Upaya Mencegah Tindakan Plagiarisme

0
1,637 views
Upaya Mencegah Tindakan Plagiarisme

Indradjati Sidi, Akademisi dan Penggiat Pendidikan

DR. Indradjati Sidi

Indradjati Sidi ditengah kesibukannya selaku akademisi ITB dan penggiat pendidikan berbincang dengan Komunita seputar upaya mencegah Plagiarisme di perguruan tinggi. Berikut petikan wawancaranya.

Komunita : Mohon dijelaskan fenomena plagiarisme yang berkembang dalam dunia pendidikan di Indonesia dalam perspektif etika, karakter dan aturan ?

Indradjati Sidi : Dunia pendidikan memang cukup rentan terhadap unsur-unsur plagiarisme. Hal ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, diantaranya: politik, target percepatan studi, kenaikan pangkat dan lain sebagainya. Mencermati fenomena yang terkait faktor tersebut, tentu sebagian besar banyak dialami oleh para civitas akademica perguruan tinggi. Sebagai contoh: seorang dosen yang ingin mempercepat kenaikan golongan/pangkat, maka berbagai persyaratan yang ada ditempuh melalui cara-cara kurang beretika. Apalagi segala persyaratan tersebut semakin hari lebih ketat dan cukup sulit sehingga dibutuhkan multi talenta yang kuat. Pemerintah melalui Kementerian riset, teknologi dan pendidikan tinggi (Kemesristekdikti), mengeluarkan aturan serta kebijakan baru yang lebih berat dimaksudkan agar kompetensi seseorang dapat teruji secara kualitas sesuai bidangnya masing-masing. Dengan melihat persyaratan yang cukup berat tersebut, maka sebagian orang berfikir dan bertindak menggunakan jalan pintas diantaranya: melakukan plagiarisme, menyontek, mengcopy karya orang lain, dll. Apalagi ditambah adanya modernisasi media teknologi, maka tindakan tersebut? menjadi semakin mudah. Contohnya: media internet, media translatter, dan media converter. Nah, berkaitan dengan karakter, jika orang berkarakter benar, maka dia akan melakukan usaha secara optimal sesuai dengan kemampuan dan kompetensinya. Kemudian apabila menemukan persoalan seberat apapun, dia tidak akan melakukan tindakan menyontek, plagiat dan sebagainya. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan guna menghindari praktek-praktek plagiarisme diantaranya : pendekatan secara dialogis melalui pembinaan yang berkesinambungan, kemudian law enforcement dari sisi aturan. Saya kira jika hal ini dapat diterapkan oleh setiap perguruan tinggi dengan konsisten, maka tidak menutup kemungkinan praktek plagiarisme sedikit demi sedikit akan berkurang walaupun secara keseluruhan tidak dapat hilang begitu saja.

Komunita : Menurut pemaparan bapak, berarti kebijakan law enforcement perlu diterapkan secara terstruktur sebagaimana dilakukan ITB, sebagai salah satu upaya pencegahan yang semestinya dicontoh oleh perguruan tinggi lainnya ?

Indradjati Sidi : Iya memang, sebab plagiarisme harus segera dicegah. Bahkan seharusnya tiap perguruan tinggi memiliki code of conduct (pedoman etika yang merupakan sekumpulan komitmen yang terdiri dari etika bisnis dan etika kerja) guna meminimalisir aksi plagiarisme. Jika pada tataran mahasiswa dinamakan student regulation (peraturan mahasiswa) yang selalu dibagikan menyeluruh sebagai panduan akademik dalam proses pembelajaran pada tingkat perguruan tinggi. Selain itu juga dibentuk suatu komite disiplin yang menangani serta mengawasi berbagai permasalahan seputar kegiatan para civitas akademica, agar senantiasa selalu berada pada koridor yang benar dan bila terbukti bersalah maka akan dikenakan sanksi sesuai aturan. Hal ini bukan saja diperuntukkan bagi mahasiswa dan dosen, namun staf pegawai juga diperlakukan sama (equal law enforcement). Segala pokok-pokok peraturan yang ada tentunya harus dilakukan pembaharuan secara berkesinambungan, mengingat modus kejahatan melalui media teknologi semakin hari menjadi semakin canggih.

Komunita : Berbagai upaya pencegahan praktek plagiarisme telah dilakukan, diantaranya menggunakan alat (tools) pendeteksi sistem plagiarisme (software plagiarisme). Namun disinyalir alat tersebut masih terdapat kelemahan-kelemahan diantaranya, yakni banyak istilah-istilah baku dan umum yang seharusnya tidak dikategorikan sebagai plagiarisme, dianggap sebaliknya. Pendapat bapak ?

Indradjati Sidi : Untuk software tersebut alangkah lebih baik dilakukan uji coba terlebih dahulu sebelum diberikan kesimpulan akhir. Kemudian kita datangkan orang-orang yang kompeten/ahli di bidangnya serta berintegritas. Jika ternyata penilaian awal melalui sistem perangkat software tersebut menunjukkan pada kriteria ambang batas prosentase yang lebih (contoh: lebih dari 20%), maka dibutuhkan hasil akhir melalui mekanisme penelaahan orang yang memang pakar di bidangnya.

Komunita : Jika terjadi hal-hal sedemikian rupa, saya kira memang harus dibuatkan standarisasi sebagai sumber acuan ?

Indradjati Sidi : Sebaiknya Kemenristekdikti menerapkan standar acuan melalui range ambang batas prosentase dengan cara mengambil rata-rata terhadap jumlah paper/karya ilmiah yang sedang diuji coba melalui sistem software plagiarisme. Setelah dirata-ratakan maka kita dapat memutuskan bahwa ambang batas keseluruhan penilaian aplikasi software tersebut ternyata maksimal 20%. Nah itulah yang seharusnya pertama kali dapat diterapkan oleh Kemenristekdikti, sehingga semua institusi pendidikan tinggi dapat mengaplikasikan standar tersebut secara konsisten.

Komunita : Selain suatu tindakan tegas dari pimpinan perguruan tinggi, diperlukan pula pembinaan karakter bagi segenap pemangku kebijakan termasuk pimpinan yayasan. Apa yang harus disiapkan, khususnya oleh pimpinan yayasan agar setiap kebijakan dapat memenuhi semua aspirasi dari pengelola pendidikan tinggi (perguruan tinggi/PT) ?

Indradjati Sidi : Pertama-tama, harus kita akui bahwa pelayanan bidang pendidikan memang merupakan suatu usaha jasa yang dibutuhkan sekali oleh seluruh lapisan masyarakat, sebagaimana adanya kausalitas permintaan & penawaran (supply & demand). Adapun jiwa akademisi yang dimiliki sebagian civitas academica serta kesadaran untuk berintegritas, jujur dalam dunia pendidikan tentunya masih kurang. Oleh karena itu, diperlukan sistem pengawasan dan perhatian khusus secara berkala dari para pimpinan yayasan terhadap pengelola pendidikan tinggi, agar senantiasa tetap menjalankan prinsip-prinsip pokok serta landasan peraturan yang telah diamanahkan. Jika setiap perguruan tinggi dapat melakukan tugasnya masing-masing dalam upaya pencegahan terhadap hal-hal negatif serta mampu menerapkan sanksi dan aturan yang ada, maka tidak mustahil perguruan tinggi tersebut dapat menjadi kebanggaan masyarakat dan negara. Dari semua problematika dalam dunia pendidikan tinggi, metode pembentukan pendidikan yang berkarakter itu menjadi sangat penting untuk diaplikasikan.

Indradjati Sidi

Komunita : Bagaimana membentuk pendidikan berkarakter ini dapat diterapkan oleh setiap perguruan tinggi sebagaimana dicontohkan ITB yang sukses menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia ?

Indradjati Sidi : Pengalaman saya di ITB. Para pimpinan/manajemen mampu membagi pendidikan ke dalam dua sisi ? baik secara formal maupun informal. Secara formal, setiap pegawai/karyawan dibekali karakter dasar berstandar melalui mekanisme diklat (pendidikan & pelatihan) yang berjenjang sesuai dengan kepangkatan/golongan. Berikutnya adalah pendidikan secara informal melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat temporal, seperti: mengadakan makan siang bersama, simposium, seminar, dll. Hal-hal tersebut akan mampu mengikatkan tali persaudaraan yang lebih erat serta akan mengokohkan ikatan bathin antara dosen-dosen yang senior dengan juniornya. Dalam kesempatan itu juga secara tidak langsung mampu diterapkan pola pembinaan antara pihak atasan dan bawahan. Di ITB juga terdapat lembaga pengawasan tersendiri yang dinamakan SPM (satuan pengawasan). Lembaga ini bertugas mengecek dan mengawasi segala hal berkenaan dengan karya ilmiah dosen dan mahasiswa agar tindakannya senantiasa berada pada koridor yang benar. Dengan demikian, penerapan sistem pendidikan formal dan informal yang dilakukan oleh ITB mampu membangun jiwa korsa yang lebih mandiri, konsisten dan berintegritas.

Komunita : Saran bapak tentang upaya pencegahan tindakan plagiarisme di perguruan tinggi, khususnya bagi para dosen muda dan mahasiswa ?

Indradjati Sidi : Pertama, yang dibutuhkan bangsa kita adalah mencetak dosen-dosen muda berkompeten melalui proses pendidikan berkesinambungan, dan bekerja keras sesuai pada bidang keilmuannya masing-masing. Kedua, setiap perguruan tinggi harus memiliki code of conduct (pedoman etika) yang mengatur secara lengkap hal-hal yang berkaitan dengan academic integrity (integritas akademik), yakni pedoman dalam mengatur sistem pembelajaran pada tingkat perguruan tinggi disertai dengan proses pemberian sanksinya jika terbukti bersalah. Ketiga, setiap program studi harus memiliki cara-cara objektif untuk melakukan verifikasi terhadap karya ilmiah yang dihasilkan oleh dosen dan mahasiswa. Keempat, membangun kebersamaan yang harmonis diantara para senior dan juniornya melalui berbagai kegiatan baik yang bersifat formal maupun informal. Target akhir yang dapat kita tanamkan dalam diri civitas akademica dari setiap proses pembelajarannya yakni memiliki rasa kebanggaan intelektual, memiliki jiwa integritas akademik yang tinggi, serta mampu menghasilkan karya-karya ilmiah terbaik sendiri. Dengan demikian suatu saat nanti, dia akan menjadi seorang guru besar yang berkompeten sesuai bidangnya. Kelima, menerapkan sistem law enforcement yang konsisten, serta adanya sanksi tegas bagi setiap pelaku, khususnya pada bidang intelektual akademik. (Written by Abdul Rozak)

PENCEGAHAN PLAGIARISME