“Penganggaran Berbasis Kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap biaya yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan manfaat yang dihasilkan. Manfaat dideskripsikan pada seperangkat tujuan dan sasaran yang dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja”
Oleh: Lili Irahali *)
ADA perasaan prihatin di tengah upaya kita meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia yang merupakan kunci bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Sekitar 60 % PTS di Indonesia saat ini dalam kondisi kurang sehat. Padahal perguruan tinggi yang melaksanakan pendidikan tinggi harus mewujudkan kualitas dirinya.
Negeri ini memiliki lebih dari 3.115 PTS yang mendidik 4,4 juta mahasiswa (52 %) serta melibatkan lebih dari 182.844 dosen (59 %). Sementara PTN mendidik 2,9 juta (35 %) mahasiswa dan melibatkan 82.608 (27 %) dosen. Namun 60 % dari 3.115 PTS tersebut dalam posisi lemah. Artinya sebagian besar PTS kesulitan meningkatkan mutu pendidikan dan kesehatan lembaganya. Sehingga upaya menjalankan proses pendidikan dan pengajaran yang terjamin dengan manajemen mutu yang baik sangat terkendala. Apa yang bisa kita lakukan bagi perberdayaan sebagian besar PTS tersebut.
Pendidikan tinggi merupakan industri mulia (noble industry) yang bersifat nirlaba, besar, kompleks dan terus berubah, serta tidak ada ukuran tunggal untuk industri nirlaba ini.
PTS sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi dituntut melakukan pengelolaan yang tepat, termasuk dari sisi pendanaan dan penganggaran.
Penganggaran dari sumber pendanaan mahasiswa maupun sumber lainnya patut dikelola secara optimal dalam mendukung tujuan pendidikan tinggi dan pendirian PTS tersebut.
Penganggaran pendidikan memang harus dikembalikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Karena itu, pengelolaan penganggaran memiliki arti strategis bagi perguruan tinggi (baca – PTS) sebagai bentuk menjaga kualitas dan keberlanjutan pendidikan.
Karena itu pengelolaan PTS yang tepat perlu menggunakan cara inovatif, serta harus lebih akuntabel terhadap kinerjanya.
Organisasi Nirlaba.
Melkers J. (2003) mengatakan bahwa perguruan tinggi, seperti organisasi nirlaba (non-profit) lainnya, harus memonitor kualitas keluaran (output)pendidikan dan penelitiannya, atau mengawasi relevansi programnya, juga penggunaan subsidi publik di ranah perguruan tinggi.
Ini jelas membutuhkan sistem manajemen berbasis-kinerja, dan juga mekanisme alokasi terkait-kinerja, guna mendukung penggunaan sumberdaya publik secara efisien.
Penerapan penganggaran berbasis kinerja/PBK pada perguruan tinggi saat ini masih belum optimal dan efektif karena masalah ukuran kinerja yang tepat, atau baru sebatas untuk memenuhi peraturan perundangan (Suryanto & Kurniati, 2020), sebagaimana diatur peraturan Nomor 21 Tahun 2004 terkait praktek manajemen publik, salah satu fokusnya adalah mendorong PTS menerapkan praktek penganggaran berbasis kinerja/PBK (performance-based budgeting) yang dilaksanakan secara bertahap mulai tahun 2005. Konsepsi penerapan PBK akan mendorong peningkatan kinerja PTS.
Penelitian Yuli Anggraini (2016) membuktikan banyak PTS belum menerapkan Perencanaan berbasis outcome yang diikuti dengan Penganggaran Berbasis Kinerja/PBK (performance-based budgeting)karena banyak hal yang menjadi prasyarat dalam keberhasilan penerapan anggaran yang disusun berdasarkan kinerja.
Ia merekomendasikan PTS agar memahami hal-hal yang berkaitan dengan: 1) pembuatan pedoman/acuan rinci pelaksanaan PBK; 2) komitmen dan arahan pimpinan di semua level untuk melaksanakan sistem PBK; 3) sosialisasi dan pelatihan rutin bagi pimpinan maupun staf mengenai PBK; 4) penetapan tupoksi, SOP dan SPM pada setiap unit kerja di lingkungan PTS; 5) monitoring, pengendalian dan arahan pimpinan terkait pelaksanaan tupoksi dengan tujuan mencapai efektifitas dan efisiensi dalam pekerjaan.
Dalam konteks pendidikan tinggi, pengertian kualitas pendidikan mencakup tiga aspek dasar yaitu: masukan (input), proses pendidikan, dan keluaran (output) pendidikan yang perlu mendapat perhatian.
Dari tiga aspek tersebut terdapat sepuluh indikator meningkatkan kualitas sebuah perguruan tinggi, yakni: Tata Kelola/Administrasi, Pengabdian pada Masyarakat, Kurikulum Program Studi, Proses Pembelajaran, Sumber Daya Manusia, Suasana Akademik, Penelitian dan Publikasi, Kemahasiswaan, Manajemen Pembiayaan/Penganggaran, serta Prasarana dan Sarana.
Sistem penganggaran yang meskipun sebagian dari sub-sistem di perguruan tinggi, namun memainkan peran strategis dalam mendukung peningkatan kualitas perguruan tinggi.
Pengelolaan pembiayaan/penganggaran biaya pendidikan yang baik merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan dalam meningkatkan kualitas pendidikan (Anwar Abidin 2017).
Manajemen Pembiayaan/Penganggaran adalah salah satu indikator sangat signifikan. Karena melibatkan internal manajemen perguruan tinggi dalam hal biaya yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran berkualitas.
Setiap upaya meningkatkan kualitas pendidikan tinggi membutuhkan pembiayaan/penganggaran. Biaya yang dibutuhkan mengakibatkan mahasiswa atau calon mahasiswa menanggung biaya pendidikan tersebut.
Sementara penetapan biaya pendidikan bagi mahasiswa harus berada dalam batas kewajaran dan memperhatikan faktor kebutuhan. Juga perlu evaluasi berkala terhadap besaran biaya tersebut.
Selanjutnya alokasi dana disesuaikan dengan prioritas kebutuhan dan berorientasi pada peningkatan kualitas. Terakhir harus ada pertanggungjawaban pengunaan dana secara berkala.
Implementasi penganggaran berbasis kinerja/PBK bukan sekedar alat untuk merencanakan anggaran yang bertindak sebagai alat strategis untuk mengendalikan tujuan akhir kegiatan yang dilakukan sesuai visi, misi, dan tujuan perguruan tinggi (Jones et al., 2013).
ALat Strategi.
Penganggaran berbasis kinerja/PBK merupakan alat strategi yang dapat menyelaraskan tujuan individu dengan organisasi. Sebagai pendekatan yang berorientasi pada hasil yang akan dicapai dalam penetapan alokasi sumberdaya. Secara konsepsi, penganggaran berbasis kinerja/PBK sangat logis karena ada hubungan yang rasional antara penyediaan sumberdaya dengan hasil yang diharapkan.
Keberhasilan menerapkan sistem penganggaran berbasis kinerja/PBK tergantung pada kompetensi manajemen sebagai sumberdaya.
Memang terdapat hubungan tidak langsung antara kompetensi manajemen dengan kualitas perguruan tinggi. Namun sumberdaya yang berkualitas akan mempengaruhi kinerja perguruan tinggi melalui penerapan sistem penganggaran yang berperan sebagai kontrol.
Landasan teori yang mendasari penerapan PBK adalah: 1) output and outcome oriented; 2) money follow function; dan 3) let the manager manages. PBK merupakan suatu metode pengganggaran yang menghubungkan antara alokasi anggaran dengan hasil-hasil yang akan dicapai.
Ada tiga jenis performance-based budgeting. Pertama, presentational budgeting yaitu suatu bentuk penganggaran yang mensyaratkan informasi-informasi kinerja dalam proses penganggaran. Akan tetapi informasi-informasi kinerja dimaksud belum dipakai sebagai dasar dalam menentukan besaran alokasi anggaran.
Kedua, performance informed budgeting adalah format penganggaran yang sudah menggunakan informasi kinerja dalam proses pengambilan keputusan untuk pengalokasian anggaran namun tidak secara otomatis mempengaruhi jumlah alokasi anggaran.
Ketiga, direct performance budgeting yaitu format pengangggaran yang telah secara langsung menghubungkan informasi kinerja terhadap kebijakan pengalokasian anggaran (Kelly and Wanna 2000; OECD 2007).
gar pelaksanaan PBK dapat meningkatkan kualitas anggaran, perlu tersedia informasi dan fakta dalam pengambilan keputusan. Tahapan proses pelaksanaan PBK sampai pada pengumpulan “informasi kinerja” merujuk pada laporan penelitian yang dilakukan oleh Christiane Lorenz (Lorenz 2012), terjabarkan: 1) menyusun rencana strategis organisasi jangka menengah (3-5 tahun); 2) membuat rencana operasional tahunan; 3) eksekusi anggaran kinerja tahunan; 4) melakukan pengukuran kinerja; 5) monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran; 6) comprehensive spending review/CSR atau public expenditure review.
CSR biasanya berakibat pada pemotongan anggaran jika terjadi duplikasi, inefisiensi dalam pelaksanaan anggaran. Singkatnya, PBK dapat mencapai tujuannya apabila para pembuat kebijakan menggunakan “informasi kinerja” yang kredibel dalam menentukan besaran alokasi anggaran.
Akhirnya Penganggaran Berbasis Kinerja/PBK memang menjadi salah satu faktor yang menentukan dalam meningkatkan mutu perguruan tinggi, karena dengan transparansi dan akuntabilitas maka akan menumbuhkan kepercayaan pemangku kepentingan (stakehoulder), serta menjadi motivasi setiap sivitas akademika sesuai areanya masing-masing untuk meningkatkan kinerja PTS. Wallahualam.***
*) (@lee) – Pemerhati Pendidikan Tinggi