Anehnya , PT yang terindikasi bermasalah itu ada yang memiliki nilai akreditasi baik dari satu-satunya lembaga akreditasi yang diakui pemerintah, Sadan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN? PT}. Persoalan merembet pada kelayakan hasil akreditasi sebagai acuan jika? di lapangan akreditasi tidak mencerminkan mutu sesungguhnya .
Kini, berbagai langkah “kompromi” dilakukan Kemristekdikti. Contoh, soal pemenuhan nisbah dosen dengan mahasiswa. Selama ini, nisbah hanya menghitung dosen tetap , yakni yang mempunyai nomor induk dosen nasional. Belakangan, syarat nisbah bisa juga dipenuhi dengan dosen khusus yang diberi nomor induk dosen khusus. Kebijakan itu cukup efektif menyelamatkan PTyang masuk kategori bermasalah atau dalam pembinaan.
Kemristekdikti juga masih memberi kesempatan bagi PT non? aktif yang dalam pembinaan untuk memperbaiki diri. Ada kurun waktu yang disepakati bagi PT dalam pembinaan yang didampingi Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis).
Berbagai kasus yang merebak terkait PT sering kali karena pengawasan pemerintah lemah dan tidak jalan. Pengawasan pemerintah untuk menjamin PT melaksanakan pelayanan pendidikan sesuai ketentuan mesti diperkuat supaya mencegah penyelewengan.
Sejumlah PT didapati berpraktik kotor dalam kelulusan mahasiswa. Praktik jual beli ijazah terjadi tanpa harus melalui proses perkuliahan yang seharusnya.
Dalam PDPT per 15 Oktober terdata 4.906 PT. Sebanyak 4.345 institusi berstatus aktif, sebagian lain berstatus ditutup (180), dalam pembinaan (82), alih bentuk (205), dan alih kelola (38). Tudingan pengawasan pemerintah yang lemah bisa dipahami karena ada sejumlah PT yang sudah ditutup, tetapi tetap bisa merekrut mahasiswa, menyelenggarakan wisuda , dan mengeluarkan ijazah.
Pemberantasan ijazah palsu yang banyak beredar di masyarakat jangan diatasi secara reaktif dengan inspeksi mendadak (sidak) . Kemristekdikti justru harus memperkuat pengawasan terhadap semua PT dan pembinaan bagi kampus yang membutuhkan. Temuan dari sidak oleh pemerintah harus dijadikan momentum untuk serius memperbaiki dunia pendidikan tinggi. Peran Kopertis belum seperti yang diharapkan karena pelaporannya bersifat normatif. Tim dalam Kopertis belum bekerja optimal dalam pengawasan dan pembinaan PT di wilayah masing-masing. Kemristekdikti akan membentuk Lembaga Layanan Perguruan Tinggi. Pelaporan diubah secara daring .
Komitmen PT pada mutu harus mulai ditumbuhkan. Saat ini, sebagian besar kampus masih fokus pada peran di pengajaran/pendidikan . ltu pun belum sepenuhnya dijalankan dengan baik dengan semangat mencerahkan dan membentuk karakter mahasiswa menjadi generasi penerus andal. Ada yang sekadar asal mahasiswa/lulusan bisa memegang ijazah tanpa memikirkan mutu bagi pembangunan masyarakat dan bangsa. Tugas lain dari tridarma PT, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat , masih jauh dari harapan. Padahal, PT berperan penting untuk mendongkrak daya saing bangsa, terutama dengan menghasilkan inovasi. Ada dorongan agar tiap PT mampu mengimplementasi-kan standar penjaminan mutu internal (SPMI). Namun, dari empat kali pemetaan di berbagai PT sejak 2011 , baru 159 institusi yang dinyatakan baik dalam implementasi SPMI. (JAKARTA – KOMPAS)
Sejauh ini, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi telah melakukan inspeksi mendadak setidaknya ke 18 lembaga pendidikan non-aktif dan 6 di antaranya direkomendasi-kan ditutup. PT juga diberi batas waktu hingga 31 Desember 2015 untuk memenuhi persyaratan nisbah dosen dan mahasiswa . Kesempatan untuk memperbaiki rasio dosen dan mahasiswa dibuka dengan diakuinya dosen dengan nomor induk dosen khususjuga sebagai penghitung rasio dosen dan mahasiswa. Pemerintah juga akan mengarantina PT non – aktif dan melihat lebihjauh permasalahannya satu per satu.
Usaha tersebut masih merupakan penyelesaian di hilir atau di ujung permasalahan. Pemerintah diharapkan juga mengawal kualitas pendidikan tinggi mulai dari pemberian izin, pendirian PT, hingga dalam operasionalnya agar memenuhi persyaratan atau standar.
Tentu saja, pengawasan itu tanpa mengurangi otonomi PT. BAN PT dan Kopertis pun perlu turut berperan dalam mengawasi dan mendorong peningkatan kualitas PT di wilayah kerjanya. Percuma banyak PTdengan mahasiswa melimpah jika tidak terserap ke lapangan kerja lantaran lulusannya tidak kompeten akibat lahir dari PT buruk ?
Tak dapat disangkal bahwa pendidikan tinggi memang merupakan salah satu investasi individu demi masa depannya. Namun, pendidikan tinggi juga investasi bagi pembangunan dan masa depan bangsa. Saatnya, pendidikan tinggi mendidik, bukan “menjual” ijazah.
(JAKARTA- KOMPAS).