Memaknai Mahasiswa di Zaman Kiwari

0
1,308 views

Komunita :Hal yang menarik bahwa kreatif mahasiswa saat ini sudah bagus tapi ada yang berbeda dengan jaman dulu,apakah mahasiswa trendnya mulai ke arah pragmatis?

Dr.Arry Bainus

Dr. Arry Bainus, MA : Ya, berul. Saya sepaham dengan itu. Ada pembahan semangat zaman. Ada faktor internal dan eksternal yang mempengamhinya. Eksternal contohnya Globalisasi, dengannya informasi bisa cepat didapat. Mahasiswa dimudahkan dengan teknologi sehingga dia bisa memodifikasi dengan cepat.

Sangat wajar sehingga lebih banyak dengan aktifitas sendirian. Beda dengan zaman dulu, mahasiswa lebih banyak melakukan aktifitas secara berkelompok dan bersama-sama sehingga yang muncul karakternya adalah karakter kepemimpinan. Akibatnya terjadilah interaksi satu sama lain dan saling memahami. Zaman sekarang ada, hanya saja lebih tersedot pada aktifitas pribadi, asyik dengan gadget misalnya. Sekarang tuntutannya juga berbeda dengan dulu. ?Oulu tidak ada DO berbeda dengan tuntutan sekarang. Kalau sekarang belum saja akan berorganisasi eh mereka sudah dihadapkan harus ujian. Sehingga sedikit waktunya dan ditambah tuntutan yang banyak agar cepat lulus. Sehingga ada karakter yang hilang yaitu karakter kepemimpinan, bahkan bukan hanya kepemimpinan tapi juga karakter pribadi juga hilang.

Bayangkan dulu nyontek atau nodong itu fatal, tapi sekarang nyontek itu seolah biasa. Bukan proses yang dilihat tapi result. Tapi di era sekarang, juga masih ditemukan orang berkarakter, karena faktor keluarga misalkan. Faktor keluarga sangat penting, tapi sistem juga mendukung. Sistem membentuknya lain tidak lagi seperti zaman dulu. Oulu terciptanya lama sehingga terbentuk, sekarang serba instan. Oulu orang ngomong kompsi mungkin masih sedikit, tapi sekarang kompsi seolah sudah menjadi keseharian. Jadi yang saya khawatirkan zaman sekarang adalah aktifitas dan karakter. Kita terlalu memisahkan akademik dan kemahasiswaan. Dari dulu ada ekstrakurikuler, padahal sehamsnya compact atau embedded tidak boleh dipisahkan. Oulu tidak ada istilah kemahasiswaan, kalaupun ada paling dibagi dalam konteks minat dan bakat. Jaman ini kemahasiswaan sendiri akademik sendiri. Kemahasiswaan seolah hanya komplemen dari akademik. Bagaimana kita bisa menciptakan pemimpin kalau mereka tidak pernah jadi pemimpin. Jadi resepnya akademik hams embedded dengan kemahasiswaan jangan dipilah-pilah.

Kalau dipilah-pilah akan seperti sekarang, adanya sebagian karakter yang hilang.

Dr. Arry Bainus, MA :Kalau mau mahasiswa berkarakter bukan berarti kembalikan ke masa lalu karena situasi sudah beda. Tapi yang jadi point adalah kita jangan lupakan sejarah, nilai-nilai sejarah itu yang hams kita bawa. Contoh, nilai sejarah bahwa nasionalisme tidak boleh hilang. Nasionalisme yang jangan hilang jiwa sebagai orang Indonesia. Harus bisa ditunjukkan secara nyata. Bangsa kita besar, pertanyaan nasionalisme itu adalah bagaimana kamu dengan Negara kamu atau asal kamu, bukan contoh kepahlawanan yang rela berkorban itu sudah lewat. Era tempurnya bukan lagi di situ, tapi sekarang dengan otak. Ciptakan kepada generasi muda bahwa pertempuran ke depan adalah dengan rasio. Kalau mereka tidak ngopenin (memelihara -red) daerah mereka maka akan hancur. Justm hams bisa menjawab bagaimana dengan aktifitas pikir mereka ngopenin daerahnya.

Daerah kita bisa jadi kini telah dikuasai secara langsung maupun tidak langsung oleh asing. Maka perlu memaknakan kembali nasionalisme bukan berarti sudah tidak laku. Justm mari kita memaknakan kembali bukan seperti dulu bertempur dengan senjata tetapi dengan rasio dan pikiran. Pertempurannya lain.Sederhana kok nasionalisme itu bagaimana dengan pikir mereka ngopenin daerahnya.

Kedua, bagaimana karakater itu hams ditunjukkan dengan kepemimpinan. Jaman dulu muncul, tapi sekarang praktis sudah tidak ada lagi. Kalau dikaitkan dalam perpolitikkan, lawannya politisi sekarang seperti tidak ada yang setingkat mahasiswa, seolah mahasiswa dianggap cetek. Paling juga saat ini lawannya LSM, walaupun obornya itu dari mahasiswa juga. Tapi gregemya sudah tidak muncul secara nasional. Kritik sosialnya tidak nampak.

Sekarang mikir ke arah itu saja tidak ada. Solusinya adalah menggabungkan antara aktifitas akademik dengan aktivitas keorganisasian. Hamsnya mahasiswa yang memiliki kekuatan intelektual untuk menyuarakan aspirasinya. Karakter kepemimpinan hams dimunculkan kembali. Bagaimana caranya? Munculkan kepercayaan kepada orang muda. Jangan sungkan-sungkan selalu mengendepankan orang muda, kita harus percaya dengan orang muda. Orang tua kadang sudah establish