negara lain yaitu dalam hal komunikasi dan listening.
Kemudian bekerja di Perusahaan Provider di bagian marketing dan event organizer dimana saya menjabat sebagai Supervisor yang membawahi staf-staf yang berkantor di Indonesia. Dalam kontrak kerja tertera sesuai ijin tinggal di Jepang yaitu selama 3 tahun tetapi selama 1 tahun dengan mengikuti perkembangan jaman yang sangat cepat ini saya melihat bahwa sepertinya Perusahaan ini kurang berprospek kedepannya, maka saya meminta pindah pekerjaan. Sambil terus mencari dan berhubung network masih berjalan baik ke KBRI ternyata ada lowongan pekerjaan di Kedutaan dengan syarat harus memiliki SIM yang dengan kursus mengemudinya menghabiskan uang sebesar 30 (tiga puluh) juta rupiah. Karena kursus yang cukup mahal, saya akhirnya bekerja di Perusahaan yang mengurusi penyaluran tenaga kerja asal Indonesia sebagai pengajar serta pembimbing di daerah Kyutsu (Perusahaan Daihatsu dan Perusahaan perkapalan Yamaha) dan di Perusahaan ini diwajibkan memiliki SIM mengendarai mobil yang syukurnya di biayai Perusahaan saat kursusnya. Ada sekitar 60 arang TKI dan 100 mahasiswa yang saya bimbing di daerah Kyutsu tersebut. Selanjutnya saya melamar kerja di Perusahaan yang memproduksi paint untuk kendaraan seperti Daihatsu, Toyota, Nissan dan lainnya yang akan membuka cabang di Indonesia di daerah Ancol dan Purwakarta.
Apabila ditarik benang merah dari seluruh cerita saya saat interview di berbagai Perusahaan, kemampuan dan ketenangan saya dalam berkomunikasi dengan segala karakter dan sifat orang-orang semuanya saya dapatkan pada saat berkuliah di Universitas Widyatama ini dengan segala kulturnya dan saat saya giat berorganisasi yang pernah saya jelaskan tadi bahwa kita jadi handal dalam mempelajari karakter-karakter individu lain dan bagaimana cara untuk mena-ngani situasi tersebut.
Semua kegiatan yang saya jalani di Jepang memberi bekal dan pengalaman yang sangat luar biasa bagi saya.
Dengan karakter disiplin yang diterapkan di Negeri Sakura ini membentuk kepribadian disiplin yang kuat dalam pribadi saya. Hal ini memberikan pengaruh positif terhadap lingkungan di sekitar saya baik keluarga maupun teman-teman di lingkungan kerja. (Fe)