Pembentukan peraturan dan perundangan tidak hanya memperhatikan mekanisme prosedur formal, tetapi perlu memperhatikan nilai-nilai kehidupan masyarakat. Peraturan perundang-undangan merupakan wujud nyata dari hukum, sehingga harus mencerminkan keadilan bagi seluruh masyarakat. Terbitnya Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi sejatinya memberi ruang bagi upaya peningkatan mutu pendidikan tinggi dengan memperhatikan kondisi faktual perguruan tinggi Indonesia. Dalam konsiderannya disebutkan Permendikbudristek dimaksudkan mendorong peningkatan mutu pendidikan tinggi, serta sinkronisasi dan harmonisasi pengaturan mengenai penjaminan mutu pendidikan tinggi dengan mengintegrasikan pengaturan mengenai sistem penjaminan mutu, standar nasional, dan penyelenggaraan akreditasi dalam satu Peraturan Menteri.
Permendikbudristek dimaksud mengandung hal-hal yang membantu penyelenggaraan pendidikan tinggi. Hal-hal yang membantu diantaranya: penyederhanaan lingkup standar (yang memberi ruang lebih luas perguruan tinggi sesuai misi, situasi dan kondisi setempat); penyederhanaan standar kompetensi lulusan (prodi dapat menentukan bentuk tugas akhir); penyederhanaan standar proses pembelajaran dan penilaian (program Kampus Merdeka langkah awal transformasi sistem akreditasi); meringankan beban administrasi dan finansial akreditasi; status akreditasi disederhanakan; pemerintah menanggung biaya akreditasi wajib; juga akreditasi dilakukan pada tingkat unit pengelola prodi. Jadi, melalui Permendikbudristek ini perguruan tinggi memiliki ruang gerak lebih luas melakukan diferensiasi misi; disamping beban administrasi dan finansial untuk akreditasi juga berkurang.
Dari kandungan di atas ada dua substansi yang diatur Permendikbudristek, yaitu: 1) Standar Nasional Pendidikan Tinggi, dan 2) Sistem Akreditasi Pendidikan Tinggi yang dirancang memudahkan perguruan tinggi mewujudkan mutu. Dua hal ini menyangkut perubahan konstruktif bagi penyelenggaraan pendidikan tinggi, di tengah permasalahan kualitas yang masih mendera banyak perguruan tinggi. Karena itu, afirmasi positif melalui Permendikbudristek ini merupakan landasan terobosan transformasi meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan tinggi sangat memberi ruang bagi semua perguruan tinggi. Tenggang waktu penyesuaian Permendikbudristek dalam masa 2 tahun – masa yang relatif pendek – perguruan tinggi diharapkan bisa memanfaatkannya untuk melakukan transformasi diri menuju mutu bagi perguruan tinggi masing-masing.
Bila Permendikbudristek merupakan terobosan yang bersifat konstruktif bagi peningkatan mutu pendidikan tinggi, maka kepemimpinan di perguruan tinggi menjadi penting perannya. Ruang keleluasaan yang diafirmasi Permendikbudristek tersebut pantas dioptimalkan oleh perguruan tinggi (PT). Hal ini selayaknya disikapi perguruan tinggi dalam upaya meningkatkan mutu mereka. Sekali lagi, implikasi Permendikbudristek di atas membutuhkan kepemimpinan di perguruan tinggi. Kepemimpinan dalam merespon Permendikbudristek tersebut, sehingga transformasi perguruan tinggi menuju mutu bisa dicapai, dan diwujudkan.
Pemimpin dan kepemimpinan merupakan dua topik yang menyangkut kehidupan banyak orang. Mengingat pemimpin adalah mereka yang membawa organisasi mencapai tujuan bersama. Pemimpin berarti membicarakan sosok, individu atau subjek. Kepemimpinan berati kemampuan sosok tersebut mempengaruhi orang lain guna mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan juga berkaitan tentang upaya mencari perubahan konstruktif untuk mencapai tujuan organisasi.
Dalam organisasi, demikian juga perguruan tinggi senantiasa hadir dan ditemui kepemimpinan dalam berbagai dimensi, bentuk dan model. Namun pengaruh seorang pemimpin dalam kepemimpinannya dapat tercermin dalam kebahagiaan dan komitmen anggota, budaya inovasi, perubahan sosial positif organisasi tersebut.
Pada dasarnya ada dua unsur utama yang terdapat dalam setiap model kepemimpinan, yaitu unsur pengarahan (directive behavior) dan unsur bantuan (supporting behavior). Adisorn Juntrasook (31 Jan 2014) dalam Jurnal Higher Education Research & Development Volume 33 menyebutkan ada empat makna khusus kepemimpinan yang mendominasi, yakni: posisi, kinerja, latihan, dan model peran profesional. Dari hasil kajiannya menawarkan cara memahami secara kritis kepemimpinan di luar paradigma posisional dan instrumental untuk menciptakan lembaga pendidikan tinggi yang lebih inklusif. Kepemimpinan adalah landasan penting bagi pengembangan iklim akademik dan kemajuan perguruan tinggi. Newstead, et al (2021) menjelaskan kepemimpinan yang baik menyiratkan karyawan dimotivasi melalui alasan yang tepat, berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain dengan cara yang etis dan efektif, bergerak menuju tujuan yang etis dan efektif.
Cortess & Hermann (2021) menyebutkan bahwa pemimpin dapat menjadi katalisator bagi tumbuhnya gagasan dan proses penjabaran gagasan, juga sebagai penilai pada tahap pengambilan keputusan, serta penjaga implementasi gagasan. Bahkan Reyes, et al (2019) menyebut dalam konteks tim, pemimpin harus fokus pada pembangunan tim daripada fokus pada struktur. Pemimpin perlu menciptakan struktur yang mampu mengoptimalkan kinerja tim, menentukan tujuan dan pembagian tugas, meningkatkan keamanan psikologis, meningkatkan kerja tim dengan umpan balik dan penghargaan. Karena itu kepemimpinan harus menjadi driver bagi lembaga perguruan tinggi agar menjalankan fungsinya mengembangkan masa depan peserta didik yang lebih baik melalui proses pendidikan yang mumpuni.
Kepemimpinan yang efektif dalam pendidikan tinggi memiliki visi yang jelas tentang apa yang ingin dicapai oleh institusi tersebut dalam hal mutu pendidikan. Kepemimpinan memiliki peran penting dalam membentuk kultur organisasi di dalam institusi pendidikan tinggi. Kepemimpinan yang inklusif, transparan, dan mendukung inovasi akan membentuk kultur yang mendukung transformasi mutu pendidikan. Kepemimpinan memiliki peran penting dalam mengembangkan tenaga akademik yang berkualitas. Kepemimpinan perlu memastikan bahwa terdapat sistem pengukuran dan evaluasi yang efektif untuk melacak kemajuan dalam transformasi mutu pendidikan. Kepemimpinan bertanggung jawab dalam mengalokasikan sumber daya, baik itu dana, tenaga kerja, maupun infrastruktur, untuk mendukung upaya transformasi mutu pendidikan.
Transformasi mutu pendidikan tinggi sering kali dihadapkan pada berbagai tantangan dan hambatan, baik itu perubahan dalam kebijakan pendidikan, persaingan global, atau perubahan dalam kebutuhan pasar kerja. Kepemimpinan yang kuat dapat mengidentifikasi, mengantisipasi, dan mengatasi tantangan ini dengan cara yang efektif, sehingga memastikan bahwa upaya-upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan tidak terhambat. Kepemimpinan yang efektif memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong transformasi mutu pendidikan tinggi. Kepemimpinan yang visioner, proaktif, dan berorientasi pada kualitas akan membantu menciptakan lingkungan di mana inovasi dan peningkatan terus menerus dapat terjadi, sehingga memberikan dampak positif bagi mutu pendidikan tinggi secara keseluruhan. Semoga terobosan Permendikbudristek ditopang kepemimpinan yang efektif, menghantar mutu pendidikan tinggi mencapai tujuannya. Wallahualam. Semoga.
Vivat Widyatama, Vivat Civitas Academica, Vivat Indonesia dan Nusantara tercinta. (@lee)
Redaksi – Lili Irahali