TIGA SOSOK PENDIDIK PERGURUAN TINGGI,
IMPLEMENTASI MBKM
Kita sering mendengar istilah dosen, instruktur dan tutor dalam proses pembelajaran di perguruan tinggi. Namun seringkali kita melupakan peran berbeda ketiganya. Tampak umumnya Perguruan Tinggi (PT) hanya menitikberatkan pada dosen sebagai pendidik. Bahkan mungkin PT menyederhanakan, baik pengajaran pengetahuan dan keterampilan sama-sama dilakukan sosok dosen. Padahal syarat menjadi dosen adalah S-2. Seseorang yang bergelar S-2 walau sudah pasti memiliki pengetahuan, namun belum tentu memiliki keterampilan.
PT yang melakukan hal ini, biasanya berkompromi mengesampingkan aspek keterampilan dosen, yang penting berijazah S-2. Pada kegiatan pengajaran pengetahuan, dosen tidak akan mengalami kesulitan berarti. Namun pada kegiatan praktikum, dosen akan menghadapi kendala karena kurang penguasaan keterampilan. Proses praktikum menjadi dilakukan seadanya dan semampunya. Proses praktikum dipasrahkan kepada asisten yang hanya berstatus senior satu tahun di atas peserta praktikum. Hasilnya tentu lulusan memiliki kompetensi yang tidak lengkap, terutama pada aspek keterampilan mereka. Selain itu dengan merangkap jabatan sebagai instruktur, tri dharma lain dosen yakni melakukan penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat bisa jadi terbengkelai. Padahal penelitian dan pengabdian kepada masyarakat ini penting untuk meningkatkan pengembangan keilmuan, penguatan konten pembelajaran, serta peningkatan jabatan fungsional dosen, serta peningkatan peringkat PT tersebut.
Mengacu Permenristekdikti Nomor 2 Tahun 2016 tentang Registrasi Pendidik pada PT, mengklasifikasikan pendidik di pendidikan tinggi dalam tiga sosok, yakni: (1) dosen, (2) instruktur, dan (3) tutor. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, serta menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Instruktur adalah pendidik yang menekankan pembinaan pada penguasaan aspek keterampilan di perguruan tinggi. Sedang Tutor adalah pendidik yang diangkat untuk membantu dosen dan berfungsi memfasilitasi belajar mahasiswa dalam sistem pendidikan tinggi. Baik dosen, instruktur, maupun tutor berdasar Permenristekdikti tersebut diakui sebagai pendidik, yang membedakan adalah peran mereka masing-masing. Dosen mengajarkan teori lewat pengajaran, instruktur mengajarkan praktek lewat praktikum, sedangkan tutor mengajarkan cara menyelesaikan soal melalui kegiatan tutorial.
Peran ketiga sosok pendidik tersebut diperkuat Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Pendidikan Tinggi yang menegaskan pada Pasal 5 ayat (1) bahwa Standar kompetensi lulusan merupakan kriteria minimal tentang kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dinyatakan dalam rumusan Capaian Pembelajaran lulusan.
Terkait sikap Pasal 6, ayat (1) menyebutkan bahwa Sikap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) merupakan perilaku benar dan berbudaya sebagai hasil dari internalisasi dan aktualisasi nilai dan norma yang tercermin dalam kehidupan spiritual dan sosial melalui proses Pembelajaran, pengalaman kerja mahasiswa, Penelitian dan/atau Pengabdian kepada Masyarakat yang terkait Pembelajaran. Sikap ini tentunya diajarkan oleh ketiga sosok pendidik tersebut sesuai perannya.
Terkait pengetahuan, ayat (2) menyebutkan bahwa Pengetahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) merupakan penguasaan konsep, teori, metode, dan/atau falsafah bidang ilmu tertentu secara sistematis yang diperoleh melalui penalaran dalam proses Pembelajaran, pengalaman kerja mahasiswa, Penelitian dan/atau Pengabdian kepada Masyarakat yang terkait Pembelajaran. Disinilah peran dosen menjadi yang utama.
Terkait keterampilan, ayat (3) menyebutkan bahwa Keterampilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) merupakan kemampuan melakukan unjuk kerja dengan menggunakan konsep, teori, metode, bahan, dan/atau instrumen, yang diperoleh melalui Pembelajaran, pengalaman kerja mahasiswa, Penelitian dan/atau Pengabdian kepada Masyarakat yang terkait Pembelajaran. Keterampilan mencakup: a. keterampilan umum sebagai kemampuan kerja umum yang wajib dimiliki oleh setiap lulusan dalam rangka menjamin kesetaraan kemampuan lulusan sesuai tingkat program dan jenis Pendidikan Tinggi; dan b. keterampilan khusus sebagai kemampuan kerja khusus yang wajib dimiliki oleh setiap lulusan sesuai dengan bidang keilmuan Program Studi. Disinilah peran instruktur menjadi yang utama.
Terkait pengalaman kerja mahasiswa, ayat (4) menyebutkan bahwa Pengalaman kerja mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berupa pengalaman dalam kegiatan di bidang tertentu pada jangka waktu tertentu, berbentuk pelatihan kerja, kerja praktik, praktik kerja lapangan atau bentuk kegiatan lain yang sejenis. Disini pula peran instruktur menjadi penting.
Dalam konteks di atas ketiga sosok tersebut mempunyai peran yang saling menguatkan dalam proses pembelajaran di perguruan tinggi atau dalam sistem pendidikan tinggi, sehingga capaian Pembelajaran lulusan dapat dipenuhi dengan optimal. Namun di lapangan jarang kita menemukan tiga sosok pendidik tersebut dalam pendidikan tinggi. Umumnya sosok dosen yang lebih menonjol. Padahal peran ketiga sosok tersebut berfungsi menghasilkan capaian pembelajaran sebagaimana diharapkan peserta didik dan sistem pendidikan tinggi itu sendiri.
MBKM memacu peran tiga sosok Pendidik ?
Kampus Merdeka (”Merdeka Belajar – Kampus Merdeka/MBKM”) diluncurkan 24 Januari 2020. Kebijakan MBKM dalam rangka mewujudkan proses pembelajaran di PT yang otonom dan fleksibel sehingga PT mampu merancang dan melaksanakan proses pembelajaran inovatif agar mahasiswa dapat meraih capaian pembelajaran mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara optimal. Kebijakan MBKM bertujuan meningkatkan “link and match” dengan dunia usaha dan dunia industri, serta mempersiapkan mahasiswa dalam dunia kerja sejak awal. Juga untuk meningkatkan kompetensi lulusan, baik soft skills maupun hard skills agar lebih siap dan relevan dengan kebutuhan zaman, serta menyiapkan lulusan sebagai pemimpin masa depan bangsa yang unggul dan berkepribadian.
Kata kunci pelaksanaan MBKM adalah inovasi dan kreativitas PT. Juga dukungan dan kerja sama berbagai pihak mulai sivitas akademika, kementerian lain, serta khususnya dunia usaha dan industri. Kebijakan MBKM episode di atas disusul episode Keempat – Organisasi Penggerak, episode Kelima – Guru Penggerak, episode Keenam – Transfomasi Dana Pemerintah untuk Perguruan Tinggi, episode Ketujuh – Sekolah Penggerak, episode Kesembilan – Kartu Indonesia Pintar/KIP Kuliah Merdeka, episode Kesepuluh Perluasan Program Beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan, dan episode Kesebelas Kampus Merdeka Vokasi.
Kunci lain MBKM adalah hak belajar mahasiswa 3 semester di luar Prodi. Ini artinya akan mengubah struktur kurikulum – akan ada kluster hak belajar di dalam Prodi dan kluster hak belajar di luar Prodi dengan delapan kegiatan, yakni: magang/praktik kerja, proyek di desa, mengajar di sekolah, pertukaran pelajar, penelitian/riset, kegiatan wirausaha, studi/proyek independen, serta proyek kemanusiaan. Hal ini melibatkan peran tiga sosok pendidik di perguruan tinggi tadi (dosen, instruktur dan tutor).
Mengacu hal di atas, PT mendapatkan instruktur dari dunia usaha dan industri yang tentunya ahli di bidangnya. Instruktur mengajar keterampilan kepada mahasiswa. Karena bukan dosen, maka instruktur tersebut dapat berkonsentrasi pada kegiatan pengajaran keterampilan (praktikum) disamping itu secara hukum tidak memiliki kewajiban penelitian dan pengabdian masyarakat sebagaimana halnya dosen.
Bagi instruktur ahli dari industri ini mengajar mahasiswa secara paruh waktu sehingga tidak perlu kehilangan pendapatannya di industri, namun tetap dapat membagikan keterampilannya di PT melalui magang mahasiswa. Pendidik dengan model seperti ini tetap dapat didaftarkan ke Kemdikbudristek dan memiliki Nomor Urut Pendidik (NUP) bagi yang bergelar di bawah magister (S-2) atau Nomor Induk Dosen Khusus (NIDK) bagi yang bergelar master S-2 ke atas. Bahkan jika praktisi dari industri ini mengikuti program Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) dan hasilnya kompetensinya setara dengan S-2, bukan saja ahli mengajar keterampilan sebagai instruktur, melainkan juga bisa mengajar teori sebagai dosen.
Untuk instruktur, negara tidak mempersyaratkan kualifikasi pendidikan, minimal memiliki kompetensi dan dapat mengajarkan keterampilannya Keterampilan tidak dapat diperoleh dari bangku pendidikan, melainkan dari pengalaman bekerja di lapangan.
Keterampilan adalah aspek kompetensi yang sama pentingnya dengan pengetahuan, sehingga sudah selayaknya proses pengajarannya diperhatikan dengan sungguh-sungguh dan dilakukan oleh pendidik yang benar-benar kompeten. Untuk dapat melakukannya PT bisa melakukan dengan cara yang efektif yakni memaksimalkan peran instruktur dari dunia usaha dan industri sehubungan. Hal ini tertuang dalamkebijakan MBKM. Dengan adanya instruktur, pengajaran keterampilan dapat lebih terjamin dan dosen dapat mengalokasikan waktu lebih pada kegiatan penelitian. (lee)
Dari berbagai Sumber